Share

Kanuragan Jati
Kanuragan Jati
Author: Sugi TheRich Man

Menemukan Garuda Emas

Jalanan terjal menanti di depan mata. Pepohonan rindang memenuhi segala arah membuat suasana tampak gelap karena bayangannya. Hanya suara serangga berderik yang nyaring di kejauhan, menandakan waktu siang menjelang sore.

Seorang pemuda tampak lelah berjalan dengan tongkat di tangan. Duduk beristirahat di sebuah batu besar, dia mengeluarkan kantung kulit berisi air lalu meminumnya beberapa tegukan. Air pun habis.

“Sudah kantung ke-5 air yang kuhabiskan. Aku belum menemukan goa itu.“ Pemuda itu bergumam. Mengingat betapa jauh langkah yang telah dia lewati.

Melanjutkan langkah, pemuda itu mendengar suara air gemericik. Bermaksud memenuhi kembali kantung air yang dibawanya, dia bergerak ke arah sumber air itu.

Sebuah aliran air kecil mengalir di sela-sela batu. Airnya begitu jernih dan segar.

Pemuda yang memakai ikat kepala itu segera mengambil kelima kantung kulit miliknya, lalu mengisi penuh semuanya. Kemudian dia minum secara langsung dengan tangan sampai puas.

Setelah semua kantung penuh, dia bangkit dan hendak beranjak pergi.

“Awas!“

Pemuda itu kaget mendengar suara kecil berteriak keras. Melihat sekeliling, dia tidak menemukan seorangpun.

“Di bawah sini!“

“Kau hampir saja menginjakku! Ayo minta maaf!“ teriak sosok makhluk kecil berwarna sama dengan dahan kayu kering menjulur ke tepi air, tempat dimana dia berdiri.

Kaget dan mundur, pemuda itu meminta maaf.

“Maaf. Aku tak melihatmu.“

“Baiklah, baiklah. Siapa kamu? Kenapa kamu di sini?“ Makhluk kecil itu mulai merubah warna kulitnya sehingga terlihat jelas.

“Perkenalkan, saya Wira Soma atau kau bisa memanggilku Wira saja. Dan siapa kamu?“ Pemuda itu mulai berkenalan dengan makhluk kecil di depannya.

“Aku belum punya nama. Karena aku baru saja bisa berbahasa manusia setelah bersemedi selama beberapa tahun.“

“Kalau begitu, mari kita berteman. Nanti akan ku carikan nama yang cocok untukmu.“

“Terima kasih, Wira.“

“Ngomong-ngomong, kamu mau kemana?“

“Aku sedang mencari goa, tempat bertapanya Sang Garuda Emas. Apakah kamu tahu?“

“Baiklah, ikuti saja aku. Tapi sebelumnya, akan aku peringatkan kau, Wira.“

“Kenapa?“ tanya Wira penasaran.

“Garuda Emas, kakek tua itu bukan orang baik. Percayalah. Dia sakti dan pemarah.“

Sambil membicarakan banyak hal mereka mulai melanjutkan langkah. Tiba-tiba makhluk kecil yang awalnya hanya merambat di dahan-dahan pohon, sesekali melompat jauh seperti terbang ke arah dahan lain. Membuat Wira terkagum.

“Mahluk kecil?“

“Ada apa, Wira?“

“Sepertinya aku sudah menemukan nama yang cocok untukmu.“

“Apa itu, Wira?“

“Karena kamu terlihat dari jenis bunglon, dan lompatan kamu cukup jauh, maka kamu akan kupanggil 'Lonbur'. Bagaimana?“

“Bagus Wira. Terima kasih.“

Setelah menjelang gelap. Mereka akhirnya sampai di sebuah tempat yang cukup terbuka dan luas. Pepohonan tampak mengelilingi area itu dan di salah satu ujung jalan, ada sebuah goa besar dan gelap.

“Hati-hati, Wira! Itu goanya.“ Lonbur menunjuk ke arah pintu goa yang ditumbuhi banyak rumput menjalar. Lombur tampak takut untuk mendekati goa sehingga dia memilih bersembunyi di dahan.

“Terima kasih. Kamu tunggu saja di luar. Aku akan masuk sendirian.“

Berjalan perlahan, Wira mendekati pintu goa yang gelap di depannya. Dari jarak ini, aura pekat sudah bisa dirasakan oleh Wira. Sesekali, hembusan angin kencang keluar dan masuk goa, seolah-olah goa ini bernafas dan hidup.

Dalam beberapa langkah Wira telah mulai memasuki pintu goa yang luas dan gelap itu. Tak ada suara orang atau binatang apapun di dalam goa. Sepi dan dingin.

Hanya bermodal berkas cahaya dari luar goa, Wira telah sampai di bagian cukup dalam dari goa. Dia mendengar tetesan air stalaktit.

“Ada cahaya dari sana!“ Wira berseru melihat arah cahaya keemasan dari lorong yang lebih dalam lagi.

Di dekat lorong yang terkena sinar keemasan tadi, aura kuat semakin terasa menekan mental Wira.

“Siapa kau? Berani-beraninya kamu mengganggu meditasiku?“ Suara pria tua menggema dari dalam goa.

“Saya Wira dari desa Sena di bawah gunung.“ Wira menjawab tegas sambil menahan tekanan mentalnya.

Berjalan perlahan, sesekali merangkak. Wira terus berusaha maju di bawah tekanan mental luar biasa yang dirasakan.

“Untuk apa kamu datang menggangguku?“ Sosok burung garuda berwarna emas terlihat duduk di sebuah batu. Aura yang menekan Wira berasal dari sosok itu.

“Saya ingin menjadi muridmu, Guru.“ Wira berusaha bersimpuh dan memberi hormat.

“Lancang! Berani-beraninya kamu memanggilku guru tanpa persetujuan dariku!“

“Kalau kau mau menjadi muridku, kau harus lolos dalam tiga tantangan dariku!“ Garuda Emas beranjak dari atas batu dan perlahan berubah wujud menjadi seorang kakek berjenggot tipis berjalan ke arah Wira.

“Hamba siap, Guru!“

“Pertama, gunakan kekuatan terbaikmu untuk menahan tekanan dariku!“ Seketika ruang terasa semakin berat menekan tubuh Wira sampai ke tanah.

Wira berusaha duduk bersila. Memusatkan konsentrasi dan bermeditasi. Mengaktifkan kekuatan mentalnya sekuat tenaga.

Semakin lama, tekanan kekuatan garuda semakin berat. Tapi Wira masih bisa menahan sekuat tenaga hingga darah merah terlihat di ujung mulutnya.

Kakek tua mengangguk ringan. Setelah periode 1 gathika, kakek menghentikan tekanannya.

“Cukup. Aku cukup terkesan. Rupanya kamu telah mencapai alam Adhikara Pratama. Baguslah. Sekarang berdirilah.“

Merasa cukup puas, kakek tua meminta Wira untuk berdiri setelah mengurangi tekanannya.

“Lihatlah, di ujung sana ada sebuah wadah air. Wadah itu kosong. Tugasmu selanjutnya adalah, isi wadah itu sampai penuh. Gunakan apa saja untuk membawa air dari lembah, yang penting wadah itu penuh.“

“Sendika dawuh!“

Melihat sekeliling, Wira tidak menemukan satupun wadah yang kiranya cukup agar tidak terlalu banyak bolak-balik. Tapi ternyata tak ada.

Berpikir sejenak, Wira akhirnya memuangkan air yang ada dalam kelima kantung kulit yang dia miliki ke dalam wadah. Segera ia keluar goa dan kembali menuruni lereng dengan penuh semangat.

Di luar goa, ia kembali bertemu Lonbur. Lalu mereka bersama-sama pergi mengambil air.

Lonbur tak mau kalah, dia ikut membantu membawa salah satu kantung air milik Wira. Tapi ia tak ikut masuk ke dalam goa untuk menuang airnya karna takut Wira dianggap curang.

Butuh 20 kali Wira dan Lonbur turun dan naik gunung untuk membuat penuh wadah bejana di dalam goa. Saat kantung terakhir dituangkan sampai habis, kakek tua berkata, “Kamu tidak melakukannya sendirian kan? Ayo panggil temanmu masuk ke dalam goa!“

Wira kaget dan gemetar. Merasa bersalah dan takut dianggap curang.

“Tenang. Panggil saja temanmu itu.“

Dengan gugup, Wira keluar goa dan memanggil Lonbur.

Lonbur awalnya tak mau masuk, tapi setelah mendengar teriakkan dari dalam goa, dia akhirnya mau masuk.

Keduanya bersimpuh di tanah memohon belas kasihan dari kakek tua. Mereka mandi keringat dingin seketika. Merasakan tekanan luar biasa dari aura kakek Garuda Emas.

“Kamu makhluk kecil! Sudah berapa abad kau bertapa brata sampai kau bisa berbahasa manusia? Lalu kau membantu pemuda ini tanpa seizinku!“ Kakek membentak Lonbur.

Semakin takut dan gemetar, Lonbur hampir pingsan.

“Ampun, Guru! Bukan salah Lonbur, tapi ini salahku, hukumlah aku, Guru!“ Wira memohon ampun pada kakek tua.

“Kamu belum resmi jadi muridku saja sudah berani menyela!“

Kakek Garuda semakin marah. Dia mencabut sehelai bulu emas dan mengarahkan pada Lonbur. Bulu itu berfluktuasi dengan aura tajam seperti panah yang siap melesat.

Tak mau temannya mati karena serangan kakek tua, Wira bergerak menghalangi arah pandangan kakek pada Lonbur.

Bulu pun melesat cepat ke arah Lonbur. Melewati Wira dan menukik tajam tepat ke arah bunglon itu.

Wira semakin takut dan menoleh ke belakang. Dia melihat bulu emas itu tertancap di punggung sahabatnya.

Wira berteriak dan sangat marah. Fluktuasi energinya bergejolak hebat. Bahkan dia mampu berdiri dan melotot pada kakek tua saat dibawah tekanan luar biasa yang semakin meningkat.

Wira mengepalkan tangannya, niat membunuh meledak dalam dada, mengalir dan berkumpul dalam kepalan tangannya.

Angin berputar hebat di sekitar kepalan tangan kanan Wira. Bersiap menghantam ke arah kakek tua Garuda Emas.

Dengan terus memaksa kekuatannya sampai melewati batas, Wira bergerak maju dan mengirimkan pukulannya pada kakek tua.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
BliDek
menang apa kalah nih, wira?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status