"Anak siapa yang kamu gendong itu? Tangan bu surti bergerak ingin meraih Raffa.Deg! Mata Tia seketika melotot. Ini sama sekali tidak ada dalam skenarionya. Dia tak menduga bakal bertemu dengan mantan mertuanya di rumah sakit ini. Sekarang ia bingung harus menjawab apa?"Itu, anak saya!" jawab dokter Danu secara tiba-tiba. Segera dia jauhkan tangan bu bu Sutri dari tubuh Raffa"Anaknya, Dokter? Kenapa ada sama dia?" Telunjuk bu Sutri diacungkan kearah Tia."Ya karena dia sekarang bekerja sama saya, saya memintanya untuk mengasuh anak saya karena ibunya sibuk bekerja!""Ohh ..., Saya kasih tahu ya Dok! Sebaiknya dokter cari pengasuh yang lain saja, dia ini tidak becus ngerawat bayi! Dokter tahu 'kan anaknya sendiri saja mati ditangannya apa lagi anak orang lain." Bu Sutri berucap sambil menatap sinis kearah Tia."Astaghfirullahhal'azim Bu, di dunia ini tidak ada seorang Ibu pun yang ingin anaknya meninggal. Anda ini 'kan seorang Ibu, apa pantas anda berucap demikian?""Saya hanya ingin
"Raffaaa!" Mata Tia melotot melihat pintu depan terbuka lebar. Tia sangat yakin dia sudah menutup pintu dengan rapat tidak mungkin bayi enam bulan bisa membukanya. "Non, jangan-jangan tadi ada yang masuk dan membawa Den Raffa pergi," Seketika jantung Tia berdegup sangat kencang yang ada dalam pikirannya bagaimana kalau Raffa diculik orang yang tak dikenal? Bagaimana dia menjalani hidup tanpa Raffa disampingnya? Raffa adalah sumber kekuatannya, dia mampu bertahan sampai sejauh ini karena Raffa. Gegas Tia dan bik Ina berlari keluar. Setelah tiba diluar tubuh Tia langsung terduduk lemas. "Mas kamu kalau mau membawa Raffa bilang-bilang!" Bentak Tia saat melihat Raffa berada di pangkuan Danu. "Kamu tahu gak jantungku rasanya mau copot mencari Raffa kemana-mana tapi gak ketemu." Ya Raffa tenga bermain dengan Danu di teras rumah. Raffa tertawa cekakakan karena perutnya di kelitik oleh Danu menggunakan dagunya. "Yee! Salah sendiri Raffa nangis
"Mas aku hamil!" Selly berucap sambil menunjukkan alat tes kehamilan di tangannya. Saat ini kami sedang berada di kamar salah satu penginapan yang masih tergolong murah. Bukannya aku tak punya uang untuk menyewa hotel. Tapi rasanya sayang saja kalau digunakan membayar kamar. Lagian dipake paling lama 2 jam.Kita melakukan atas dasar suka sama suka. Tak jarang selly yang mengajakku duluan. Dia ketagihan sama permainan ranjangku. Kalau aku sih oke-oke saja secara aku laki-laki gak bakalan merasa dirugikan."Yes, akhirnya dia hamil anakku juga." Aku bersorak dalam hati. Aku sengaja tidak memberi tahunya kalau sebenarnya setiap bercinta dengannya aku tembakan saja sp**maku di dalam rahimnya. Aku ingin dia segera hamil anakku dengan begitu dia tidak akan meminta banyak mahar dariku. Dan juga untuk membuktikan kepada Tia, aku bisa punya anak lagi."Ha-hamil? Kok bisa? Mas kan selalu pake pengaman sayang," aku pura-pura kaget, "Kamu tenang saja sayang Mas gak akan lari dari tanggung jawab.
Dok dok dok! Pintu kamarku digedor-gedor. Siapa lagi tersangkanya kalau bukan ibu. Ya, hari ini adalah hari pertamaku berstatus suaminya Selly. Semalam setelah ijab Kabul, Selly langsung ikut pulang ke rumahku. sebenarnya terpaksa sih! Pak Imron benar-benar kejam. Dia sama sekali tidak mengijinkan aku menginap dirumahnya padahal dihatiku sangat ingin merasakan empuknya kasur di rumah mewah itu."Selly, bangun!" teriak ibu di depan pintu kamarku. Dok dok dok! "Bangun Selly, ini sudah jam berapa?" Teriaknya lagi karena tidak mendapatkan jawaban dariku dan Selly.Kulihat Selly masih tertidur pulas mungkin dia kecapekan, apalagi kondisinya sekarang tengah hamil muda. Kutatap wajah cantiknya saat tertidur Tak ada gurat kesedihan sedikitpun diwajahnya setelah berpisah dengan keluarganya. "Apakah segitu cintanya dia padaku?" Gumamku.Aku bangun dan turun dari tempat tidur. Berniat membukakan pintu untuk ibu. "Ada apa sih Bu? Pagi-pagi sudah bikin keributan!" Aku berucap setelah pintu terbu
"Awas kamu, Tia! Kau harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Selly. Aku takkan diam saja." Bola mata Irvan berubah merah, gurat kemarahan tampak jelas diwajahnya.****Keesokan harinya Selly sudah berada di kamar rawat inap, ia masih tertidur karena pengaruh obat bius. Sedangkan Irvan ada disebelahnya duduk di kursi tunggu sambil memegang tangan Selly.Perlahan-lahan Selly membuka matanya. "M-mass!" Panggilnya pada sang suami.Irvan pun langsung menoleh ke arah Selly. "Sayang, kamu sudah bangun? Apa kamu butuh sesuatu?" Irvan langsung berdiri.Selly hanya menggelengkan kepalanya. "Anak kita, Mas! Hiks hiks hiks!" Selly menangis sedih teringat janinnya yang telah tiada."Cup cup cup! Sudah, jangan nangis lagi! Gak papa nanti kita bikin lagi yang lebih sehat ya," Irvan berucap sambil memainkan alisnya. Ia berusaha membuat Selly tersenyum tapi Selly hanya diam saja."Apa ini ada hubungannya sama do'anya Mba Tia dulu ya, Mas?" Tatapan Selly menerawang menembus atap rumah sakit.
"siapa dia? Apakah dia orang suruhan Mas Irvan? Tapi kok seperti Ibu-ibu sosialita. Dari pakaian yang dia kenakan terlihat jelas dia orang kaya tidak mungkin Mas Irvan mampu membayarnya," Tia berbicara didalam hati.Perlahan Tia mendekati pintu dan ceklekkk! Ia membuka pintu."Maaf Ibu cari siapa?" tanyanya ragu-ragu. "Saya, Bu Tiwi! Ibunya Dokter Danu!" ucap Bu Tiwi."Oh Ibu, maafkan saya! Saya benar-benar tidak tahu. Mari Bu, silahkan masuk!"Tia mengajak bu Tiwi masuk dan duduk diruang keluarga. "Ibu cari Pak Dokter, ya?" Tia bertanya setelah mereka duduk santai diruang keluarga."Tidak, saya kesini mau ketemu kamu! Kamu Nak Tia kan?""I-iya Bu, saya Tia! Ada apa ya Bu? Apa saya punya salah? Tia gemetar takut bu Tiwi tidak suka dia tinggal dirumah anaknya. "Oh ya, Ibu mau minum apa? "Teh saja tapi gulanya jangan banyak-banyak ya," pesan bu Tiwi sambil tersenyum."Baik, Bu! Saya permisi dulu!" Pamit tia seraya beranjak dari duduknya."Tunggu! Kok saya tidak melihat Bik Ina, kemana
"Mau tanya apa, Bu?" Alis tia bertaut karena penasaran."Seandainya ada seorang lelaki yang menyukaimu dan siap bertanggung jawab terhadap dirimu dan Raffa, apa kamu mau menikah dengannya?" Bu Tiwi bertanya sambil bermain dangan Raffa yang ada di pangkuannya."Saya belum kepikiran kearah sana, Bu! Saat ini saya hanya ingin fokus membesarkan Raffa dan mengembangkan bisnis online saya dulu. Tambah lagi sampai saat ini saya gak tahu apa Mas Irvan sudah mengurus akta cerainya atau belum." Tia tertunduk malu sungguh sangat malu dengan statusnya saat ini."Kalau kamu mau, Ibu punya keponakan yang biasa ngurus perceraian seperti itu. Nanti biar dia menghubungi pihak pengadilan agama, Apakah mantan suamimu sudah mendaftarkan gugatan cerai apa belum?""Sebenarnya saya mau, Bu! Tapi surat nikah, kartu keluarga, dan akte lahirnya Raffa semua dipegang Mas Irvan," jawab tia bingung."Nanti biar Danu yang membantumu mengurus semuanya. Ini sudah mau ashar, Ibu pulang dulu nanti kapan-kapan kita kete
"Ya.sudah, Ayo!" Akhirnya bu Sutri setuju. Mereka keluar tanpa berganti pakai terlebih dahulu karena memang benar-benar baru sampai rumah dan belum sempat ngapa-ngapain.Sesampainya di rumah sakit. Selly berjalan mendekati pak satpam yang berdiri di dekat pintu masuk."Pak, apakah baru saja ada pasien korban kecelakaan yang dibawa ke rumah sakit ini?" tanya Selly. Ia sangat berharap info yang dia dapat tidak benar."Oh, ada, Bu! Silahkan langsung ke ruang IGD!" jawab pak satpam sambil menunjuk kearah ruang IGD.Selly dan bu Sutri bersitatap terlihat jelas rona kekhawatiran di wajah masing-masing. Mereka pun melangkah ke ruang IGD.Saat kaki mereka menginjak pintu masuk ruang IGD mereka langsung disamperin dokter jaga."Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanyanya."Dok, apakah ada korban kecelakaan yang dibawa kemari?" Kali ini bu Sutri yang bertanya."Oh, ada, Bu! Tapi kami rujuk ke rumah sakit S kerena kondisinya sangat serius. Peralatan dan tenaga medis di rumah sakit ini belum lengkap