"Baik," balas Alyana.Alyana menerima berkas itu dari tangan asistennya, lalu berjalan menuju tengah meja panjang dan duduk. Dia mulai membalik lembar demi lembar secara singkat, hingga jemarinya terhenti pada satu nama.Naomi Moran?Orang yang bernama Naomi tidak banyak di Kota Anjelo, apalagi yang bernama belakang Moran. Ditambah lagi, riwayat pendidikannya terlalu cemerlang untuk seseorang dari keluarga biasa. Alyana yakin dia adalah Naomi Moran yang dia kenal.Apakah ini semacam kunjungan diam-diam putri Keluarga Moran? Atau dia punya maksud tersembunyi?Kenapa bisa-bisanya melamar ke tempat ini?"Bu Alyana, boleh kita mulai?" tanya asisten.Suara sang asisten membuyarkan lamunan Alyana.Alyana segera sadar, lalu menjawab pelan. Dia merapikan kembali dokumen di tangannya, menanti peserta pertama memasuki ruangan.Waktu berlalu, lembar-lembar resume berpindah dari satu ke lainnya.Sayangnya, kemampuan para kandidat pagi itu masih jauh dari ekspektasi.Studio ini baru berdiri. Alyan
Di dalam mobil Maybach, Firly duduk di kursi penumpang depan. Dari kursi belakang masih terdengar suara nyaring Evin yang penuh semangat.Firly menoleh ke arah ponsel milik Nathan, lalu berkata, "Kupikir Pak Evin sudah benar-benar lupa padaku. Sudah telepon lama-lama, tapi nggak sekalipun menanyakan kabarku."Firly, Nathan dan Evin saling mengenal sejak kecil. Karakter Firly cenderung tomboi, dia selalu mengikuti mereka ke mana pun mereka pergi. Sampai akhirnya, para tetua Keluarga Haron tidak tahan lagi melihat kelakuannya. Setelah berdiskusi panjang, mereka memutuskan untuk mengirim Firly ke luar negeri demi melanjutkan studi. Waktu berlalu, gadis tomboi itu pun tumbuh menjadi wanita anggun nan dewasa.Setelah lulus kuliah, Firly tidak pulang dan malah memilih menjelajahi dunia. Kini usianya sudah memasuki masa-masa menikah, Keluarga Haron pun khawatir dia tidak kunjung menetap. Oleh karena itu, mereka mendesaknya untuk pulang, mencari pekerjaan, dan tinggal sementara demi menemani
"Hmm."Alyana hanya menggumam pelan tanpa nada sama sekali.Cecilia bisa merasakan sikap dingin Alyana. Raut wajahnya tetap tersenyum dengan paksa meski hatinya agak kesal. "Kalau ada waktu, aku traktir kopi, ya? Sekalian biar Abel bisa minta maaf langsung padamu.""Nggak perlu."Alyana langsung menolak. "Nona Abel masih muda, gampang dipengaruhi dan cenderung impulsif. Aku nggak akan mempermasalahkan kejadian malam ini. Kalian juga nggak usah repot-repot minta maaf.""Nona Cecilia, lebih baik kamu urus hidupmu sendiri. Itu jauh lebih penting daripada memikirkan aku."Suaminya sendiri sudah punya anak dari wanita lain, tetapi masih sibuk mengadu domba temannya untuk menyerang orang.Alyana tak punya banyak hal untuk dikatakan pada Cecilia yang terlalu dikuasai cinta.Bagaimanapun, setiap orang harus bertanggung jawab akibat dari pilihannya sendiri.Pada akhirnya, Alyana menolak kepura-puraan itu. Dia berpamitan pada Nanik dan yang lain, lalu pergi dari vila Keluarga Hyonda.Nanik menat
Tak lama kemudian, si pelayan menyerahkan bros itu ke tangan Nanik.Mungkin karena raut wajah Nanik tampak terlalu serius, semua orang di ruangan itu tak berani bersuara."Nona Alyana."Nanik tampak sangat tersentuh. Tangannya yang memegang bros itu pun bergetar. "Ini bros milik putri kerajaan dari Negara Yero?""Ya."Alyana mengangguk. "Tahun lalu, aku diundang untuk memotret keluarga kerajaan. Putri sangat menyukai hasilnya, jadi selain membayarku, beliau juga menghadiahkan bros ini.""Menurutku, cuma orang yang benar-benar terhormat yang pantas memilikinya. Makanya selama ini kusimpan baik-baik. Hari ini aku khusus bawakan untukmu, sebagai bentuk penghormatanku.""Aku cuma nggak menyangka ...."Tatapan Alyana melirik ke arah Abel. "Nona Abel sepertinya nggak terlalu menghargai hadiah ini."Pemberian dari putri kerajaan ... Siapa yang berani meremehkannya?Para tamu langsung saling berbisik, "Nona Abel itu nggak tahu diri ya, ngomong sembarangan begitu.""Itu hadiah yang nggak bisa d
Evin bisa merasakan kalau sejak Alyana pulang ke tanah air, Nathan jadi jauh lebih tidak sabaran.Wajar saja, bagi Alyana, mereka baru saja bertemu lagi, semuanya bisa dijalani pelan-pelan.Namun, bagi Nathan, dia sudah menunggu tiga tahun. Tiga tahun penuh, sampai-sampai kesabarannya hampir habis.Kalau sekarang tidak ambil langkah besar, kapan lagi?Dengan pemikiran ini, Evin nyaris tertawa, tetapi buru-buru batuk kecil buat menutupinya.Lampu ruangan menyala, Nanik mulai membagikan kue.Harison datang terlambat. Begitu sampai di dekat Cecilia, dia membungkuk sedikit dan bicara lirih, "Perutku agak nggak enak, jadi kelewat bagian serunya."Cecilia refleks menyentuh perutnya. Dia bertanya dengan nada penuh perhatian, "Mau pulang dulu?""Nggak perlu. Nanti juga baikan. Kamu lanjut ngobrol saja sama Abel." Harison sangat pengertian.Cecilia terkekeh. "Kamu tuh, jangan cuma memikirkanku.""Kamu itu istriku. Sudah semestinya aku memikirkanmu.""Ih, manis banget!"Abel yang berdiri tidak j
"Jangan asal bicara, bisa nggak?""Ini bukan urusan Kakek Rekasa. Ini cuma … Sekarang situasinya sudah beda. Status kita juga nggak sama seperti dulu. Masalah anak ini susah banget buat diselesaikan.""Alin, percaya sama aku. Aku nggak akan lagi meninggalkan kalian seperti dulu. Kasih aku waktu, biar aku pikirkan caranya. Oke?"Harison berusaha sekuat tenaga menenangkan Alina, takut kalau Alina marah dan langsung mengadu ke Rekasa.Kalau sampai itu terjadi, jangankan Rekasa, bahkan Cecilia pun bisa langsung pingsan di tempat.Keluarga Gandhi akan benar-benar kacau balau.Setelah dengar janji Harison, Alina kembali bersikap manja. Dia berkata dengan nada manis, "Oke, aku percaya."Angin sore berembus. Suasana di dalam ruang kaca makin terdengar intim dan menggoda.Saat Alyana balik badan, bersiap untuk pergi, ekspresinya setenang malam tanpa bintang, dingin, dan kelam.Begitu masuk ke dalam rumah, hawa dingin di tubuhnya perlahan menghilang dan pikirannya mulai jernih.Sekarang, Rekasa