Share

Bab 6

Author: Sahira
"Karena melihat kamu membela apa yang benar dengan berani."

"Aku langsung mengenali Kakak begitu melihat Kakak," sela Andreas sambil mengemudi. "Jadi, aku memberi tahu pamanku dan dia berinisiatif membantu Kakak. Pamanku itu paling nggak suka berutang pada orang lain."

"Ya, 'kan, Paman?"

Nathan hanya diam.

Andreas pikir tebakannya benar, dia pun mengangkat alisnya dengan bangga. "Orang bilang yang namanya keberuntungan dan kemalangan itu selalu berdampingan. Akhirnya hari ini aku melihat hal itu terjadi. Ternyata walaupun Kakak malang karena kami tabrak dari belakang, hari ini justru Kakak beruntung karena hal itu!"

"Kamu yang salah karena menyetir ugal-ugalan, tapi kamu masih cari alasan?" tegur Nathan dengan kesal.

Andreas pun terkekeh dengan kikuk. "Aku 'kan cuma mau menghibur kakak satu ini? Setelah mengalami hal seperti tadi, suasana hatinya pasti nggak enak banget, 'kan?"

"Aku nggak apa-apa kok," jawab Alyana sambil tersenyum. "Tapi, ucapanmu memang benar."

Keberuntungan dan kemalangan memang seiring sejalan.

Walaupun Alyana sakit, dia jadi bisa melihat banyak orang dan hal dengan jelas.

Setelah sekian tahun hidup di dunia ini, Alyana justru paling merasa santai di hari ini.

Mulai sekarang, dia bukan lagi tunangan Harison ataupun putri dari Keluarga Imano. Dia adalah dirinya sendiri.

Satu-satunya yang Alyana sayangkan hanyalah sisa hidupnya yang tinggal sebentar lagi.

Alyana pun menarik napas dalam-dalam. Sudahlah, lebih baik dia jalani hari demi harinya saja.

Sesampainya di kaki gedung apartemen, Alyana kembali berterima kasih dengan tulus, "Terima kasih sudah mengantarku pulang. Tabrakan dari belakang itu kecelakaan, lukaku nggak parah kok. Kalian nggak usah khawatir lagi."

Setelah berkata seperti itu, Alyana pun melangkah keluar dari mobil.

Andreas menatap sosok Alyana yang berjalan pergi, lalu menghela napas dengan berat. "Padahal kakak itu terlihat sehat-sehat saja, kok bisa-bisanya mengidap penyakit yang mematikan seperti itu?"

"Paman, apa menurutmu dia bisa mencampakkan segalanya dengan sekejam itu karena dia sebentar lagi akan mati?"

Andreas kembali teringat akan pesta pertunangan tadi, dia pun memukul kemudi dengan kesal. "Dasar mereka semua itu bajingan! Padahal satu keluarga, tapi bisa-bisanya lebih mementingkan citra daripada nyawa orang lain!"

Lama sekali Nathan hanya menatap ke luar jendela mobil dalam diam. Sorot tatapannya tidak terlihat jelas karena tertutup bayangan.

"Paman, apa kita akan benar-benar mengabaikannya?"

Andreas memang dikenal memiliki hati yang hangat. Dia tidak bisa tenang karena merasa sangat prihatin dengan kondisi kesehatan Alyana.

"Dokter bilang tumor otaknya cukup mengkhawatirkan ...."

"Berikan hasil pemeriksaannya padaku."

Nathan menarik kembali pandangannya, lalu bersandar di kursi dan memejamkan matanya. Terlihat jelas dia menolak berkomunikasi lebih jauh.

"Loh, Paman masih peduli?" sahut Andreas dengan kaget. "Ya ampun, matahari pasti terbit dari barat hari ini ...."

"Diamlah."

Nathan menegur dengan suara yang rendah dan kesal.

Andreas langsung menelan ludahnya dan diam. Namun, dia yakin sekali ada yang sangat aneh dari pamannya.

...

Keesokan harinya.

Alyana bangun dengan perasaan segar. Jarang-jarang sekali dia bisa tidur senyenyak ini.

Alyana pun mencuci piring, lalu memakai headphone-nya dan turun ke bawah untuk membeli sarapan. Dia berjalan sambil bersenandung kecil, dia merasa sangat santai.

Tiba-tiba, pundaknya dicengkeram oleh sebuah tangan. Saking kuatnya, Alyana langsung tertarik mundur selangkah dan hampir terjatuh.

Begitu melihat ekspresi marah Harison, Alyana langsung mengernyit. Kemunculan pria itu merusak suasana hatinya yang sedang baik.

"Apa maksudmu sekarang? Kamu pura-pura nggak mendengarku memanggilmu, 'kan?"

Alyana melepas headphone-nya secara perlahan. "Fungsi peredam bising headphone ini bagus banget, gonggongan anjing saja nggak terdengar."

"Kamu ...."

Firasat Harison mengatakan bahwa Alyana sedang menghinanya, tetapi dia menolak percaya wanita yang sedemikian mencintainya akan melakukan hal seperti itu.

Harison kembali teringat tujuan kedatangannya hari ini dan menahan amarahnya, lalu berkata dengan kikuk, "Oh, kamu lagi pakai headphone. Maaf tadi bicaraku kasar, aku kebawa emosi."

"Alya, aku nggak akan mempermasalahkan sikapmu di pesta pertunangan kemarin. Silakan kamu lakukan apa pun yang kamu mau selama itu membuatmu senang. Tapi, tolong jangan mencari ribut denganku, ya?"

Harison berujar sambil hendak memegang tangan Alyana, tetapi Alyana mengelak sehingga genggaman Harison meleset.

Alyana pun melangkah mundur, dia bisa langsung melihat sosok Alina di belakang Harison. "Kita sudah nggak punya hubungan apa pun, Harison."

"Alya, berhentilah terbawa emosi begini," keluh Harison dengan tidak sabar. "Kali ini kamu benar-benar keterlaluan."

"Kak, Kakak Harison mencari Kakak semalaman. Dia khawatir banget sama Kakak ...." Tiba-tiba, Alina melangkah maju dan berujar dengan nada yang terdengar sangat simpatik, "Tega banget Kakak menyiksa Kak Harison begini? Padahal dia sebegitunya suka pada Kakak."

"Oh, jadi kemarin kalian berduaan semalaman?"

Alyana yang menangkap inti dari ucapan Alina pun langsung balik bertanya dengan santai.

Alina sontak menjadi panik. "Aku ... aku cuma bermaksud menemani Kak Harison datang minta maaf pada Kakak. Kak, aku dan Kak Harison nggak punya hubungan apa-apa. Nggak apa-apa kalau Kakak nggak percaya padaku, tapi masa Kakak juga nggak percaya sama Kak Harison?"

"Kalian 'kan sudah sekian tahun saling mengenal, masa Kakak nggak tahu tipe orang seperti apa Kak Harison itu?"

Alina pun menatap Harison dengan mata yang sedikit memerah. "Kemarin, Tuan Nathan sampai menjelek-jelekkan Kak Harison demi membela Kakak ...."

Begitu nama Nathan disebut, ekspresi Harison langsung berubah menjadi lebih serius. Dia bertanya kepada Alyana dengan dingin, "Ke mana kamu kemarin malam sama Nathan? Alyana, kamu pintar juga ya menyembunyikan sesuatu. Sejak kapan bertemu Nathan?"

"Dia bahkan turun tangan membelamu di pesta pertunangan kita. Apa itu bagian dari rencanamu sejak lama? Kamu pasti sengaja merusak pesta pertunangan kita dan menyalahkanku serta Alin supaya orang-orang di luar sana menganggap bahwa akulah yang salah, 'kan?"

Alyana sontak tertawa saking kesalnya.

Seorang Harison tidak mungkin bisa menduga seperti ini. Dia cukup yakin Alina-lah yang mencuci otak Harison dengan praduga seperti ini kemarin malam.

Ketulusannya kepada Harison selama ini ternyata kalah dari dugaan tidak benarnya Alina. Pria itu sekarang malah mencurigai Alyana selingkuh dengan Nathan.

Benar-benar konyol.

"Kenapa kamu ketawa?" tanya Harison, ekspresinya menjadi lebih tidak enak dilihat. "Aku begini karena ini memang buat kebaikanmu sendiri. Kamu masih kembali sekarang, aku juga akan berhenti mencari tahu. Kamu tahu nggak Nathan itu siapa? Kamu nggak boleh sampai mempermainkannya."

"Kamu percaya padanya, 'kan?"

Alyana menunjuk Alina sambil tersenyum mengejek.

Harison sontak tersedak.

Alina buru-buru mengibaskan tangannya. "Kak, aku nggak ...."

"Kalau memang kamu nggak punya niat macam-macam, kamu juga nggak bakalan takut jadi bahan omongan orang di belakang."

Harison pun maju selangkah dan berdiri di depan Alina dengan sigap, terlihat jelas pria itu ingin melindungi Alina.

Alyana mengepalkan tangannya. Dia pasti sudah dipuja-puja karena selama ini selalu menahan diri.

"Baik."

Alyana menarik napas dalam-dalam dan berkata dengan lantang, "Kalau gitu, akan kujelaskan seberapa murninya hubungan kalian."

"Harison, ke mana kamu waktu hari jadi kita tahun lalu? Kamu lagi menghadiri pesta perpisahan Alina."

"Padahal aku sudah lama menyiapkan kejutan. Waktu kutelepon, kamu bilang kamu harus lembur dan saking sibuknya sampai lupa dengan hari jadi kita. Nyatanya? Nggak lama setelah itu aku malah melihatmu di foto-foto yang Alina bagikan di Instagram-nya."

"Terus, waktu kepalaku sakit parah bulan lalu. Aku berusaha mati-matian meneleponmu, tapi nggak bisa. Akhirnya aku dibawa ke rumah sakit dalam kondisi pingsan, tapi kamu juga baru datang keesokan harinya."

"Ke mana kamu malam itu? Kamu lagi menemani Alina yang sedang datang bulan dan butuh ditemani seseorang."

" ... "

Alyana berbicara dengan lugas walaupun hatinya terasa begitu sakit.

Dulu, Harison-lah yang berulang kali meninggalkannya. Sekarang, giliran Alyana.

"Harison, hubungan kita sudah lama berakhir."

"Aku ...."

Suara Harison terdengar serak. Saat dia hendak menjelaskan, tiba-tiba terlihatlah seseorang yang sedang berjalan menghampiri mereka dari kejauhan. Sorot tatapan Harison sontak menjadi sedikit lebih tajam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 102

    Dedaunan yang berguguran di tepi danau tampak suram, angin musim hujan bertiup tajam, menerbangkan poni halus si remaja, memperlihatkan sepasang mata jernih yang serasi dengan langit biru dan awan putih.Di bawah arahan Alyana, Andreas menyelesaikan satu demi satu pose. Pemuda itu makin percaya diri, seluruh tubuhnya seolah-olah memancarkan cahaya.Tanpa terasa, satu jam telah berlalu.Alyana membawa kamera ke meja, bersiap mengimpor foto ke laptop.Orang-orang melihat kamera dan lensa yang tampak baru itu, dan makin tidak yakin di dalam hati. Jangan-jangan dia benar-benar amatiran? Jangan-jangan hari ini sia-sia belaka?"Tuan Muda Andreas, kamu ini bercanda sama kami ya? Cari seorang amatir buat memotret, bisa dapat apa coba?""Ya, kalau dari awal kamu bilang ini cuma main-main, kami nggak bakal capek-capek begini.""...."Selama beberapa waktu, keluhan terdengar dari segala arah.Alyana tidak menggubris mereka dan fokus mengoperasikan laptop.Andreas berjalan ke sampingnya, dengan ga

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 101

    "Kenapa nggak bisa?"Jawaban Nathan sangat cepat, tanpa ragu sedikit pun.Alyana agak terkejut, bahkan Nathan juga memercayainya?Takut Alyana menyadari sesuatu, Nathan menambahkan, "Waktu terakhir aku menemanimu ke pameran fotografi, aku lihat Vita cukup mengagumimu. Sepertinya pandangannya nggak salah.""Itu cuma teori di atas kertas."Alyana tidak menjelaskan lebih lanjut. Dia menyandarkan diri ke sofa sambil menguap dan berkata dengan suara serak, "Sudahlah, aku sudah janji padanya, coba ya coba saja."Melihat dia tampak lesu, Nathan menyarankan, "Kalau ngantuk, bisa tidur di kamar.""Nggak usah, aku cuma mau merem sebentar."Setelah berkata begitu, Alyana memejamkan matanya, dan tak lama kemudian terlelap.Nathan mengambil selimut dan menyelimutinya. Dia berdiri lama di samping sofa, matanya yang indah itu menunduk, bulu mata hitam pekatnya memantulkan bayangan tipis ....Delapan tahun lalu di malam hujan dan badai, gadis itu basah kuyup, hanya bisa menatap kamera kesayangannya ja

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 100

    "Aku mau mengambil foto baru.""Silakan," jawab Alyana singkat.Namun, begitu dia menangkap tatapan penuh antusias dari Andreas, sebuah firasat buruk muncul.Andreas terus menatapnya dalam diam, seakan yakin bahwa dia akan bisa menangkap pesan yang tersirat.Dengan perasaan tidak tenang, Alyana akhirnya berbicara, "Jangan bilang kamu ingin aku yang memotretmu?""Betul sekali!"Andreas langsung tersenyum penuh semangat. "Kak Alya, waktu kamu ke studio bersamaku, aku bisa melihat betapa kamu tertarik dengan fotografi. Sekarang aku memberimu kesempatan ini.""Aku akan jadi model. kamu bebas berimajinasi dan mencoba segala konsep. Gimana?""Nggak gimana-mana."Alyana langsung menolak tanpa berpikir panjang."Kalau benar-benar ingin membalikkan keadaan, pilih fotografer yang lebih berkualitas. Dengan dukungan Keluarga Moran, itu sama sekali bukan masalah.""Itu terlalu membosankan!"Semangat Andreas semakin terpancar, matanya penuh antusiasme. "Kalau hasilnya bagus, orang lain pasti akan bi

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 99

    ...Di sisi lain, Alyana sama sekali tidak mengetahui bahwa Keluarga Imano masih berusaha membawa pulangnya. Saat ini, dia hanya duduk nyaman di sofa, mendengarkan Andreas yang terus-menerus mengeluh."Keterlaluan sekali! Jelas-jelas foto yang mereka ambil buruk sekali! Penjualan menurun, kenapa aku yang disalahkan?""Fotografer itu yang nggak becus! Foto yang dia ambil bahkan nggak bisa menangkap sepersepuluh dari ketampananku! Benar-benar payah!""Aku nggak akan pernah mau bekerja sama lagi dengan majalah yang hanya bisa menyalahkan orang lain seperti ini!"" ... "Andreas terus mengomel tanpa henti hingga tenggorokannya terasa kering. Dia segera meneguk air dalam jumlah besar sebelum menoleh ke Alyana dan bertanya, "Kak Alya, aku benar, 'kan?""Ya, ya, semuanya benar."Alyana hanya menjawab asal, sambil menguap.Rasa lelah terus menghantuinya akhir-akhir ini. Seberapa pun lama dia tidur, tidak ada perasaan segar yang menyertainya. Kemungkinan besar, obat yang dia konsumsi menjadi pe

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 98

    Pada malam itu, Keluarga Imano berkumpul di meja makan.Imelda hanya makan beberapa suap sebelum meletakkan sendoknya dengan pelan. Wajahnya mencerminkan suasana hati yang kelam, menandakan hilangnya nafsu makan.Royan meliriknya, lalu bertanya dengan santai, "Kenapa? Bukankah kamu menghadiri pertemuan hari ini? Kenapa masih nggak senang?""Jangan diungkit lagi."Saat teringat acara tadi, Imelda kembali jengkel. "Kalau aku tahu yang mengadakan acara itu Helen, aku pasti nggak akan datang.""Helen Deris?"Royan meletakkan sendoknya, mengernyit sambil menatap Imelda. "Kenapa dia mengundangmu?" tanyanya."Ayah, jangan tanya lagi." Alina mengingatkan dengan suara pelan."Apa yang terjadi?" Ekspresi Royan berubah serius. "Helen mempermalukan kalian?""Nggak bisa sepenuhnya menyalahkan dia." Imelda menghela napas dengan berat. "Kita sendiri yang kurang teliti dalam mendidik anak. Kalau ada kekurangan, pasti jadi bahan pembicaraan orang.""Royan, tetap saja, aku rasa kita harus membawa Alya p

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 97

    Selain itu, insiden di pameran fotografi telah menjadi berita viral, menyebabkan banyak teman Helen yang bertanya kepadanya tentang kejadian tersebut.Oleh karena itu, dia memutuskan untuk menggunakan kesempatan ini agar dapat menjelaskan semuanya sekaligus tanpa harus mengulang penjelasan berulang kali."Putraku memang terlalu baik hati ...."Nada mengeluh Helen membuat para nyonya seketika tertegun.Apa maksudnya?Alyana mengganggu Nathan? Bahkan tinggal di rumahnya? Sungguh tidak tahu malu!Setelah menangkap maksud yang tersirat, Stella kembali menunjukkan senyuman yang penuh arti dan berkata, "Ternyata begitu. Nyonya Imelda memang pandai mendidik putri-putrinya.""Dengan putri seperti ini, nggak heran Nyonya Imelda bisa dengan mudah hadir di acara kita. Lagi pula, dengan bakat yang dimilikinya, kalaupun nggak jadi besan dengan Keluarga Moran, dia pasti bisa mendapatkan menantu kaya lainnya.""Betul sekali! Kita harus lebih hati-hati dengan ucapan kita. Siapa tahu, suatu hari nanti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status