Share

Bab 5

Author: Sahira
Setelah keluar dari hotel, seorang pemuda bergegas keluar dan menghampiri Alyana dengan penuh semangat. "Kak, Kakak tangguh banget! Padahal di sana ada begitu banyak orang, tapi Kakak benar-benar nggak peduli dengan citra Keluarga Gandhi ataupun Keluarga Imano!"

"Kak, kalau menurutku sih, harusnya Kakak tampar saja si pasangan bajingan itu masing-masing sekali ...."

"Kamu siapa?"

Alyana merasa agak tercengang. Sepertinya pemuda satu ini tidak asing?

"Aku ...."

Pemuda itu pun menggaruk kepalanya dengan canggung. "Seminggu yang lalu, aku lagi nyetir dan nggak sengaja menabrak bagian belakang taksi yang Kakak tumpangi."

"Oh ...."

Alyana balas menanggapi dengan malas, dia tidak berniat membahas insiden itu lagi.

"Kakak, kamu ...."

"Andre."

Andreas Moran sontak terdiam begitu mendengar nada memperingatkan dalam suara Nathan. Dia hanya menatap Alyana dengan bersemangat.

Bergaul dalam lingkungan orang kaya membuat Andreas sudah sering melihat para orang dewasa yang munafik, jadi dia menganggap Alyana sangat menarik karena jarang sekali melihat tipe pejuang yang tidak kenal takut seperti Alyana.

Apalagi karena pamannya yang biasanya tidak pernah ikut campur dalam urusan orang lain itu malah berinisiatif membantu Alyana. Benar-benar ajaib!

"Terima kasih buat yang tadi," kata Alyana sambil menatap Nathan.

"Santai saja."

Ekspresi Nathan tampak biasa saja, paling hanya ada sekelebat kesan gugup. "Kamu mau ke mana? Biar kuantar."

"Nggak usah, aku naik taksi saja."

"Aduh, naik taksi apanya!"

Andreas pun mendorong Alyana ke tempat parkir sambil berkata, "Kalau mau berbuat baik, ya harus sampai tuntas! Lagian, mana ada taksi yang senyaman mobil Maybach milik pamanku?"

"Waktu terakhir kali di rumah sakit, Kakak kabur begitu saja dan nggak memberiku kesempatan untuk menebus kesalahanku. Jadi, kali ini biar kuantar Kakak mau ke mana. Anggap saja sebagai ganti rugi dariku."

Andreas mengantar Alyana ke kursi belakang Maybach sambil berkata dengan senyuman jenaka, "Tolonglah berikan aku kesempatan, Kak."

Alyana hanya bisa pasrah. Tenaganya sudah habis dia gunakan untuk meninggalkan segalanya barusan.

Itu sebabnya saat sekarang bisa duduk, sakit kepalanya terasa menghujam.

Alyana memberikan alamatnya dan mengucapkan terima kasih, lalu bersandar di jendela mobil dan memejamkan mata. Dia tidak ingin ada orang lain yang menyadari kondisinya.

...

Sementara itu, suasana di ruang tunggu Keluarga Gandhi dan Keluarga Imano terasa begitu suram.

Rekasa duduk tegak di kursi utama dengan ekspresi yang sangat tidak enak dilihat.

Tadi, dia tidak turun tangan karena merasa sangat malu. Sekarang, melihat Harison membuatnya merasa makin marah.

Dia pun membanting secangkir teh ke kaki Harison dengan murka. "Dasar keparat! Kamu ngapain sampai Alya terpaksa bersikap begini, hah!"

"Aku nggak ...." Harison menundukkan kepalanya, dia merasa sedikit bersalah. "Ini semua salah paham gara-gara aku yang nggak menjelaskannya pada Alya."

"Salah paham?"

Rekasa mencibir dengan tidak senang, lalu melirik Alina. Auranya yang mengintimidasi sontak membuat Alina ketakutan, dia mengerutkan lehernya dan separuh tubuhnya bersembunyi di belakang Imelda.

Harison sontak menyadari sesuatu dan buru-buru menjelaskan, "Ini nggak ada hubungannya dengan Alin. Alya saja yang berpikir macam-macam dan asal membuat dugaan, makanya ...."

"Kamu tahu betul kalian berdua salah atau nggak."

Rekasa menyela penjelasan Harison dengan kasar, ekspresinya makin tidak enak dilihat. "Kalau saja tadi kamu sedikit lebih membela Alya, dia nggak mungkin pergi begitu saja!"

"Harison, selama ini Kakek menganggapmu sebagai yang paling bisa berpikir jernih di antara semua anak dan cucu Kakek. Kakek benar-benar kecewa dengan sikapmu hari ini."

"Tuan Besar Rekasa, kejadian hari ini bukan salah Harison."

Royan menimpali dengan hati-hati, "Ini semua salah kami yang gagal mendidik Alya, makanya dia malah membuat malu seperti tadi. Nanti kami pasti akan mengajarinya baik-baik."

"Yang harus kalian ajar itu orang lain."

Rekasa sudah lama tahu tentang sikap Keluarga Imano yang mengabaikan Alyana. Hanya saja, dia tidak menyangka ternyata mereka sebegitu pilih kasihnya dengan Alyana.

Rekasa kembali teringat saat Royan menampar Alyana, dia jadi merasa begitu sedih. Dia pun berujar dengan agak dingin, "Kalau kamu adalah seorang ayah yang tahu batasan, kamu nggak akan menamparnya di hadapan orang banyak."

"Menurutku, kamu juga perlu introspeksi diri dan pikirkan baik-baik siapa yang sebenarnya adalah anggota Keluarga Imano."

Maksud ucapan ini adalah Rekasa sedang membantu Alyana, juga mengingatkan Keluarga Imano bahwa Alyana adalah putri kandung mereka yang sebenarnya.

Ekspresi para anggota Keluarga Imano langsung menjadi malu, mereka paham betul maksud Rekasa.

Rekasa akhirnya bangkit berdiri sambil memegang tongkatnya, lalu berjalan menuju Harison dan berujar dengan tegas, "Kalau kamu gagal membujuk Alya untuk kembali, sekalian saja kamu juga nggak usah kembali ke Keluarga Gandhi."

"Cuma Alya yang Kakek akui sebagai cucu menantu Kakek."

Rekasa berhenti bicara sebentar, lalu melanjutkan dengan nada serius, "Kekacauan yang kamu sebabkan sudah melibatkan Keluarga Moran. Kamu harus tangani masalah ini dengan hati-hati, jangan sampai mereka yang turun tangan. Kita nggak boleh mencari masalah dengan mereka."

"Ya, Kakek, aku paham," kata Harison sambil mengangguk.

Rekasa pun pergi dan barulah suasana di dalam ruang tunggu itu menjadi lebih rileks.

Tidak lama kemudian, terdengarlah isak pelan Alina.

Imelda langsung berbalik badan dan memeluk Alina dengan sayang. "Kenapa menangis, anakku sayang? Ini nggak ada hubungannya denganmu kok, semua ini salah kakakmu yang seenaknya."

"Ini semua gara-gara Alyana yang pecundang dan nggak sadar diri itu! Kita lihat bagaimana dia bertahan hidup ke depannya setelah kekacauan yang dia buat hari ini!"

Arifin menimpali dengan sangat kesal, "Dia bahkan memfitnah Alin! Kurasa dia itu sudah gila! Bikin malu kita saja punya anggota keluarga kayak gitu."

"Kak Arifin jangan bilang gitu soal Kak Alyana ..." sahut Alina sambil menangis. "Ini semua salahku ...."

"Nggak, Arifin benar."

Harison angkat bicara dengan dingin.

Setelah dipermalukan hari ini, tetap saja Harison akan menjadi bahan tertawaan di lingkaran sosial sekalipun Alyana kembali padanya.

Ini semua memang salah Alyana.

Padahal Alyana bisa menjadi istri sah Harison apabila Alyana bersedia untuk bertunangan hari ini dengan patuh. Sekarang, Harison ingin melihat bagaimana Alyana akan membereskan akibat dari kekacauan hari ini.

"Kalian pulang saja dulu," kata Harison sambil mengambil kunci mobilnya. "Aku mau mencari Alya."

"Kak Harison."

Alina buru-buru mengejar dan meraih lengan Harison. "Biar kutemani. Aku saja yang jelaskan semuanya pada Kakak. Aku nggak tega membiarkan Kak Harison menanggung semua ini sendirian."

Harison tidak bisa menolak saat melihat mata Alina yang berkaca-kaca.

Setelah terdiam sesaat, Harison pun menghela napas. "Seandainya saja Alya bisa seperhatian dan sebijaksana kamu."

...

Saat Alyana terbangun, ternyata dia masih berada di dalam mobil Maybach Nathan. Dia juga samar-samar merasakan sedang ditatap seseorang.

Alyana pun mengusap matanya, lalu mengedarkan pandangannya. Nathan yang duduk di seberangnya sedang menatap pemandangan malam di luar jendela. Sinar cahaya dan bayangan yang berpadu membuat garis wajah Nathan terlihat seperti goresan lukisan.

Nathan benar-benar tampan, bahkan jauh lebih tampan daripada foto-fotonya di majalah keuangan yang sudah disunting.

Tentu saja Alyana sudah sering membaca tentang Nathan di berbagai pemberitaan setelah selama ini selalu menjadi pendukung Harison dari balik layar.

Alyana sangat mengagumi kecerdasan dan kelihaian Nathan. Alyana juga berharap bisa bertemu pria itu suatu saat nanti untuk belajar satu dua hal dari Nathan.

Namun ... Alyana sama sekali tidak menyangka akan bertemu Nathan dengan cara seperti ini.

Saking serunya melamun, Alyana sampai tidak mengalihkan pandangannya saat Nathan menatapnya. Dia justru balas menatap pria itu dengan terang-terangan.

"Kenapa tadi Tuan Nathan membantuku?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 300

    Di dalam ruang pameran, Alyana kini dikepung media dan jurnalis, dikelilingi lapisan demi lapisan manusia yang membuatnya tidak lagi terlihat dari luar.Orang-orang berdesakan, dan suara percakapan terdengar di mana-mana.Di tengah keramaian itu, Harison berdiri mematung, seolah jiwanya menguap dari tubuhnya. Tatapannya terpaku ke arah pusat ruangan, ke tempat Alyana berdiri."Harison, itu benar-benar ...."Cecilia menoleh, dan pandangannya bertemu dengan mata Harison yang bergemuruh dengan emosi yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.Sudah lebih dari dua tahun menikah, dan dia selalu tahu bahwa di hati Harison masih ada ruang untuk Alyana.Namun, dia mengira Alyana telah tiada, hanyalah sosok dari masa lalu. Meskipun masih menempati sudut kecil di hati Harison, itu tidak akan mengancam pernikahan mereka.Sekarang keadaan berubah. Alyana masih hidup, dan jauh lebih cantik lebih memesona dibandingkan tiga tahun lalu.Seketika, rasa cemas yang tajam menyelinap masuk, membuat Cecilia mer

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 299

    [Hargai sedikit perasaan Alyana, nggak usah ungkit-ungkit Keluarga Imano yang bikin sial itu di hari kembalinya Alyana.][ ... ]Perlahan, komentar-komentar yang menyambut kembalinya Alyana memenuhi dunia maya.Pada saat yang sama, kabar yang sama tersebar juga di luar galeri seni. "Begonia itu ternyata Alyana!""Aku sudah lihat beritanya di internet. Sumpah! Ini luar biasa banget! Siapa yang nyangka dia adalah Begonia!""Kalau tahu begini, aku pasti cari cara untuk dapat tiketnya! Kapan lagi bisa nonton drama secara langsung seperti ini!"Mendengar percakapan itu, Alina segera meraih lengan salah satunya dan bertanya, "Kalian sedang ngomongin apa?""Begonia itu Alyana. Kamu tahu ....""Eh? Dia kan adiknya Alyana, yang dulu pernah ketahuan pakai karya kakaknya buat buka pameran fotografi."Mendengar bisikan dari temannya, orang yang menjawab tadi langsung memandang rendah Alina. "Ckckck, jadi kamu si maling itu!""Ckckck!"Teman-temannya ikut mengejek.Menyaksikan apa yang terjadi, Ime

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 298

    Diiringi seruan penuh kegembiraan, suara rana kamera pun berdentang tiada henti.Berbalut gaun bermotif bunga lotus berwarna lembut yang pas di badan, seorang wanita menembus keramaian dengan pengawalan petugas, lalu naik ke tangga melingkar yang berdiri megah di pusat ruang pameran.Dalam hitungan detik, perhatian di ruangan langsung terpaku pada punggungnya. Gaun itu melukis garis tubuhnya dengan anggun, menghadirkan bayangan yang menggoda imajinasi.Sang wanita perlahan membalikkan badan. Wajah mungil yang dirias ringan tersenyum lembut, memancarkan pesona yang tidak dapat disandingkan.Suasana di bawah seketika menjadi gaduh."Dia ... bukankah dia Alyana?""Bukankah dia sudah meninggal? Aku sedang bermimpi? Siang-siang begini masa ada hantu?"" ... "Di antara semua orang, ekspresi rombongan Helen paling mencolok.Bahkan, wajah Helen tampak sangat pucat. "Astaga, apa yang terjadi? Aku ... lihat hantu?""Mana ada hantu di dunia ini ...." Elvira berbicara sambil menoleh ke arah tangg

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 297

    "Nggak juga, itu namanya membela diri."Nathan melangkah mendekati Alyana, matanya menyapu sosok Alyana dari atas ke bawah dengan tenang. "Kamu belum selesai siap-siap?""Belum."Alyana memandang ke arah ruang pamer. "Aku sedang berpikir, harus muncul dengan cara apa tanpa membuat semua orang ketakutan. Bagaimanapun, kemunculanku ini ... bisa dianggap bangkit dari kubur."Mendengar Alyana masih sempat bercanda di kalimat terakhir, Nathan pun tahu bahwa kekhawatirannya memang berlebihan.Wanita di hadapannya ini sama sekali tidak tampak gugup."Tapi, mau bagaimanapun juga, aku memang sudah kembali."Saat berbicara, sorot mata Alyana semakin berbinar, disertai rasa lega yang menyiratkan selamat dari bahaya. "Aku kembali hidup-hidup."...Seiring berjalannya waktu, suara-suara diskusi tentang Begonia di dalam ruang pameran semakin ramai."Kudengar dia masih muda, dan orang asli Kota Anjelo. Katanya pameran terakhir ini memang sengaja dijadwalkan di sini karena dia berniat menetap.""Seriu

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 296

    Di saat yang sama, Alyana baru keluar dari toilet ketika tiba-tiba bahunya dicekal."Alyana, kamu ngapain di sini?"Begitu mendengar suara Arifin, Alyana merasa hatinya seperti tenggelam. 'Area ini hanya bisa diakses oleh tim inti, kenapa Arifin bisa menyelinap masuk?'"Kamu bisu sekarang? Di pemakaman kemarin kamu cukup cerewet, 'kan?"Arifin menarik Alyana ke belakang, mendorong tubuhnya ke dinding dan menatap tajam dari atas ke bawah. "Gimana kamu menyelinap masuk? Jangan-jangan kamu kerja serabutan di pameran ini?"Ekspresi Alyana tampak dingin. "Hanya staf resmi yang boleh masuk area ini. Kamu sebaiknya pergi sekarang juga.""Oh?"Arifin mengangkat alisnya. "Jadi kamu memang kerja di sini? Tiga tahun pura-pura mati, ujung-ujungnya balik lagi ke Kota Anjelo. Kamu masih berharap diterima lagi ke Keluarga Imano, ya?""Gimana kalau aku rekam kondisimu sekarang, buat dapat simpati dari Ayah dan Ibu? Siapa tahu mereka luluh dan ajak kamu pulang lagi ...."Sambil bicara, Arifin mengeluar

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 295

    Sejak awal, kedatangan Helen ke pameran ini memang bukan demi menikmati karya seni.Sambil berjalan, dia terus mencari celah untuk menggiring percakapan ke arah yang diinginkan. "Nathan, lihat deh keluarga di foto ini, harmonis dan bahagia ....""Andai suatu hari kamu juga menikah dan memberiku seorang cucu gemuk, aku pasti akan tersenyum lebih cerah dari wanita di foto ini."Melihat raut wajah Helen penuh harapan itu, Elvira agak tidak tega. Dia segera berbisik pelan, "Nenek Helen, itu bukan foto keluarga ...."Di sisi lain, Andreas tertawa dan berkata, "Nenek Helen, pria dan wanita itu guru, dua anak kecilnya murid. Kalau Nenek mau pakai pameran fotografi buat ungkit soal pernikahan, ya minimal riset dulu, 'kan?"Helen langsung merasa malu, buru-buru membaca ulang deskripsi karya.Nathan sudah lama menangkap maksud tersembunyi di balik kata-kata Helen, tetapi tetap tidak banyak bicara. Saat ini, dia hendak melangkah pergi.Helen dengan cepat menahan lengan jasnya. "Nathan, karena sud

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status