Share

Bab 7. Mobil Baru

Setelah mandi dan bersiap kini aku akan berangkat keluar, tujuan pertamaku tentulah dealer mobil, namun sepagi ini mana mungkin buka, mungkin dealer baru akan buka pukul sepuluh nanti, jadi ku putuskan pagi ini aku akan ke rumah orang tua ku saja, jaraknya tak jauh sih, hanya satu jam perjalanan saja. 

"Vin, tumben kamu pagi-pagi sudah ke sini? Bambang nggak ikut?" 

Bapak yang setiap pagi pasti duduk di teras sambil minum teh, menyapaku saat aku mencium punggung tangannya.

"Lagi mau ambil baju, Pak. Mas Bambang seperti biasa  sedang ke luar kota," jawabku kemudian segera masuk ke kamar.

Kebetulan di kamarku ini, ada lemari pribadiku, yang hingga kini kuncinya kubawa. Karena di sini berisi barang-barang yang kuanggap penting, dari sejak aku SD dulu hingga kini berusia dua puluh tujuh tahun. Segera ku taruh surat penting dan perhiasanku di sini dan kembali menguncinya.

Aku memang tak jadi menitipkan barang berhargaku ini di pegadaian, karena ku rasa lebih aman di sini.

"Ibu di mana, Pak? Kok nggak ada?"

"Ibu mu sedang ke pasar, tadi berangkat sama Vino," jawab Bapak.

"Loh, Mas Vino pulang?"

"Iya, kemarin malam dia baru sampai."

"Kok nggak bilang-bilang sih?" ucapku merajuk.

"Memang Vino itu sebenarnya mau ngasih kejutan ke kamu katanya."

Mas Vino adalah kakak angkatku, dia berusia tiga tahun diatasku, sama dengan Mas Bambang. Saat ini dia belum menikah, dan bekerja di sebuah perusahaan asing di Papua. Sudah sekitar dua tahun ini dia tak pulang, tentu aku kangen sekali dengannya.

"Ya sudah, Pak. Vivin pulang dulu ya."

"Loh kamu nggak nunggu ibumu dan Vino?"

"Nggak ah, besok saja aku ke sini lagi."

Aku pun segera melajukan motorku menuju dealer, bairlah besok saja aku ketemu dengan Mas Vino, karena hari ini ada sesuatu yang lebih penting.

Aku memilih menuju ke dealer mobil dengan logo huruf H, dan tentu saja pilihanku jatuh pada si cantik Jazzy.

"Aku mau beli yang ini, Mbak. Cash. Berapa harganya?" tanyaku pada seorang SPG di dealer itu.

"Mau yang ini? Yakin mau cash?" jawabnya dengan raut wajah jutek.

Aku tahu dia pasti meremehkanku, karena penampilanku yang amat sederana, atau yang di sebut gadis tengil itu  seperti pembantu.

"Iya, katakan saja berapa harganya? Dan akan segera ku transfer uangnya!"

"Ini harganya 298.500.000 loh!" 

"Oh, cuman segitu ya. Ya sudah aku minta nomer rekeningnya, biar di transfer suamiku," jawabku tenang.

Kemudian dia pun mengajakku duduk di sofa dan memberikan nomer  rekeningnya. Segera ku kirim chat pada Mas Bambang.

[Mas, ini mobilnya seharga tiga ratus juta rupiah. Cepet kamu kirim uangnya, habis ini ku kirim nomor rekeningnya.]

Tak sampai lima menit chat balasan dari suamiku itu pun kuterima bersama dengan bukti transfer sukses uang untuk beli mobil itu.

[Sudah ya Dek. Semoga kamu suka dengan mobil pilihanmu itu. Jangan lupa kursus mengemudi mobil lagi, kan kamu kurang lancar menyetirnya.]

[Siap, Mas. Terima kasih banyak ya.]

[Sama-sama, apa sih yang nggak buat kamu. Oh iya, aku mau ngabarin, mungkin aku akan di sini lebih lama, sekitar sepuluh hari atau lebih. Nggak apa-apa kan?]

[Nggak apa-apa lah, Mas. Yang penting kamu tetap jaga kesehatan ya.]

[Terima kasih ya, Dek. Kalau butuh uang lagi, jangan lupa langsung chat ya.]

Semakin lama kamu tak di rumah, itu akan lebih baik Mas. Saat nanti aku sudah menguras semuanya, barulah kamu bisa pulang.

"Uangnya sudah masuk, Bu. Ini nanti mobilnya mau di setir sendiri atau di antar?" ucap SPG itu. 

"Di kirim aja Mbak, nanti kuberi alamat ya," jawabku.

Mobil ini nanti akan ku taruh di rumah orang tuaku, karena memang aku belum berani menyetirnya sendiri. Lalu aku akan minta di ajari lagi oleh Mas Vino, lumayan kan les nyetir gratis.

Setelah memberikan alamat dan mengurus administrasi aku pun pergi dari dealer itu. Tujuanku kini adalah kembali pulang ke rumah. Sejak Mas Bambang tadi bilang bahwa dia akan di luar kota lebih lama lagi, aku jadi punya ide baru lagi. 

Aku akan menggadaikan sertifikat rumah dan semua tanah atas nama Mas Bambang, lalu aku membeli sebuah rumah atas namaku sendiri. Dari pada harus membalik namakan sertifikat itu, pasti akan makan waktu dan juga ribet, mending cari praktisnya aja deh.

Lagian aku juga sudah malas banget tinggal di kompleks ini dengan tetangga-tetangga yang toxic itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status