LOGIN"A-apa, Dok? Pe-pemotongan usus?" Tenggorokanku terasa tercekat, jantungku serasa berhenti memompa,tubuhku lemas sepeti tak bertulang. Betapa terkejutnya aku mendengar bayiku yang baru berusia tiga bulan harus dioperasi. Tidak ku sangka MPASI dini yang dilakukan Ibu tanpa sepengetahuanku dulu bakal berbuntut panjang. "Apa liat-liat? Jangan salahkan saya ya, emang dasar anak kamu saja yang penyakitan!" bentak Ibu saat aku menatapnya. Kalau aku tak mengingat Raffa yang saat ini sangat membutuhkanku! Ingin rasanya aku membunuh ibu sekarang juga! Ku tatap wajah suamiku, dia hanya diam tak bergeming. Kesalahan pertama tenyata tidak membuat sang nenek kapok. Kali ini sang nenek dibantu sang ayah memberikan susu formula tanpa mereka tahu bahwa sang bayi alergi susu sapi. Bukannya menyesal dan meminta maaf sang ayah malah membuangnya tanpa peduli darah dagingnya yang sedang kritis berjuang untuk hidup. Irvan akhirnya menceraikan Tia dan menikah lagi. Dia berharap bisa punya anak yang sehat tidak seperti Raffa yang penyakitan. Tapi namanya manusia cuma bisa berencana, Tuhanlah yang punya kehendak. Irvan divonis tidak akan punya anak lagi. Bagaimanakah kelanjutan kisahnya? Apakah Raffa bisa bertahan hidup? Bisakah Tia mempertahankan sang anak agar tidak direbut paksa oleh sang ayah? Yuk ikutin kisahnya!
View MoreSETELAH AKU KAU MILIKI
Part 1 Hanya Anak-anak "Hai, Mas. Baru pulang kerja?" Yesi tersenyum ramah pada Emir yang muncul di pintu. Pria itu membalas senyum mantan istrinya sekilas. Lalu menyambut tangan dua anak perempuan usia tujuh tahun yang berebut menyalaminya. Emir mengusap kepala anak kandung dan anak tirinya. Lantas kedua gadis kecil itu kembali duduk di pangkuan mamanya masing-masing. "Kenapa lengan Aurel terluka?" Emir yang baru duduk memperhatikan tangan putri kandungnya yang tergores. Masih tampak memerah oleh bekas darah yang mengering. "Jatuh katanya, Mas." Yesi menjawab sambil memperhatikan luka itu. "Nggak sengaja tadi. Senggolan sama Zahra di halaman, Mas." Naima menjelaskan sambil memandang sang suami. Sementara Yesi ini mantan istrinya Emir yang sudah bercerai tiga tahun lalu. "Di dorong sama Zahra tadi," sahut Bu Anjar dengan tatapan sinis pada Zahra. Naima kian erat memeluk putrinya yang selalu ketakutan di depan nenek tirinya. Naima memilih diam untuk menghindari keributan. Dia tidak akan menang sekalipun pembelaannya benar. Di mata Bu Anjar, Zahra selalu salah. Suasana mendadak tegang. Emir memandang Zahra yang diam menempel pada sang mama, lalu memperhatikan luka Aurel. "Aku mau ngajak Aurel nginep dua hari, Mas. Minggu sore aku anterin." Yesi bicara memecah ketegangan di antara mereka. Emir mengangguk. Lalu mengulurkan tangan untuk meraih lengan sang anak. Gadis kecil itu turun dari pangkuan Yesi dan memeluk papanya. "Jangan nakal, ya," pesannya seraya mengecup kening gadis kecilnya. "Sakit, Pa." Aurel menunjukkan luka di tangannya. "Iya, nanti akan sembuh ini." Yesi bangkit dari duduknya sambil meraih ransel berisi pakaian Aurel yang telah disiapkan oleh Naima. Lantas pamitan dan memeluk Bu Anjar. Juga menyalami Naima dan Zahra. Emir mengendong Aurel dan mengantarkannya hingga ke depan pagar. Di mana mobil Yesi terparkir. "Kalau terus-terusan Aurel disakiti di sini, Mas. Aku akan membawanya tinggal bersamaku," ujar wanita bergaun merah jambu itu seraya menatap lekat mantan suaminya. "Biasa anak-anak bermain, Yes. Besok juga baikan lagi." "Nggak sampe terluka juga kali, Mas. Pokoknya kalau Aurel dinakali terus. Aku akan membawanya pergi jauh darimu," ancam Yesi dengan tatapan tajam. Emir membukakan pintu dan memasang seat belt untuk Aurel. Yesi duduk di kursi kemudi. Emir menutup pintu setelah mencium kening anaknya. Dan dia kembali ke rumah setelah mobil hitam itu pergi. Di dalam rumah, Naima membawa Zahra ke kamarnya. "Duduk sini, ya. Zahra bisa menggambar dulu. Nanti Mama ke sini lagi. Mama mau nyiapin makan malam untuk papa." Zahra mengangguk dengan tatapan sendu. Hati Naima seakan teriris-iris. Cukup lama dia memandang putrinya. Mengusap rambut gadis itu, mencium keningnya lalu keluar kamar. Naima menyiapkan pakaian ganti untuk Emir yang sedang mandi. Ketika hendak keluar kamar, sang suami selesai mandi. "Yesi ngancam mau membawa Aurel pergi kalau sampai terluka lagi. Atau anak itu merasa nggak nyaman di rumah ini. Tadi kenapa Aurel sampai terluka?" Emir berkata tepat di depan Naima. "Mas, anak-anak tadi berlarian di halaman. Zahra bilang, Aurel tersandung batu dan jatuh sendiri di dekatnya. Lalu tangannya tergores ranting bunga mawar." "Tapi Ibu bilang, Aurel di dorong Zahra?" "Terserah Mas mau percaya sama siapa." Naima malas untuk berdebat. Karena pada akhirnya, dia yang tetap salah. Diulurkannya pakaian yang dipegang pada sang suami, lantas ia melangkah pergi untuk menyiapkan makan malam. Naima menata menu dengan cepat. Lalu melangkah ke ruang dalam. "Makan malamnya sudah siap, Mas," bilangnya pada Emir yang duduk di sofa bersama ibunya. "Kamu nggak makan?" tanya Emir saat Naima hendak masuk kamar putrinya. "Aku panggil Zahra dulu, Mas." Naima menghampiri Zahra yang tengah mewarnai. "Zahra, kita makan dulu." Zahra menggeleng. Naima mengerti, kalau sang anak takut dengan Bu Anjar. "Ayo, sama Mama," bujuk Naima. "Nggak, Ma. Zahra nggak lapar." "Baiklah, Mama ambilin nasi. Zahra makan di sini saja." Tergesa Naima melangkah keluar kamar. Lalu mengambil piring milik Zahra. "Zahra mau makan di kamar, Mas. Sambil ngerjain PR-nya." Naima berkata pada sang suami. "Kenapa makan di kamar. Selalu dimanja gitu, makanya bocah jadi nakal," tegur Bu Anjar dengan lirikan mautnya. Naima tidak jadi mengambilkan nasi dan piring dikembalikan ke rak. "Nggak apa-apa, Ma. Zahra masih anak-anak. Dia juga sambil ngerjain tugas sekolahnya. Nai, ambilkan nasinya," ujar Emir. "Nanti saja, Mas." Naima melangkah kembali ke kamar. "Suamimu sedang makan. Kenapa nggak diladeni. Malah sibuk sama anakmu yang bandel itu." Kembali ucapan tajam itu keluar dari mulut seorang mertua. Naima tak menjawab. Dia tetap masuk ke kamar dengan hati yang terkoyak. "Zahra, makan nanti saja, ya. Kalau Zahra sudah selesai mewarnai." Zahra mengangguk. 🖤LS🖤 "Zahra, maafkan Mama," bisik Naima sambil membenahi selimut yang menutupi tubuh mungil putrinya. Rambut lurus Zahra terurai di bantal, wajahnya terlihat begitu tenang disaat sedang tidur saja. Kalau terbangun, rasa tak nyaman tampak di matanya. Tadi dia tidak mau makan meski sudah dipaksa. Hati Naima perih. Ia ingat saat sore tadi anak itu menahan tangis sewaktu dimarahi Bu Anjar. Zahra hanya menunduk, tak berani membela diri. Air mata sempat menetes, cepat-cepat ia seka agar tak terlihat. Dia pasti sedih. Zahra selalu mengalah. Berbeda dengan Aurel yang mencari cara agar perhatian orang-orang hanya tertuju padanya. Naima menatap lagi wajah itu. Getir menyeruak di dada. Kenapa keadaan selalu menempatkan Zahra pada posisi salah? "Nai," suara berat Emir terdengar dari arah pintu kamar yang terkuak sedikit. "Mas tunggu di kamar," katanya, lalu berbalik tanpa menunggu jawaban. Naima menarik napas panjang. Disapunya lembut rambut Zahra sekali lagi sebelum meninggalkan kamar itu. Hatinya masih perih. Dia berharap pernikahannya dengan Emir setelah mereka sama-sama sendiri, bisa membuat Zahra memiliki figur seorang ayah. Lagipula mereka didukung oleh papanya Emir yang sudah meninggal dua tahun lalu. Mereka dulu adalah dua orang yang pernah saling jatuh cinta, tapi karena keadaan akhirnya masing-masing menikah dengan orang lain. Setelah sama-sama sendiri, mereka dipertemukan kembali. Di awal pernikahan, hubungan baik-baik saja. Emir juga penuh perhatian pada dua anak tanpa membeda-bedakan. Namun akhir-akhir ini mulai banyak berubah. Setelah mama kandungnya Aurel kembali. Walaupun sesekali masih membela Zahra dan Naima di depan mamanya. Setelah mengganti lampu dengan lampu malam yang temaram, Naima keluar kamar. Namun langkahnya terhenti saat mendengar percakapan di ruang keluarga. "Salahmu dulu nggak dengerin Mama. Kamu lebih menuruti apa kata papamu untuk menikahi janda itu. Dengan alasan kasihan, biar anaknya yang yatim punya ayah. Padahal kamu masih punya peluang rujuk dengan Yesi demi Aurel." Mendengar ucapan mertuanya dari balik tembok, membuat hati Naima terasa perih. Ini bukan pertama kalinya ia mendengar ucapan seperti itu. Next ...."ibu awaaaassss!!" Tia berteriak saat melihat mobil Avanza silver melaju kencang mendekati bu Sutri.Teriakan Tia membuat sang mantan ibu mertuanya itu tersadar dari lamunannya. Saat ia berbalik menoleh ke arah Tia, baru ia sadari mobil Avanza sudah sangat dekat dengannya. Karena syok dan kaget tulang persendiannya terasa lumpuh dan tak bisa digerakkan. Bukannya berlari menghindar, bu sutri malah terduduk di aspal.Ciiiiittttt! Braghh! Gesekan ban mobil dengan aspal membuat asap mengepul menutupi jalan raya. Namun karena kecepatan mobil yang terlalu tinggi sehingga sang sopir tak bisa mengelak. Kecelakaan itu tak bisa dihindarkan. Tubuh bu sutri terseret hingga beberapa meter dari tempat semula."Ibuuuu!" Tia menjerit lalu menutup mata dengan kedua tangannya. Ia tak sanggup melihat apa yang terjadi tepat di hadapannya. Ketika ia membuka mata orang-orang sudah berkerumun mengelilingi sang mantan ibu mertua."Ibuuuu!" Tia berlari mendekat, ia menyelinap diantara banyaknya orang yang
"Dimana Raffa, Mak?" Tia yang baru saja keluar dari kamar. Baru menyadari Raffa tidak ada di sekitar mereka. Hari ini pengasuhnya tidak masuk kerja karena ada keperluan."Loh tadi disini." Bu Anisa menunjuk tempat Raffa bermain sebelumnya. Ia lengah karena sedang menelpon kakaknya Tia yang ada di kampung. Ia memberi kabar kalau Tia mau menikah lagi. Ia berharap anak sulungnya bisa ikut menyaksikan pesta pernikahan anak bungsunya."Jangan-jangan ...." Tia berlalu ke ruang produksi. Pikiran buruk tiba-tiba saja merasukinya. Segera ia berlari memasuki ruang produksi yang terletak di sebelah rumahnya, ruangan itu baru saja selesai dibangun 2 bulan lalu."Ibu sembunyikan dimana, Raffa?" Tia membentak Bu Sutri yang sedang membuat empek-empek.Bu sutri terkejut karena kerasnya suara Tia. Ia menatap bingung kearah bu Anisa dan Tia secara bergantian. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang Tia maksud."Ibu! Kenapa diam saja? Jawab, dimana ibu sembunyikan Raffa?" Kali ini Tia menarik tubuh bu su
"ibu!" Tia sungguh terkejut dengan apa yang ia lihat. Matanya melotot, jantungnya berdegup kencang. Orang yang selama ini selalu ia Hindari kini duduk manis di ruang tamu rumahnya."Tia!" Ibu Sutri pun tak kalah terkejutnya. seketika ia berdiri dari duduknya. Ia terpaku melihat Tia yang baru saja datang dari dalam."Mau apa Ibu kesini?" Ucap Tia dingin, ia sama sekali tidak ingin berbasa-basi. sudah cukup selama ini dirinya dan Raffa tersakiti. Sungguh ia tidak ingin lagi berhubungan dengan masa lalunya."Ibu kesini mau melamar pekerjaan. Apakah ini rumahmu?" Mata bu Sutri berputar melihat-lihat seisi rumah. "Kamu sekarang benar-benar sukses, Tia," ucapnya seraya tersenyum kagum. Bu Sutri tidak menyangka jika Tia sekarang semakin sukses sedangkan dirinya dan Irvan semakin terpuruk."Sebaiknya Ibu pergi dari sini, disini tidak ada lowongan pekerjaan untuk ibu!" Tia berbalik hendak meninggalkan ruang tamu. Namu tiba-tiba saja bu Sutri berlari menghalangi jalannya. "Tia, Ibu mohon! Teri
"Septia Aprianti bersediakah engkau menikah denganku? Bersediakah engkau Menua bersamaku, mengarungi suka dan duka dalam biduk rumah tangga? Bersediakah engkau kau menjadi ibu dari anak-anakku?" Danu berucap dengan lantang dan tegas.Semua mata kini tertuju pada Tia. Wanita itu menundukkan wajahnya sejenak lalu mengangkatnya kembali. "Ya, saya bersedia!" jawabnya singkat"Allhamduillah!" Semua orang yang ada di ruangan itu mengucap syukur saat mendengar jawaban dari Tia."Alhamdulillah ya Allah, tinggal selangkah lagi Tia akan menjadi milikku seutuhnya," Danu berucap dalam hati.Matanya berkaca-kaca karena bahagia. Dia tidak menyangka bisa melangkah sejauh ini. Tia sudah merubah segalanya dalam hidupnya. Rasa yang dulu dia pikir Hanya sebatas rasa kagum atas perjuangannya kini sudah berubah menjadi cinta."Tia aku berjanji tidak akan ada lagi tangisan kesedihan dalam hidupmu. Yang ada hanyalah tangisan kebahagiaan. Apa yang diperbuat papaku pada aku dan Mama, aku jamin tidak akan terj
Prannng! Gelas yang ada di tangan Bu Sutri jatuh karena tangannya di dorong oleh perawat."Haduhhh, 'Kan jadi pecah! Mbak ini ada masalah apa sih sebenarnya? Kenapa main dorong aja!" Bu Sutri membentak suster rumah sakit."Bu, pasien yang baru saja selesai menjalani operasi tidak boleh langsung diberi minum tunggu dulu beberapa saat,""Tapi anak saya haus, gimana dong? Harus nunggu berapa lama?" tanya Bu Sutri sewot."Tunggu pasien bisa kentut! Setelah itu beri minum sedikit demi sedikit dulu, jangan langsung habis satu gelas Ya, pak!" Lalu suster mengecek kondisi irvan. Setelah dipastikan semua baik-baik saja suster pun berlalu pergi.Setelah beberapa hari dirawat inap, hari ini Irvan sudah diperbolehkan pulang."Bu, kaki Irvan ...." Irvan terkejut saat ia turun dari tempat tidur, ia tidak merasakan sakit pada kakinya. Ia melihat kebawah lalu menghentakkan kakinya ke lantai.Bu Sutri yang melihat pun ikut terkejut. "Apa yang kamu lakukan, Irvan!" teriaknya. Ia takut kaki anaknya bert
"Maaf pak dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan testis Bapak mengalami cidera yang membuat terjadinya kerusakan dan malfungsi pada testis Bapak,""Lalu apa yang harus di lakukan, Dok?" Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang di jelaskannya.Kami harus segera melakukan operasi pengangkatan kedua testis bapak. Untuk meminimalisir terjadinya infeksi yang berkelanjutan,""A-apa? Pengangkatan testis? Apa itu arti saya tidak akan memilih anak lagi Dok?" Aku sangat terkejut bagaimana bisa seorang laki-laki bisa hidup tanpamu testis."Dengan sangat menyesal saya jawab, iya! Kenapa apa Bapak belum punya anak?""Alhamdulillah sudah, Dok! Satu. Apa tidak ada cara lain, Dok?" Aku sangat berharap masih bisa mempertahankan Karena aku Masih pengen punya anak kelak jika aku kembali bersama Tia."Sayangnya tiga ada, pak! Kerusakannya sudah sangat parah. Jaringan testis bapak sudah mati karena terlambat penanganannya.""Ya Allah, apakah ini karma? Karena aku sudah menyia-nyiakan titipan












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments