Share

Bab 7

Penulis: Sahira
"Alin itu adikmu dan aku ini kakak iparnya. Apa salahnya kalau aku menjaganya?"

Harison pun mengalihkan pandangannya dari Alyana menuju Nathan. "Kamu punya hubungan apa dengan Pak Nathan? Kenapa dia mau membantumu?"

Alyana refleks mengikuti arah pandangan Harison dan langsung melihat sosok Nathan yang dibalut dengan setelan jas dan sepatu kulit sedang berjalan di bawah sinar mentari. Aura yang menguar dari tubuh pria itu terasa begitu mengintimidasi, seolah-olah semua orang di bumi ini berada di bawah kakinya.

Pertanyaan Harison itu ditujukan kepada Alyana sekaligus Nathan.

Nathan tidak mengacuhkan rasa permusuhan dari Harison dan langsung berjalan ke samping Alyana. "Apa ada yang bisa kubantu, Nona Alyana?"

Alyana sontak tersadar. "Kok Pak Nathan ...."

"Tabrakan dari belakang itu 'kan menyebabkanmu terluka. Setelah kupikir-pikir lagi, aku baru bisa tenang setelah memastikan kalau lukamu sudah sembuh."

"Terus, Andre memintaku membawakan ini buatmu," lanjut Nathan sambil menyerahkan sarapan kepada Alyana.

Tabrakan dari belakang?

Harison sontak teringat. Alyana memang pernah memberitahunya soal ini pada hari wanita itu meminta pertunangan mereka dibatalkan.

Ternyata selama ini Alyana selalu jujur dan tidak menyembunyikan apa-apa.

Harison pun teringat kembali dengan ucapannya barusan dan dia sontak merasa malu. "Alya, kok kamu nggak kasih tahu aku kalau orang yang menabrak mobilmu waktu itu adalah Pak Nathan?"

Alyana terlalu malas untuk meladeni Harison lebih lama lagi, dia merasa sudah cukup bicara.

Dia pun mengambil sarapan yang Nathan berikan sambil berkata, "Maaf jadi merepotkanmu harus datang langsung ke sini."

Padahal ini belum 24 jam berlalu, tetapi dia lagi-lagi membuat Nathan melihat sesuatu yang memalukan.

Saat ini, Alyana merasa ingin kabur saja secepatnya.

"Harison, semoga lain kali kamu menemuiku lagi sambil membawakan sahamku. Hal lainnya nggak perlu kita bicarakan lagi."

Setelah itu, Alyana menoleh dan mengajak Nathan, "Kalau Pak Nathan lagi luang, aku mau traktir minum kopi."

"Oke." Nathan mengangguk setuju.

Begitu melihat mereka berdua berbalik badan dan berjalan pergi, Harison buru-buru berkata, "Alya, kita nggak akan putus!"

Alina sontak mengernyit, dia pun menatap tajam ke arah punggung Alyana yang berjalan menjauh.

Alina baru melangkah maju setelah sosok Alyana dan Nathan tidak terlihat lagi. Dia pun bertanya dengan lembut, "Kak Harison, apa maksud 'saham' yang tadi Kakak katakan?"

"Alya-lah yang menyediakan modal awal buat perusahaanku. Dia juga ada andil kerja keras untuk perusahaan."

Harison tidak menjelaskan lebih rinci demi menjaga citranya dan berkata dengan tegas, "Dia nggak mungkin rela menyerahkannya."

"Tapi ...." Ekspresi Alina terlihat ragu. "Karena sekarang dia sudah mengenal Pak Nathan, bisa saja dia punya pemikiran lain ...."

"Alin," tegur Harison dengan tidak senang. "Nggak usah berpikiran macam-macam tentang kakakmu."

"Aku ...." Alina pun mengatupkan bibirnya, lalu berujar dengan suara pelan, "Kak Harison, aku cuma mengkhawatirkan kakakku saat ini. Aku takut dia akan melakukan sesuatu yang bodoh."

"Kalau sampai ada apa-apa, bukan cuma dia yang akan rugi. Kepentingan Kak Harison juga terusik."

Melihat Harison yang terdiam dan bimbang, Alina pun menyarankan dengan hati-hati, "'Kan Kakak sendiri yang minta diberi bagian, jadi bagaimana kalau Kak Harison kembalikan saja modal awalnya?"

"Lebih baik selesaikan masalah ini dengan Kakak sekarang. Lagian, aku yakin dengan kemampuan Kak Harison, perusahaan Kak Harison pasti akan menjadi makin maju."

Harison merasa sangat tersanjung dengan kata-kata manis Alina.

Memang benar Alyana sudah banyak membantunya selama ini, tetapi tidak berarti perusahaannya juga akan berhenti berjalan tanpa wanita itu.

Karena sekarang Alyana sendiri yang meminta bagi hasil, mungkin Harison bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk menyelesaikan masalah. Dengan begitu, Alyana tidak berhak ikut campur dalam urusan perusahaan sekalipun suatu saat nanti mereka berbaikan.

Kebetulan sekali, selama ini Harison juga selalu mencari kesempatan untuk membuktikan kepada kakeknya bahwa dia cukup mampu mewarisi bisnis Keluarga Gandhi tanpa perlu bergantung pada Alyana.

Harison pun menatap Alina dengan sorot yang sedikit lebih lembut. "Memang cuma kamu yang memikirkanku, Alin."

"Kak Harison 'kan baik banget denganku, mana mungkin aku tega melihat Kak Harison menderita?" sahut Alina sambil tersenyum dengan manis.

"Ya."

Harison mengiakan dengan singkat, lalu menengadah menatap ke arah gedung apartemen dengan tajam. "Ayo, biar kuantar kamu pulang dulu."

...

Alyana mengajak Nathan kembali ke apartemennya, lalu membuat kopi dan membawanya keluar. Saat itulah dia melihat Nathan yang sedang berdiri di depan jendela ruang tamu yang terbentang dari langit-langit.

Nathan memiliki tinggi tubuh sekitar 190 cm. Setelan jas warna biru gelap yang dia gunakan menonjolkan bahunya yang bidang dan pinggangnya yang ramping. Pembawaannya secara alamiah terlihat elegan dan berwibawa.

Apartemen Alyana yang sederhana ini tampak agak tidak pantas menyambut kehadiran Nathan.

Di saat Alyana sedang merasa malu, tiba-tiba dia malah bertatapan dengan Nathan yang sedang menoleh menghadapnya. Alyana sontak tertegun.

"Kalau kamu tetap di sini, dia akan terus datang mengganggumu."

Alyana pun tersadar dan refleks menjawab, "Apa boleh buat, aku nggak punya tempat tujuan lain."

Nathan terdiam sejenak, lalu berjalan ke arah Alyana. Dia mengambil secangkir kopi dari tangan Alyana dan berkata dengan tenang, "Kamu bisa tinggal di tempatku."

Alyana sontak kebingungan.

"Sehebat apa pun Harison, dia nggak mungkin bisa mengalahkanku."

Nathan menyesap kopinya, lalu melanjutkan, "Kalau kamu memang mau menyingkirkannya, aku bersedia membantumu."

"Eh ...." Alyana sontak menjadi ragu. "Aku nggak mungkin merepotkan Pak Nathan dengan masalah sesepele ini."

Nathan adalah orang yang mengendalikan seluruh kerajaan bisnis Keluarga Moran. Mana mungkin Alyana berani menyeret orang sehebat itu ke dalam masalah ini?

Lagi pula, mereka hanya sekadar kenal. Alyana sudah merasa terhormat dibantu Nathan satu kali. Mana mungkin dia begitu tidak tahu malu?

"Lukaku juga sebenarnya nggak begitu parah."

Alyana pun menyentuh luka di dahinya, tetapi sontak meringis kesakitan karena kurang memperhatikan, "Aduh ...."

Nathan mencengkeram pergelangan tangan Alyana sambil menatap luka di dahi wanita itu, lalu mengernyit. "Kamu nggak ke rumah sakit buat ganti perban?"

Alyana menarik tangannya dan sedikit melangkah mundur. "Nggak, ini 'kan cuma luka kecil. Aku bisa mengobatinya sendiri."

Sikap Alyana yang waspada membuat Nathan sontak menyadari bahwa dia terlalu impulsif. Dia pun berkata, "Maaf."

Setelah itu, Nathan menenggak kopinya sampai habis dan meletakkan cangkirnya di atas meja. "Kuharap kamu akan memikirkan usulanku baik-baik. Kalau ada apa-apa, langsung telepon aku saja."

Setelah itu, Nathan langsung berjalan pergi. Alyana juga tidak mengantar pria itu.

Saat dia membereskan cangkir kopi Nathan, barulah Alyana menyadari ada selembar kartu nama di bawah cangkir itu.

Dia pikir Nathan hanya sekadar bersikap sopan, ternyata pria itu serius.

Si jelmaan dewa dari Keluarga Moran yang terkenal akan ketegasannya dalam bertindak itu ternyata orang yang sangat baik hati dan ringan tangan membantu orang lain?

Alyana mengambil kartu nama itu, lalu mendadak teringat bagaimana Harison berulang kali mengatakan kepadanya seandainya saja dia punya kesempatan bertemu Nathan.

Kartu nama yang Harison impikan itu kini ada di tangan Alyana.

Sebuah pikiran jahat pun melintas dalam benak Alyana. Dia ingin memanfaatkan Nathan untuk membuat Harison benar-benar menyerah. Itu pasti akan menginjak-injak harga diri Harison.

Namun, sesaat kemudian, Alyana menyadari bahwa berurusan dengan orang seperti Nathan hanya akan menyulitkan dirinya sendiri.

Dia pun menggelengkan kepalanya dan melemparkan kartu nama itu ke dalam kotak penyimpanan di sampingnya. Ajal memang akan menjemputnya, tetapi dia juga tidak mau mati terlalu cepat.

Seberapa pendek pun hidupnya, tetap saja Alyana tidak ingin menyia-nyiakannya.

...

Di lantai bawah apartemen, Nathan masuk ke dalam mobil. Pengawalnya, Steven Hamdala, menyerahkan sebuah dokumen kepada Nathan. "Kak Nathan, ini dokumen yang Kak Nathan minta."

"Oke."

Sepanjang perjalanan, Nathan membolak-balikkan halaman dokumen itu. Makin lama, kernyitannya menjadi makin kentara dan hasrat membunuh pun terpancar di sorot tatapannya.

Ternyata seperti inilah kehidupan yang Alyana lalui selama ini!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Elia Aman
penulis luar biasa......... bermurah hatilah,supaya berkah dari karyamu melimpah dgn uang.
goodnovel comment avatar
Elia Aman
pasti tidak bisa di buka. setiap cerita cuma bisa di baca
goodnovel comment avatar
Eni Fatmala
ceritanya seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 355

    'Mengantar sesuatu?'Alyana terkejut, lalu menoleh menatap punggung Deo. 'Jangan-jangan dia itu senior yang dimaksud Bu Vita?'Namun, kenapa dia belum pernah mendengar kalau Deo itu muridnya Vita?Dengan penuh rasa ingin tahu, Alyana mengikuti Deo masuk ke ruang tamu. Begitu melihat tak ada orang lain di sekitar, barulah dia berani bertanya, "Kamu senior itu?""Ya."Deo menyerahkan sebuah gulungan lukisan padanya, ekspresinya tetap datar. "Ini titipan dari Bu Vita. Aku disuruh kasih ke kamu dulu."Beberapa hari lalu, Deo sempat menolak tugas ini."Bu Vita, kamu sendiri juga akan ke sana. Kenapa harus aku yang duluan ke tempatnya?"Dari seberang telepon, Vita hanya tertawa pelan. "Deo, dia baru tiga tahun ikut denganku. Sekarang dia pulang ke tanah air dan mulai dari nol. Dia pasti butuh banyak bantuan.""Sebagai gurunya, aku sudah nggak bisa memberinya banyak. Yang bisa kulakukan cuma membantu mencarikan seseorang di dalam negeri yang bisa bantu dia.""Aku tahu kamu sudah terbiasa send

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 354

    Pada hari peresmian studio, para wartawan dari berbagai media datang lebih awal dari biasanya.Di halaman sudah disiapkan jamuan teh kecil-kecilan, para wartawan berkumpul sambil mengobrol santai."Kira-kira Firly datang nggak, ya?""Mungkin. Bukannya dia baru saja wawancara Nona Alyana? Hari ini Atmara resmi berdiri, pasti dia nggak mau ketinggalan berita besar.""Jangan remehkan Firly cuma karena dia anak orang kaya, dia tuh kerja keras banget. Kalau nggak, mana mungkin dia bisa menang penghargaan berita internasional? Menurutku sih, urusan cinta-cintaan nggak bakal ganggu ambisinya.""Eh, tapi kalian benaran nggak penasaran? Di antara mereka bertiga, siapa sih yang sebenarnya disukai Pak Nathan?"Para wartawan saling pandang dan tersenyum penuh arti.Berita soal studio Begonia yang dibuka di Kota Anjelo memang penting, tetapi kalau bisa sekalian dapat gosip keluarga kaya, itu bonus yang tidak bisa ditolak.Semua datang dengan niat menonton drama, hanya saja tidak ada yang mau terang

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 353

    Jangan-jangan, taktik tarik ulur ini malah jadi bumerang buat dia?…Sejak hari itu, Alyana tak pernah lagi melihat Nathan.Dia tak ingin menguras pikirannya untuk emosi-emosi aneh ini, jadi dia memaksa dirinya tetap sibuk, agar tak sempat memikirkannya.Tak terasa, tinggal tiga hari lagi sebelum studionya resmi dibuka.Alyana menerima telepon dari Vita. Ekspresinya langsung berseri-seri. "Bu, apa Ibu akan datang langsung buat bantu potong pita?""Tentu saja!"Suara Vita terdengar sangat ceria di ujung sana. "Murid paling kubanggakan buka studio sendiri, sesibuk apa pun aku pasti hadir untuk memberi dukungan!""Aku dengar selama kamu pulang ke tanah air buat pameran foto, kamu benar-benar jadi sorotan. Hampir tiap hari viral!""Alya, aku benaran bangga banget. Aku juga merasa beruntung punya murid sehebat kamu. Tuhan benar-benar baik padaku!""Oh ya, aku sudah siapkan hadiah untukmu. Sekarang sedang dikirim, mungkin akan sampai sebelum aku tiba."Alyana merasa tersanjung. "Bu, Ibu mau

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 352

    "Kenapa kamu masih bengong? Tuan Muda Devon mau pergi tuh!"Imelda melangkah maju sambil menarik lengan Alina, tetapi Alina menepisnya dengan keras.Tak seperti biasanya, Alina menatap ibunya dengan dingin. "Kalau dia mau pergi, biarkan saja. Kenapa harus aku yang disuruh minta maaf?""Yang menyakiti Devon itu Alyana. Kenapa aku yang harus bereskan masalahnya? Kenapa kalian nggak cari dia saja dan suruh dia minta maaf langsung ke Devon!"Imelda tertegun. "Alin, kenapa kamu ....""Ibu, Alin nggak salah kok."Arifin mendekat dan membantu Alina berdiri. "Yang buat masalah itu Alyana, tapi kita yang kena imbas. Jadi, ya seharusnya dia yang disuruh tanggung jawab.""Tapi ...."Imelda tampak ragu. "Dia saja nggak mau ketemu kita, apalagi mendengarkan omongan kita.""Ibu nggak dengar kata-kata Tuan Muda Devon tadi?" Arifin menaikkan alisnya. "Dia bukan minta kita suruh Alyana minta maaf, tapi suruh kita kasih pelajaran ke dia.""Asal kita lakukan sesuai maunya dia, Tuan Muda Devon pasti nggak

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 351

    "Jangan cuma lihat dia yang dingin. Dia itu sebenarnya baik hati. Kami sudah berteman sejak kecil dan semuanya pernah merasakan kebaikannya. Dia selalu baik ke orang-orang di sekitarnya.""Nona Alyana, kamu juga sudah cukup lama kenal Kak Nathan, pasti tahu juga, 'kan?"Firly menatap Alyana dengan tulus, bibirnya tersungging senyum tipis yang terlihat polos dan tanpa maksud tersembunyi.Kalimat-kalimat ini terdengar masuk akal, tak ada yang bisa dipermasalahkan.Namun, Alyana tetap menangkap maksud yang lebih dalam.Firly tahu Rekasa masuk panti jompo karena rencana mereka berdua, jadi menyebut soal pertemanan beda usia itu untuk menekankan bahwa Nathan hanya melakukannya karena hubungan itu.Lalu, dia menyinggung soal Nathan yang dingin di luar, tapi hangat di dalam. Nathan sangat baik ke semua temannya, jelas-jelas ingin mengingatkan Alyana bahwa dia bukanlah orang yang spesial.Baru sekarang Alyana sadar, Firly menganggapnya sebagai pesaing.Namun, karena lawannya tidak bicara langs

  • Kamulah Jodohku, Alyana!   Bab 350

    Setelah wawancara sebelumnya, suara itu sudah sangat familier bagi Alyana. Dia pun mengerutkan kening. Kenapa Firly ada di sini juga?Tak lama, Firly berjalan mendekat dengan tangan menyilang di dada, pura-pura terlihat antusias sambil menatap Devon. "Kamu pasti Tuan Muda Devon, 'kan? Hai, aku Firly, sekarang kerja sebagai reporter.""Aku dengar belakangan ini kamu kena skandal cinta. Ini berita panas. Boleh nggak bocorkan sedikit biar nanti bisa aku bagi ke rekan-rekanku.""Diam!"Devon sontak berdiri. Dia tampak agak waspada karena tahu latar belakang Firly di Keluarga Haron. Dia hanya bisa menggertakkan gigi. "Nona Firly, tolong jangan ikut campur urusan ini.""Lho, kok dibilang ikut campur? Mengumpulkan bahan berita itu pekerjaanku tahu!" balas Firly sambil mengeluarkan ponsel, lalu mengarahkan kamera ke Devon."Oh ya, tadi waktu kamu berlutut minta maaf aku belum sempat rekam. Bagaimana kalau kamu ulangi lagi sekarang, biar bisa aku dokumentasikan?""Nanti aku bantu buatkan artike

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status