Jadi begini, mari kita luruskan.
Kalau bicara soal perasaan, jelas saja Sila yang gagal move-on pasti menerima Rio kembali dengan senang hati.Tapi disini, mengandalkan perasaan saja tidak cukup. Sila tidak ingin jadi bodoh dua kali. Logikanya juga harus berperan banyak.Sila ditinggal nikah.Alasan itu saja rasanya sudah cukup untuk membenci Rio seumur hidup, tapi Sila berusaha untuk manusiawi, tidak membenci seseorang karena hubungan di masa lalu. Apalagi dalam konteks ini Rio tidak bersalah, dia dipaksa dan terpaksa melakukan itu.Tapi bagaimanapun, Sila tidak di ajak bicara tentang ini, Rio mengambil keputusan secara sepihak tanpa ingin dengar pendapat Sila.Jelas saja Sila sakit hati.Ditambah kenyataan bahwa Rio memiliki anak dari pernikahannya yang terpaksa itu.Punya anak...Pasti mereka sudah menjalin keluarga bahagia sekarang, dan Sila tidak inginSila masuk kedalam kantor barunya dengan wajah ditekuk, melewati resepsionis tanpa menyapanya. Tak ada raut ramah di wajah cewek itu. "Kak Sila!" Panggil resepsionis yang Sila temui saat interview kemarin. Sila menoleh kebelakang, "Iya?" "Ada pesan dari pak Rio, disuruh ke ruangannya dulu. Beliau mau jelasin cara kerja sama kasih tau ruangan kak Sila." Gadis dengan jas coklat muda itu hanya mengangguk sebagai jawaban dan kembali berjalan. "Tau ruangan pak Rio?" Sila memberhentikan langkahnya lagi dan menggeleng, "Lantai paling atas. Pakai lift yang ini aja." Sila menurut dengan mulut yang terkatup. Pasrah akan keadaan. Dimana-mana pegawai nurut sama atasan, Sila gak bisa semaunya sendiri. Sila masuk kedalam lift dan menekan tombol paling atas, tak butuh waktu lama besi itu terbuka yang langsung menghadapkan Sila dengan ruangan megah bertuliskan CEO's Room. Gadis itu menarik nafas dan menghembuskannya, berusaha menenangkan diri, "Oke, Sil. Tunjukin kalau lo bisa."
"Sepupu lo tuh apaan ya mi?! Hobi banget bikin hidup ga tenang! Gue balik kesini itu buat damai sama keadaan, bukan buat ketemu dia lagi," Sila membanting tubuh di sofa, "ANJING lah." Mia membuka kaleng sodanya, "Siapa sih? Daman?" Sila menggeleng, "Rio!" Kening Mia mengerut, "Diapain lo sama dia? "Lo tau nggak perusahaan apa yang nerima gue jadi manager keuangan?" Kata Sila penuh emosi, "Libroffice!!" "Lah, punya Rio itu," jawab Mia tenang. Sira menyisir poninya kebelakang, "Kok bisa gue nggak tau." "Karena lo gak nyari tau." Jawab Mia, "Emang selama ini Brandon gak pernah cerita?" "Gue yang ngelarang dia buat cerita apapun soal Rio." Mia tersenyum, "Bego," umpatnya. "Mana dia nantangin lagi," Sila meremas bantal sofa. "Nantangin gimana?" Mia meneguk sodanya. "Semoga kita bisa profesional di kantor. Tai banget ga sih!" Mia menahan tawa, "Terus terus?" "Gue awalnya udah mau keluar dari sana, gak usah interview, gak butuh gue," Sila merotasi matanya, "Tapi di tantangin ka
Rio membaca satu persatu surel yang masuk di Email-nya. Dia selalu menyeleksi sendiri siapapun yang ingin bekerja di kantornya. Terdapat hampir empat puluh surat lamaran kerja yang masuk, Rio sampai rela lembur dirumah saat hari libur seperti ini."Papa, aku mau bobo. Bacain dongeng," rengek bocah cantik berumur tiga tahun itu."Sama bi Asih, ya." Rio masih fokus pada laptopnya.Garis wajahnya menurun, "Papah jahat!" Railey mulai menangis, "Papah nggak sayang Railey."Rio menghembuskan nafas pelan, "Railey sayang, papah masih ada kerjaan. Tuh banyak banget, harus cepat di selesaiin."Tidak peduli ucapan sang papah, tangisan Railey semakin kencang. Terpaksa Rio membawa bocah itu ke gendongannya, "Kalau nangis cantiknya luntur loh. Nanti jadi jelek, mau?" Rio mengusap pelan rambut anaknya.Railey menghentikan tangis dan merangkul leher Rio, "Jangan kerja terus. Nanti Railey sama siapa? Kan Railey
Jadi begini, mari kita luruskan.Kalau bicara soal perasaan, jelas saja Sila yang gagal move-on pasti menerima Rio kembali dengan senang hati.Tapi disini, mengandalkan perasaan saja tidak cukup. Sila tidak ingin jadi bodoh dua kali. Logikanya juga harus berperan banyak.Sila ditinggal nikah.Alasan itu saja rasanya sudah cukup untuk membenci Rio seumur hidup, tapi Sila berusaha untuk manusiawi, tidak membenci seseorang karena hubungan di masa lalu. Apalagi dalam konteks ini Rio tidak bersalah, dia dipaksa dan terpaksa melakukan itu.Tapi bagaimanapun, Sila tidak di ajak bicara tentang ini, Rio mengambil keputusan secara sepihak tanpa ingin dengar pendapat Sila.Jelas saja Sila sakit hati.Ditambah kenyataan bahwa Rio memiliki anak dari pernikahannya yang terpaksa itu.Punya anak...Pasti mereka sudah menjalin keluarga bahagia sekarang, dan Sila tidak ingin
Apartemen Brandon mirip kapal pecah. Bungkus makanan berserakan, baju di gantung sembarangan, dan kaleng soda dimana-mana. Keynan yang baru saja bangun dari tidur sorenya memijat pangkal hidung saat mendapati Daman dan Mia asik main PS bareng, sedangkan Sila sebagai penonton duduk di atas sofa sembari memangku kripik kentang. "GOBLOK LO MAN! GUE CEWEK LOH INI! YAKALI 2-0. BARU JUGA BABAK PERTAMA." "Daman biasa main piano tiles kayaknya," celetuk Sila. "Tai lo pada! Lihat aja bakal gue bales!" Mia mengernyit,"Dih, sok iya banget." "Taruhan deh, yang kalah ngamen di pasar Minggu besok pagi," kata Sila. "DEAL!" Seru Mia. "Sampe dapet lima ratus ribu." Imbuh Daman. "Bego!" Seru Keynan yang baru saja datang dan duduk di samping Sila. "Nah, mulai babak kedua." Sambung Mia, "Inget Man, kalah ngamen." Sila mengedarkan pandangan, "Brandon mana? Gak keliatan dari tadi." "Tadi keluar pas lo ke toilet." Sahut Daman. "Kemana?" Tanya Sila. "Ga tau." Sila memajukan bi
Sila merogoh ponselnya yang bergetar di dalam tas, "Aku pilih yang coklat muda aja mbak. Sewa untuk seminggu, ya."Pegawai butik tersebut mengangguk dan segera mengemas kebaya pinjaman Sila."Halo!" Sila mengapit ponselnya dengan bahu sementara kedua tangannya sibuk mencari kartu debit miliknya."Lagi dimana, Sil?" Sapa Brandon di sebrang sana."Bentar, Brandon. Bentar." Sila menjauhkan ponsel dari telinga. Fokus nya kembali pada pegawai butik."Mau cash atau~""Debit aja bisa?" Sila memberikan kartunya untuk di urus.Setelah pembayaran selesai, Sila mendapatkan kebaya yang di inginkan. "Pengembalian maksimal Minggu depan di jam yang sama ya, kak."Sila mengangguk lantas kembali menempelkan gawai di telinga, "Halo, iya, Brandon. Ada apa?""Sibuk banget, ya?"Sila kembali memasukkan kartu kedalam tas, "Enggak. Cuma lagi pinjem kebaya aja buat acara wisuda. Kalian udah nyampe Surabaya belum?""Udah nih, barusan," jawab Brandon, "Gue jemput ya? Lo dimana sekarang?""Gausah, deh. Gue di A