Share

Mengutarakan Perasaan

Saat sampai di kampus,  Aku bertemu dengan Daffa dan Rafael. Daffa bilang bahwa makan malam dengan Vita akan dibatalkan. 

"Lalu, Kenapa?" tanyaku. 

"Tidak ada, aku hanya ingin kau tahu." Kata Daffa. 

"Benar juga, untuk apa kamu memberitahukan hal tidak penting itu. Ayuna tidak tertarik dengan kisah kalian berdua." Kata Rafael.

"Kisah kami? Kami tidak memiliki hubungan apa pun hanya sebatas teman saja." Kata Daffa. 

"Benarkah? Tapi Vita itu mencintai kamu, Daffa. Kamu seharusnya bersikap baik terhadap dia." Kata Rafael. 

"Lalu, aku mencoba menjalani hubungan dengan orang yang tidak aku cintai. Itu tidak masuk akal dan ah aya akan menyakiti dia saja." Kata Daffa.

"Sudah itu adalah urusan Kalian berdua. Ayo kita masuk ke kelas sebentar lagi akan dimulai." Kataku.

"Benar juga." Kata Daffa. 

Aku dan mereka berdua masuk ke kelas dan Vita belum sampai di kelas kami.

"Kenapa Vita tidak ada di kelas?" tanyaku. 

"Mungkin dia tidak akn masuk." Kata Rafael. 

"Kenapa?" tanyaku. 

"Aku juga tidak tahu." Kata Rafael. 

"Apa kamu tidak tahu alasan Vita tidak masuk ke kampus?" tanya Daffa.

"Benar, mungkin kamu tahu." Kata Rafael. 

"Tidak, aku juga tidak tahu." Kata Ilham. 

"Nanti juga dia akan mengajari kita semua." Kataku. 

"Benar juga, dia akan menghubungi Daffa." Kata Rafael. 

"Kenapa dengan kamu ini?" tanya Daffa.

"Apa yang salah dengan ucapan aku? Aku hanya bilang Vita akan menghubungi kamu, Daffa." Kata Rafael. 

"Memangnya aku siapa? Kenapa Vita harus menghubungi aku?" tanya Daffa. 

"Kalian itu dekat wajar jika aku bilang seperti itu, bukan?" tanya Rafael. 

"Terserah kamu saja, aku tidak peduli." Jawab Daffa. 

Vita datang dengan berpenampilan yang berbeda. Dia yang bisanya berpenampilan modus dan elegan menjadi sederhana. 

"Vita!" Kataku. 

"Seperti ada yang berbeda dari dia tapi apa?" tanya Daffa. 

"Mungkin saja dia mengubah sesuatu." Kata Rafael. 

"Kamu mengubah penampilan, Vita?" tanya Ilham. 

"Benar, penampilan dia berubah." Kata Rafael. 

"Benar sekali, aku mengubah penampilan menjadi sederhana." Kata Vita. 

"Kenapa?" tanya Ilham. 

"Karena aku ingin mencoba hal yang beda saja." Jawab Vita. 

"Hal yang beda tapi kenapa mendadak seperti ini?" tanya Daffa. 

"Tidak apa apa." Jawab Vita. 

"Begitu." Kata Daffa. 

"Apa kelas belum dimulai?" tanya Vita. 

"Belum, Vita." Kata Ilham. 

"Kenapa kamu melihat seperti itu?" tanya Vita kepada Ilham. 

"Tidak, aku hanya terpukau melihat kamu." Jawab Ilham. 

"Aku tahu aku cantik tapi kamu tidak perlu melihat aku seperti itu. Kamu sungguh membuat aku kesal." Kata Vita. 

"Kenapa?" tanya Ilham. 

"Karena aku tidak menyukai itu." Kata Vita. 

"Maaf jika itu membuat kamu tidak suka." Kata Ilham. 

Dosen datang dan memuliakan kelasnya. Selesai kelas itu kami makan siang bersama di kantin. Lalu, kami memakan makanan yang sangat enak. 

"Ayo kita masuk ke kelas!" Kataku. 

"Benar sebentar lagi pelajaran akan dimulai." Kata Rafael. 

Kami masuk ke kelas dan mulai belajar. 

"Sekian pelajaran dari saya, semoga bermanfaat. Dan sampai bertemu besok pagi. Saya akan memasuki kelas kalian di jam pagi hari. Jadi, kalian harus datang tepat waktu dan jangan sampai terlambat. Kalian tahu saya tidak akan memberi informasi penting jika kalian terlambat." Kata dosen. 

Dosen  itu pergi dari kelas dan kami semua pulang.

"Vita, aku ingin berbicara sesuatu di sini." Kata Ilham. 

"Ada apa?" tanya Vita. 

"Apa kamu ingin menjadi kekasih aku? Aku sangat mencintai kamu sejak lama. Dan sekarang aku sudah mengumpulkan keberanian untuk mengutarakan perasaan aku ini." Kata Ilham. 

"Apa? Kamu bercanda, bukan?" tanya Vita dengan sangat terkejut. 

"Tidak, aku serius." Jawab Ilham. 

"Itu artinya kamu hanya membuat keberanian kamu menjadi hal tidak berguna. Karena ku tidak akan pernah menerima kamu menjadi kekasih aku. Kamu tidak sadar kalau kita ini jauh berbeda. Kita tidak dapat bersama." Kata Vita. 

"Tapi kenapa?" tanya Ilham. 

"Karena kamu bukan tipe pria yang aku suka. Aku hanya mencintai Daffa bukan pria lain. Jadi, kamu melakukan hal yang tidak berguna karena aku tidak akan pernah menerima kamu." Kata Vita. 

Vita pergi dari kampus dan daffa mengatar dia pergi. 

"Kita makan dulu saja." Kata Daffa. 

"Baik, aku juga sudah sangat lapar." Kata Vita.

"Begitu nanti setelah makan Aku akan mengantar kamu pulang ke rumah." Kata Daffa. 

"Kenapa kamu bersikap baik terhadap aku? Biasanya kamu dingin dan tidak peduli terhadap aku." Kata Vita. 

"Karena kita teman." kata Daffa sambil bingung menjawab apa. 

"Benar juga, kita teman tapi aku berharap lebih terhadap kamu, Daffa." Kata Vita. 

"Sudah kamu jangan banyak bicara, kita pergi saja dari sini." kata Daffa. 

Lalu, aku dan Rafael menghampiri Ilham dan Rafael berkata sesuatu kepada Ilham. 

"Kamu dengar! Cinta tidak harus saling memiliki. Mungkin kebahagian Vita itu tidak bersama kamu. Kamu tahu dia mencintai Daffa. Bukannya aku melarang kamu jatuh cinta tapi kamu sadar mencintai siapa. Vita dan kamu itu senada berbeda sudah pasti dia akn menolak kamu." Kata Rafael. 

"Aku sudah berpikir kamu itu bijak tapi akhirnya kamu berbicara seperti itu terhadap Ilham." kataku. 

"Bukannya aku jahat tapi dai harus tahu itu tidak mungkin. Dan benar apa yang aku pikirkan Vita pasti menolak dia." Kata Rafael. 

"Kamu benar, Rafael." kata Ilham. 

"Tentu saja, tapi aku ingin memberi tahu bahwa ketika kamu berani menyatakan perasaan kepada seseorang kamu harus berani untuk mengalami penolakan. Karena tidak setiap kisah cinta berakhir dengan baik. Dan itu akan membuat kamu lebih dewasa dalam bersikap." Kata Rafael. 

"Aku tidak menyangka kamu bisa bijak seperti itu. Kamu keren sekali, Rafael. " Kataku. 

"Tentu saja, aku ini memang keren kamu tahu itu, bukan?" tanya Rafael. 

"Baik, aku akan pergi ke toilet dulu." Kataku. 

"Silahkan, aku akan menunggu kamu di sini." kata Rafael. 

Aku pergi ke toilet dan Rafael masih berbicara dengan Ilham. 

"Apa itu alasan kamu?" tanya Ilham. 

"Apa maksud kamu?" tanya Rafael. 

"Kamu tidak menyatakan perasan kamu terhadap Ayuna karena kamu belum siap ditolak. Benar, bukan?" tanya Ilham. 

"Tidak, seorang Rafael takut dolitolak. Itu tidak mungkin terjadi." Kata Rafael.

Aku kembali dari toilet dan mendengar perkataan Ilham dan Rafael. Ternyata Rafael mencintai aku. Aku menang bodoh karena tidak menyadari apa ayang dia rasakan. Tapi aku tidak memiliki perasaan apa pun terhadap Rafael atau siapa pun. Aku harus menjelaskan ini kepada Rafael saat kita berdua. 

"Aku sudah selesai." Kataku. 

"Ayo kita pulang!" Kata Rafael. 

"Benar, kita harus pulang bersama." Kata Ilham. 

"Baik, aku ikut dengan kalian berdua." Kataku. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status