"Aku mau mengambil foto baru.""Silakan," jawab Alyana singkat.Namun, begitu dia menangkap tatapan penuh antusias dari Andreas, sebuah firasat buruk muncul.Andreas terus menatapnya dalam diam, seakan yakin bahwa dia akan bisa menangkap pesan yang tersirat.Dengan perasaan tidak tenang, Alyana akhirnya berbicara, "Jangan bilang kamu ingin aku yang memotretmu?""Betul sekali!"Andreas langsung tersenyum penuh semangat. "Kak Alya, waktu kamu ke studio bersamaku, aku bisa melihat betapa kamu tertarik dengan fotografi. Sekarang aku memberimu kesempatan ini.""Aku akan jadi model. kamu bebas berimajinasi dan mencoba segala konsep. Gimana?""Nggak gimana-mana."Alyana langsung menolak tanpa berpikir panjang."Kalau benar-benar ingin membalikkan keadaan, pilih fotografer yang lebih berkualitas. Dengan dukungan Keluarga Moran, itu sama sekali bukan masalah.""Itu terlalu membosankan!"Semangat Andreas semakin terpancar, matanya penuh antusiasme. "Kalau hasilnya bagus, orang lain pasti akan bi
"Tumor otakmu berkembang dengan sangat cepat, lokasinya juga cukup sulit. Tingkat keberhasilan operasinya sangat rendah ....""Kalau kamu nggak mau dioperasi, kemungkinan besar umurmu nggak sampai setahun."Ucapan si dokter terngiang lama di telinga Alyana Imano.Dia pun berjalan keluar rumah sakit dengan linglung. Saat masuk ke dalam taksi, hasil pemeriksaan yang dia bawa sudah lecek.Alyana akhirnya tersadar dari lamunannya, dia harus memberitahukan kabar ini kepada tunangannya, Harison Gandhi.Alyana mengeluarkan ponselnya, jemarinya menyentuh layar dengan gemetar. Dia akhirnya memutuskan untuk mengirimkan pesan."Harison, hari ini pulanglah lebih cepat. Ada yang ingin kubicarakan."Tiba-tiba, terdengarlah bunyi tabrakan yang kencang dan mobil pun berguncang.Tubuh Alyana sontak terdorong ke depan dengan kuat, kepalanya membentur kursi dan pandangannya menggelap di tengah rasa sakit yang menghujamnya.Tidak lama kemudian, terdengarlah suara bising dari segala arah.Belum sempat Alya
Satu jam kemudian, Harison pulang dengan tergesa-gesa, lalu bertanya dengan tegas, "Apa-apaan kamu, Alyana?"Setelah itu, barulah pandangan Harison tertuju pada kepala Alyana."Kamu terluka?" tanya Harison dengan agak kaget."Ya."Alyana balas menatap Harison dengan tenang. "Kemarin aku ke rumah sakit karena ditabrak dari belakang."Sebersit rasa bersalah pun berkilat dalam sorot tatapan Harison, dia buru-buru duduk di sebelah Alyana. "Apa lukamu serius? Apa ini yang ingin kamu katakan padaku kemarin?""Cuma luka kecil."Alyana pun menjauh dengan tenang, lalu berkata, "Aku serius mau membatalkan pertunangan. Aku juga mau mengambil kembali saham perusahaan yang menjadi bagianku ...."Orang luar mungkin tidak tahu, tetapi tidak dengan Harison.Karena Harison adalah anak haram, dia pun dipandang rendah oleh Keluarga Gandhi. Selama ini, bisnis Harison bisa berjalan dengan sukses berkat modal awal dan dukungan di balik layar yang Alyana berikan.Demi membantu Harison membangun citra sebagai
Sesuai rencana, pesta pertunangan pun tiba.Rekasa Gandhi, kakeknya Harison, sangat menyukai Alyana. Itu sebabnya dia sengaja mengadakan pesta pertunangan secara megah, serta mengundang teman-temannya dari berbagai kalangan keluarga kaya raya.Kilau perhiasan, serta suara tawa yang gembira memenuhi aula pesta.Harison berdiri di pintu sambil tersenyum menyambut para tamu yang datang, tetapi di dalam hati merasa cemas.Sebentar lagi acaranya akan dimulai, tetapi kenapa Alyana belum datang juga?Rekasa pun menghampiri cucunya, lalu bertanya dengan ekspresi serius, "Kamu bertengkar lagi sama Alya?""Nggak, Kakek," bantah Harison dengan cepat. "Kakek jangan asal menebak dong.""Semoga beneran nggak, ya," kata Rekasa sambil memelototi Harison dengan kesal. "Alya adalah cucu menantu yang Kakek pilih. Kalau sampai pesta pertunangan hari ini kenapa-kenapa, kamu nggak boleh pulang ke rumah Keluarga Gandhi!""Tenang saja, Kakek, pasti nggak akan kenapa-kenapa."Di saat mereka berdua sedang mengo
"Wah, nggak kusangka, ya! Ternyata dia tokoh utama dalam pesta pertunangan ini!"Pemuda itu menatap panggung dengan sorot kaget sekaligus berbinar gembira. "Wah, dia hebat sekali! Padahal Keluarga Gandhi sengaja mengadakan pesta besar begini, tapi dia malah menghancurkannya begitu saja!""Paman, untung kita datang ke pesta pertunangan hari ini!"Saking gembiranya, pemuda itu sampai tidak menyadari sorot tatapan Nathan yang tertuju pada Alyana. Ada semacam perasaan misterius yang berkilat dalam pandangannya dan tidak terlihat karena tidak terkena pancaran cahaya.Sementara itu, Harison yang berada di atas panggung pun bergegas menghampiri Alyana sambil tersenyum dengan kikuk. Dia memeluk Alyana dengan paksa sambil berkata, "Mohon maaf, Alya cuma bercanda. Dia bilang begitu demi menghidupkan suasana.""Ya 'kan, Alya?"Harison bertanya sambil setengah menggertakkan giginya, nada suaranya terdengar sangat mengancam."Aku nggak bercanda," jawab Alyana dengan tegas, ekspresinya tetap terliha
Setelah keluar dari hotel, seorang pemuda bergegas keluar dan menghampiri Alyana dengan penuh semangat. "Kak, Kakak tangguh banget! Padahal di sana ada begitu banyak orang, tapi Kakak benar-benar nggak peduli dengan citra Keluarga Gandhi ataupun Keluarga Imano!""Kak, kalau menurutku sih, harusnya Kakak tampar saja si pasangan bajingan itu masing-masing sekali ....""Kamu siapa?"Alyana merasa agak tercengang. Sepertinya pemuda satu ini tidak asing?"Aku ...."Pemuda itu pun menggaruk kepalanya dengan canggung. "Seminggu yang lalu, aku lagi nyetir dan nggak sengaja menabrak bagian belakang taksi yang Kakak tumpangi.""Oh ...."Alyana balas menanggapi dengan malas, dia tidak berniat membahas insiden itu lagi."Kakak, kamu ....""Andre."Andreas Moran sontak terdiam begitu mendengar nada memperingatkan dalam suara Nathan. Dia hanya menatap Alyana dengan bersemangat.Bergaul dalam lingkungan orang kaya membuat Andreas sudah sering melihat para orang dewasa yang munafik, jadi dia mengangga
"Karena melihat kamu membela apa yang benar dengan berani.""Aku langsung mengenali Kakak begitu melihat Kakak," sela Andreas sambil mengemudi. "Jadi, aku memberi tahu pamanku dan dia berinisiatif membantu Kakak. Pamanku itu paling nggak suka berutang pada orang lain.""Ya, 'kan, Paman?"Nathan hanya diam.Andreas pikir tebakannya benar, dia pun mengangkat alisnya dengan bangga. "Orang bilang yang namanya keberuntungan dan kemalangan itu selalu berdampingan. Akhirnya hari ini aku melihat hal itu terjadi. Ternyata walaupun Kakak malang karena kami tabrak dari belakang, hari ini justru Kakak beruntung karena hal itu!""Kamu yang salah karena menyetir ugal-ugalan, tapi kamu masih cari alasan?" tegur Nathan dengan kesal.Andreas pun terkekeh dengan kikuk. "Aku 'kan cuma mau menghibur kakak satu ini? Setelah mengalami hal seperti tadi, suasana hatinya pasti nggak enak banget, 'kan?""Aku nggak apa-apa kok," jawab Alyana sambil tersenyum. "Tapi, ucapanmu memang benar."Keberuntungan dan kema
"Alin itu adikmu dan aku ini kakak iparnya. Apa salahnya kalau aku menjaganya?"Harison pun mengalihkan pandangannya dari Alyana menuju Nathan. "Kamu punya hubungan apa dengan Pak Nathan? Kenapa dia mau membantumu?"Alyana refleks mengikuti arah pandangan Harison dan langsung melihat sosok Nathan yang dibalut dengan setelan jas dan sepatu kulit sedang berjalan di bawah sinar mentari. Aura yang menguar dari tubuh pria itu terasa begitu mengintimidasi, seolah-olah semua orang di bumi ini berada di bawah kakinya.Pertanyaan Harison itu ditujukan kepada Alyana sekaligus Nathan.Nathan tidak mengacuhkan rasa permusuhan dari Harison dan langsung berjalan ke samping Alyana. "Apa ada yang bisa kubantu, Nona Alyana?"Alyana sontak tersadar. "Kok Pak Nathan ....""Tabrakan dari belakang itu 'kan menyebabkanmu terluka. Setelah kupikir-pikir lagi, aku baru bisa tenang setelah memastikan kalau lukamu sudah sembuh.""Terus, Andre memintaku membawakan ini buatmu," lanjut Nathan sambil menyerahkan sar
"Aku mau mengambil foto baru.""Silakan," jawab Alyana singkat.Namun, begitu dia menangkap tatapan penuh antusias dari Andreas, sebuah firasat buruk muncul.Andreas terus menatapnya dalam diam, seakan yakin bahwa dia akan bisa menangkap pesan yang tersirat.Dengan perasaan tidak tenang, Alyana akhirnya berbicara, "Jangan bilang kamu ingin aku yang memotretmu?""Betul sekali!"Andreas langsung tersenyum penuh semangat. "Kak Alya, waktu kamu ke studio bersamaku, aku bisa melihat betapa kamu tertarik dengan fotografi. Sekarang aku memberimu kesempatan ini.""Aku akan jadi model. kamu bebas berimajinasi dan mencoba segala konsep. Gimana?""Nggak gimana-mana."Alyana langsung menolak tanpa berpikir panjang."Kalau benar-benar ingin membalikkan keadaan, pilih fotografer yang lebih berkualitas. Dengan dukungan Keluarga Moran, itu sama sekali bukan masalah.""Itu terlalu membosankan!"Semangat Andreas semakin terpancar, matanya penuh antusiasme. "Kalau hasilnya bagus, orang lain pasti akan bi
...Di sisi lain, Alyana sama sekali tidak mengetahui bahwa Keluarga Imano masih berusaha membawa pulangnya. Saat ini, dia hanya duduk nyaman di sofa, mendengarkan Andreas yang terus-menerus mengeluh."Keterlaluan sekali! Jelas-jelas foto yang mereka ambil buruk sekali! Penjualan menurun, kenapa aku yang disalahkan?""Fotografer itu yang nggak becus! Foto yang dia ambil bahkan nggak bisa menangkap sepersepuluh dari ketampananku! Benar-benar payah!""Aku nggak akan pernah mau bekerja sama lagi dengan majalah yang hanya bisa menyalahkan orang lain seperti ini!"" ... "Andreas terus mengomel tanpa henti hingga tenggorokannya terasa kering. Dia segera meneguk air dalam jumlah besar sebelum menoleh ke Alyana dan bertanya, "Kak Alya, aku benar, 'kan?""Ya, ya, semuanya benar."Alyana hanya menjawab asal, sambil menguap.Rasa lelah terus menghantuinya akhir-akhir ini. Seberapa pun lama dia tidur, tidak ada perasaan segar yang menyertainya. Kemungkinan besar, obat yang dia konsumsi menjadi pe
Pada malam itu, Keluarga Imano berkumpul di meja makan.Imelda hanya makan beberapa suap sebelum meletakkan sendoknya dengan pelan. Wajahnya mencerminkan suasana hati yang kelam, menandakan hilangnya nafsu makan.Royan meliriknya, lalu bertanya dengan santai, "Kenapa? Bukankah kamu menghadiri pertemuan hari ini? Kenapa masih nggak senang?""Jangan diungkit lagi."Saat teringat acara tadi, Imelda kembali jengkel. "Kalau aku tahu yang mengadakan acara itu Helen, aku pasti nggak akan datang.""Helen Deris?"Royan meletakkan sendoknya, mengernyit sambil menatap Imelda. "Kenapa dia mengundangmu?" tanyanya."Ayah, jangan tanya lagi." Alina mengingatkan dengan suara pelan."Apa yang terjadi?" Ekspresi Royan berubah serius. "Helen mempermalukan kalian?""Nggak bisa sepenuhnya menyalahkan dia." Imelda menghela napas dengan berat. "Kita sendiri yang kurang teliti dalam mendidik anak. Kalau ada kekurangan, pasti jadi bahan pembicaraan orang.""Royan, tetap saja, aku rasa kita harus membawa Alya p
Selain itu, insiden di pameran fotografi telah menjadi berita viral, menyebabkan banyak teman Helen yang bertanya kepadanya tentang kejadian tersebut.Oleh karena itu, dia memutuskan untuk menggunakan kesempatan ini agar dapat menjelaskan semuanya sekaligus tanpa harus mengulang penjelasan berulang kali."Putraku memang terlalu baik hati ...."Nada mengeluh Helen membuat para nyonya seketika tertegun.Apa maksudnya?Alyana mengganggu Nathan? Bahkan tinggal di rumahnya? Sungguh tidak tahu malu!Setelah menangkap maksud yang tersirat, Stella kembali menunjukkan senyuman yang penuh arti dan berkata, "Ternyata begitu. Nyonya Imelda memang pandai mendidik putri-putrinya.""Dengan putri seperti ini, nggak heran Nyonya Imelda bisa dengan mudah hadir di acara kita. Lagi pula, dengan bakat yang dimilikinya, kalaupun nggak jadi besan dengan Keluarga Moran, dia pasti bisa mendapatkan menantu kaya lainnya.""Betul sekali! Kita harus lebih hati-hati dengan ucapan kita. Siapa tahu, suatu hari nanti
Sesuai jadwal dalam undangan, Imelda membawa Alina ke acara itu.Ketika tiba di lokasi, Alina terkejut melihat bahwa Cecilia juga hadir di sana.Cecilia, yang awalnya terkejut melihat kemunculan Alina, dengan cepat mengganti ekspresinya menjadi penuh ketidaksukaan.Alina tetap tenang dan tidak terpengaruh sedikit pun. Dengan senyum yang cerah namun penuh provokasi, dia berkata, "Oh, Nona Cecilia juga di sini."Stella, ibu Cecilia, yang sudah mendengar bahwa Alina mengandung anak Harison, masih menyimpan amarah atas kejadian itu. Karena hal ini telah membuat Cecilia tenggelam dalam kesedihan selama beberapa hari terakhir.Meskipun begitu, Cecilia tetap belum bisa melupakan Harison.Dengan sengaja, Alina memamerkan kehamilannya, jelas bertujuan untuk membuat Cecilia tidak nyaman.Stella, yang menyadari maksud Alina, langsung mencibir, "Lho? Sejak kapan acara ini mulai asal menerima tamu?"Beberapa istri dari keluarga kaya lainnya ikut menyahut. "Benar sekali! Keluarga Imano hanya keluarg
Mendengar perkataan itu, Agam tersentak marah. Wajahnya memerah, suaranya bergetar. "Kamu ... kamu mengancamku?""Hanya mengingatkan."Nathan melirik mereka dengan tatapan tenang, lalu berkata, "Kalian tahu kepribadianku seperti apa, jadi jangan pernah mencoba menguji batasanku.""Kamu ... kamu ...."Amarah Agam memuncak hingga membuatnya kehilangan kata-kata. Dia tidak pernah menyangka bahwa putranya yang paling diandalkan, kebanggaannya selama ini, akan berani menentangnya seperti ini.Terlebih lagi, semua ini terjadi hanya demi seorang wanita yang sekarat!"Nathan! Jangan bikin ayahmu makin marah!"Helen mencoba meraih tangan Nathan, tetapi aura ketegasan Nathan membuatnya mundur.Selama hidupnya, dia selalu menunjukkan sikap arogan, tetapi satu-satunya yang mampu membuatnya takut adalah putranya sendiri.Kini, dia terjebak dalam dilema tanpa tahu harus berbuat apa."Aku sudah menyampaikan semuanya, jadi sekarang aku pergi."Nathan baru saja berbalik menuju pintu ketika Agam berseru
Di dalam keheningan hutan, sekelompok burung mendadak terbang ke langit.Alyana terkejut sejenak, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke Nathan yang kini terlihat begitu tenang, dengan tatapan yang jernih."Ada apa?" tanya Nathan."Nggak ...."Alyana memalingkan wajahnya kembali ke arah matahari pagi yang tengah merangkak naik di cakrawala, sedikit mengerutkan keningnya.Dia berpikir, pasti cahaya yang terlalu terang itu yang membuatnya merasa berhalusinasi.Nathan mengikuti arah tatapan Alyana, sembari diam-diam mengepalkan tangannya dengan kuat. Hanya sedikit lagi ....Sesaat yang lalu, keinginan untuk menarik Alyana ke pelukannya begitu kuat...."Paman, kok nggak bangunin aku! Aku mendaki dengan susah payah cuma untuk matahari terbit ini!""Aku sudah coba bangunin.""Nggak mungkin, kamu pasti bohong! Aku nggak mungkin tidur sepulas itu!""Kamu meragukanku?"Dalam perjalanan pulang, Andreas tidak henti-hentinya mengeluh karena tidak sempat melihat matahari terbit.Namun, satu kali
" ... "Andreas membuka matanya lebar-lebar, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Paman, maksudmu ... kamu serius ingin jujur pada Kakek?""Cepat atau lambat, dia pasti akan tahu," ucap Nathan sambil berdiri. "Aku juga istirahat dulu," tambahnya."Eh .... Paman, setidaknya jelaskan dulu, dong!" ujar Andreas dengan kesal.Andreas hanya bisa memandang Nathan yang menjauh tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Dengan frustrasi, dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan menghela napas panjang. 'Sudah selesai .... Ini pasti akan membuat Keluarga Moran gempar!'...Malam hari, mereka tidur lebih awal.Andreas menghabiskan terlalu banyak energi saat mendaki gunung, sehingga begitu tubuhnya menyentuh alas tidur, kantuk langsung menyerang. Sebelum benar-benar terlelap, dia sempat menguap dan berkata kepada Nathan, "Paman, ingat bangunkan aku besok pagi. Aku juga ingin melihat matahari terbit."Sebelum mendapatkan jawaban dari Nathan, dia sudah terlelap.Nathan ber
Pada akhirnya, Alyana bahkan tidak mampu mencapai setengah perjalanan. Dia akhirnya naik mobil wisata yang sudah disiapkan oleh Nathan sebelumnya, menikmati angin sepoi-sepoi sepanjang jalan menuju puncak.Meskipun ada sedikit rasa kecewa, dia terpaksa menerima kenyataan.Tubuhnya memang sudah berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk memaksakan diri lebih jauh. Beberapa langkah tambahan saja hampir membuatnya tumbang.Setibanya di area perkemahan, dua tenda besar segera mencuri perhatian Alyana. Di tengah lapangan terbuka, Steven sedang memasak mi, dan aroma sedapnya terbawa angin.Rasa lelah dan kecewa Alyana lenyap seketika. Dia melangkah masuk ke dalam tenda, mengamati sejenak, lalu keluar dengan penuh rasa ingin tahu dan mengambil tempat di sebelah Steven. "Kamu yang pasang tenda ini sendirian?""Ya.""Hebat sekali!"Alyana tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. Tenda yang megah dengan desain dua kamar dan satu ruang tamu itu jelas merupakan pekerjaan besar, tetapi Stev