"Susah Kak, buat menghapus seseorang yang udah mengakar kuat di hati tuh! Meski aku mau ngelupain Kama tetap aja aku gak akan bisa, dia selalu ada buat aku"
Kalila menendang kerikil kecil yang ada di dekat kakinya, dan ucapannya itu dijawab dengan kekehan Fian yang duduk di sebelahnya. "Kalau begitu kamu harus kuatin lagi hatimu" Kalila mengangguk dan mengiyakan perkataan Fian.
"Terkadang aku suka berpikir, jika memang tak bisa menjadi kekasih Kama cukup menjadi sahabat baiknya saja sudah cukup. Tapi tetap saja menyiksa jika melihatnya yang bersenang-senang dengan wanita lainnya."
"Sepertinya perasaan yang aku punya untukmu masih kalah dengan perasaan yang kamu punya untuk Kama"
Kalila melirik Fian dengan tatapan bersalahnya, "Maaf kak, aku tidak bermaksud untuk-"
"Hei kenapa meminta maaf? Karena kamu lebih menyukai Kama dibanding aku? Sudahlah Kal, perasaan orang itu tak bisa dipaksakan untuk terjatuh pada siapa, jika memang yang kamu cintai itu K
"Susah Kak, buat menghapus seseorang yang udah mengakar kuat di hati tuh! Meski aku mau ngelupain Kama tetap aja aku gak akan bisa, dia selalu ada buat aku"Kalila menendang kerikil kecil yang ada di dekat kakinya, dan ucapannya itu dijawab dengan kekehan Fian yang duduk di sebelahnya. "Kalau begitu kamu harus kuatin lagi hatimu" Kalila mengangguk dan mengiyakan perkataan Fian."Terkadang aku suka berpikir, jika memang tak bisa menjadi kekasih Kama cukup menjadi sahabat baiknya saja sudah cukup. Tapi tetap saja menyiksa jika melihatnya yang bersenang-senang dengan wanita lainnya.""Sepertinya perasaan yang aku punya untukmu masih kalah dengan perasaan yang kamu punya untuk Kama"Kalila melirik Fian dengan tatapan bersalahnya, "Maaf kak, aku tidak bermaksud untuk-""Hei kenapa meminta maaf? Karena kamu lebih menyukai Kama dibanding aku? Sudahlah Kal, perasaan orang itu tak bisa dipaksakan untuk terjatuh pada siapa, jika memang yang kamu cintai itu K
Sepanjang perjalanan pulang, Kalila memeluk erat perut Kama dan menyandarkan tubuhnya pada Kama, kepalanya mulai pening dan tubuhnya yang masih mengigil akibat angin dingin yang menerpa.Setibanya di rumah Kalila, Kama dengan perlahan membantu Kalila turun dan mengangkat gadis itu yang kedua kakinya mulai melemas. "Kama, Kalila kenapa?" Ibu Lisa, orangtua Kalila datang saat Kama masuk memanggilnya. "Kedinginan Tante" Ibu Lisa mengikuti Kama yang berjalan menuju kamar Kalila dan meletakkan gadis itu dengan perlahan di atas ranjang."Tubuhnya mulai demam Tan, maaf ya Kama buat Kalila sakit" Kama menatap Ibu Lisa yang tersenyum dan menggeleng pelan "tidak apa Kama, bukan salah kamu. Terimakasih ya sudah mengantar Kalila"Kama mengangguk dan tatapannya kembali pada Kalila yang kedua matanya sudah terpejam. "Bajunya tolong diganti ya Tan, sama nanti batnya suruh diminum" Ibu Lia tertawa pelan dan mengangguk, dia begitu senang mendengar perhatian yan
Kalila memakan coklat yang seharusnya diberikan untuk Kama, namun karena dia yang sedang merasa marah dan sedih jadilah dia memakan coklat tersebut sembari menikmati pemandangan lapangan sekolahnya yang dipenuhi anak laki-laki yang bermain bola. "Aku tau kamu akan kesini" Kalila menoleh dan mendengus melihat Kama yang datang dan berdiri di sampingnya. "Kamu gak paham ya sama apa yang aku omongin? aku lagi mau sendiri!" Kama berdecih pelan dan melihat Kalila yang membuka bungkusan coklat di tangannya gadis itu kembali makan tanpa menghiraukan Kama yang masih memperhatikannya. "Aku paham, maka dari itu aku datang ke sini" Kalila melirik Kama dengan pandangan kesalnya sebelum gadis itu mencubit kesal tangan Kama "kamu memang Kama!" Kama tertawa pelan dan mengangguk kuat "ya, itulah aku" Kalila mencibirkan bibirnya dan membuang pandang dari Kama. "Kamu masih sedih? Sudahlah itu bukan salahmu" Kalila mendengus pelan da
"Hai Kal"Kalila yang tengah memijat bahunya yang pegal karena semalam tak dapat tertidur dengan nyenyak itu menolehkan kepalanya dan melihat sosok Clara yang tersenyum dan berjalan cepat menghampirinya."Clara" Kalila tersenyum menyambut Clara yang sudah berjalan bersisian dengannya. "Wajahmu pucat, kamu sakit?"Clara menyentuh wajah Kalila sehingga gadis itu memundurkan tubuhnya karena kaget atas tingkah Clara yang tiba-tiba dan wajah Clara yang berubah khawatir."Tidak apa-apa, aku hanya sedikit kelelahan"Clara nampak tak mengurangi gurat khawatir di wajahnya dan itu sedikit mengganggu Kalila yang mencoba mengacuhkannya."Mau aku antar ke uks? Kamu istirahat di sana saja"Kalila menggeleng dengan senyum tipis di bibir, dia tak mau melewatkan pelajaran di kelas. "Tidak perlu Ra, aku baik""Kalau begitu biar aku temani ke kelasnya"Clara menautkan kedua jemari mereka dan menggandeng lengan Kalila, mengantar Kalila samp
Biasanya jika di sabtu pagi seperti ini Kama akan mengajak Kalila jalan di taman komplek perumahannya, sekalian untuk berolahraga bersama.Namun tadi pagi saat ia bergerak untuk menghampiri rumah Kama pria itu nampak sudah rapih dan ingin pergi.Saat Kalila ingin bertanya, rupanya Kama lebih dulu memberitahunya bahwa pria itu akan pergi dengan Clara untuk menonton di bioskop.Kalila hanya bisa memberinya senyum dan semangatnya untuk Kama. Dan dia harus berjalan-jalan sendiri di taman tanpa seorang Kama yang biasanya menemani dia.Puas memutari taman, Kalila duduk di kursi taman yang tersedia, ia membuka ponselnya demi melihat Kama yang memberinya pesan bahwa pria itu sudah bersama Clara saat ini.Mengetikkan balasan yang membuatnya tak enak hati, setelahnya Kalila kembali menyimpan ponselnya untuk kembali berjalan pulang.Di tengah jalan Kalila yang hampir mencapai rumahnya mengerutkan alisnya karena melihat sosok Fian yang tengah berbincang
"Stop!" Carla menahan dada Kama yang hampir menyentuh tubuhnya. Kedua matanya menatap pada mata Kama yang hanya berjarak 5 senti dari wajahnya tersebut. Kama memejamkan matanya dan menghela napas sebelum ia mundurkan lagi tubuhnya untuk bersandar di kursi kemudi mobil. "Tidak ada Kama, aku sama sekali tak berdebar dengan apa yang kamu lakukan" Kama mengusap wajahnya dan menatap Carla yang memberikan ia senyum manisnya. "Lalu aku harus mulai dari mana dulu? Kamu melarang aku untuk menciummu" Tadi Kama meminta pada Carla untuk dapat mencipta debar di hati Carla, Kama meminta izin untuk mencium Carla dan awalnya Carla mengizinkannya namun saat wajah mereka suah dekat Carla menghentikannya dan berkata bahwa dia tak merasakan apapun. Padahal bibir mereka belum bertemu dan Carla sudah menolaknya. "Aku tidak tau Kama, harusnya kamu pikirkan itu sendiri, kan kamu yang mau berjuang untuk mengambil hatiku" Carla tersenyum melihat