Home / Fantasi / Kanuragan Jati / Menemukan Garuda Emas

Share

Kanuragan Jati
Kanuragan Jati
Author: Sugi TheRich Man

Menemukan Garuda Emas

last update Last Updated: 2023-12-11 16:16:14

Jalanan terjal menanti di depan mata. Pepohonan rindang memenuhi segala arah membuat suasana tampak gelap karena bayangannya. Hanya suara serangga berderik yang nyaring di kejauhan, menandakan waktu siang menjelang sore.

Seorang pemuda tampak lelah berjalan dengan tongkat di tangan. Duduk beristirahat di sebuah batu besar, dia mengeluarkan kantung kulit berisi air lalu meminumnya beberapa tegukan. Air pun habis.

“Sudah kantung ke-5 air yang kuhabiskan. Aku belum menemukan goa itu.“ Pemuda itu bergumam. Mengingat betapa jauh langkah yang telah dia lewati.

Melanjutkan langkah, pemuda itu mendengar suara air gemericik. Bermaksud memenuhi kembali kantung air yang dibawanya, dia bergerak ke arah sumber air itu.

Sebuah aliran air kecil mengalir di sela-sela batu. Airnya begitu jernih dan segar.

Pemuda yang memakai ikat kepala itu segera mengambil kelima kantung kulit miliknya, lalu mengisi penuh semuanya. Kemudian dia minum secara langsung dengan tangan sampai puas.

Setelah semua kantung penuh, dia bangkit dan hendak beranjak pergi.

“Awas!“

Pemuda itu kaget mendengar suara kecil berteriak keras. Melihat sekeliling, dia tidak menemukan seorangpun.

“Di bawah sini!“

“Kau hampir saja menginjakku! Ayo minta maaf!“ teriak sosok makhluk kecil berwarna sama dengan dahan kayu kering menjulur ke tepi air, tempat dimana dia berdiri.

Kaget dan mundur, pemuda itu meminta maaf.

“Maaf. Aku tak melihatmu.“

“Baiklah, baiklah. Siapa kamu? Kenapa kamu di sini?“ Makhluk kecil itu mulai merubah warna kulitnya sehingga terlihat jelas.

“Perkenalkan, saya Wira Soma atau kau bisa memanggilku Wira saja. Dan siapa kamu?“ Pemuda itu mulai berkenalan dengan makhluk kecil di depannya.

“Aku belum punya nama. Karena aku baru saja bisa berbahasa manusia setelah bersemedi selama beberapa tahun.“

“Kalau begitu, mari kita berteman. Nanti akan ku carikan nama yang cocok untukmu.“

“Terima kasih, Wira.“

“Ngomong-ngomong, kamu mau kemana?“

“Aku sedang mencari goa, tempat bertapanya Sang Garuda Emas. Apakah kamu tahu?“

“Baiklah, ikuti saja aku. Tapi sebelumnya, akan aku peringatkan kau, Wira.“

“Kenapa?“ tanya Wira penasaran.

“Garuda Emas, kakek tua itu bukan orang baik. Percayalah. Dia sakti dan pemarah.“

Sambil membicarakan banyak hal mereka mulai melanjutkan langkah. Tiba-tiba makhluk kecil yang awalnya hanya merambat di dahan-dahan pohon, sesekali melompat jauh seperti terbang ke arah dahan lain. Membuat Wira terkagum.

“Mahluk kecil?“

“Ada apa, Wira?“

“Sepertinya aku sudah menemukan nama yang cocok untukmu.“

“Apa itu, Wira?“

“Karena kamu terlihat dari jenis bunglon, dan lompatan kamu cukup jauh, maka kamu akan kupanggil 'Lonbur'. Bagaimana?“

“Bagus Wira. Terima kasih.“

Setelah menjelang gelap. Mereka akhirnya sampai di sebuah tempat yang cukup terbuka dan luas. Pepohonan tampak mengelilingi area itu dan di salah satu ujung jalan, ada sebuah goa besar dan gelap.

“Hati-hati, Wira! Itu goanya.“ Lonbur menunjuk ke arah pintu goa yang ditumbuhi banyak rumput menjalar. Lombur tampak takut untuk mendekati goa sehingga dia memilih bersembunyi di dahan.

“Terima kasih. Kamu tunggu saja di luar. Aku akan masuk sendirian.“

Berjalan perlahan, Wira mendekati pintu goa yang gelap di depannya. Dari jarak ini, aura pekat sudah bisa dirasakan oleh Wira. Sesekali, hembusan angin kencang keluar dan masuk goa, seolah-olah goa ini bernafas dan hidup.

Dalam beberapa langkah Wira telah mulai memasuki pintu goa yang luas dan gelap itu. Tak ada suara orang atau binatang apapun di dalam goa. Sepi dan dingin.

Hanya bermodal berkas cahaya dari luar goa, Wira telah sampai di bagian cukup dalam dari goa. Dia mendengar tetesan air stalaktit.

“Ada cahaya dari sana!“ Wira berseru melihat arah cahaya keemasan dari lorong yang lebih dalam lagi.

Di dekat lorong yang terkena sinar keemasan tadi, aura kuat semakin terasa menekan mental Wira.

“Siapa kau? Berani-beraninya kamu mengganggu meditasiku?“ Suara pria tua menggema dari dalam goa.

“Saya Wira dari desa Sena di bawah gunung.“ Wira menjawab tegas sambil menahan tekanan mentalnya.

Berjalan perlahan, sesekali merangkak. Wira terus berusaha maju di bawah tekanan mental luar biasa yang dirasakan.

“Untuk apa kamu datang menggangguku?“ Sosok burung garuda berwarna emas terlihat duduk di sebuah batu. Aura yang menekan Wira berasal dari sosok itu.

“Saya ingin menjadi muridmu, Guru.“ Wira berusaha bersimpuh dan memberi hormat.

“Lancang! Berani-beraninya kamu memanggilku guru tanpa persetujuan dariku!“

“Kalau kau mau menjadi muridku, kau harus lolos dalam tiga tantangan dariku!“ Garuda Emas beranjak dari atas batu dan perlahan berubah wujud menjadi seorang kakek berjenggot tipis berjalan ke arah Wira.

“Hamba siap, Guru!“

“Pertama, gunakan kekuatan terbaikmu untuk menahan tekanan dariku!“ Seketika ruang terasa semakin berat menekan tubuh Wira sampai ke tanah.

Wira berusaha duduk bersila. Memusatkan konsentrasi dan bermeditasi. Mengaktifkan kekuatan mentalnya sekuat tenaga.

Semakin lama, tekanan kekuatan garuda semakin berat. Tapi Wira masih bisa menahan sekuat tenaga hingga darah merah terlihat di ujung mulutnya.

Kakek tua mengangguk ringan. Setelah periode 1 gathika, kakek menghentikan tekanannya.

“Cukup. Aku cukup terkesan. Rupanya kamu telah mencapai alam Adhikara Pratama. Baguslah. Sekarang berdirilah.“

Merasa cukup puas, kakek tua meminta Wira untuk berdiri setelah mengurangi tekanannya.

“Lihatlah, di ujung sana ada sebuah wadah air. Wadah itu kosong. Tugasmu selanjutnya adalah, isi wadah itu sampai penuh. Gunakan apa saja untuk membawa air dari lembah, yang penting wadah itu penuh.“

“Sendika dawuh!“

Melihat sekeliling, Wira tidak menemukan satupun wadah yang kiranya cukup agar tidak terlalu banyak bolak-balik. Tapi ternyata tak ada.

Berpikir sejenak, Wira akhirnya memuangkan air yang ada dalam kelima kantung kulit yang dia miliki ke dalam wadah. Segera ia keluar goa dan kembali menuruni lereng dengan penuh semangat.

Di luar goa, ia kembali bertemu Lonbur. Lalu mereka bersama-sama pergi mengambil air.

Lonbur tak mau kalah, dia ikut membantu membawa salah satu kantung air milik Wira. Tapi ia tak ikut masuk ke dalam goa untuk menuang airnya karna takut Wira dianggap curang.

Butuh 20 kali Wira dan Lonbur turun dan naik gunung untuk membuat penuh wadah bejana di dalam goa. Saat kantung terakhir dituangkan sampai habis, kakek tua berkata, “Kamu tidak melakukannya sendirian kan? Ayo panggil temanmu masuk ke dalam goa!“

Wira kaget dan gemetar. Merasa bersalah dan takut dianggap curang.

“Tenang. Panggil saja temanmu itu.“

Dengan gugup, Wira keluar goa dan memanggil Lonbur.

Lonbur awalnya tak mau masuk, tapi setelah mendengar teriakkan dari dalam goa, dia akhirnya mau masuk.

Keduanya bersimpuh di tanah memohon belas kasihan dari kakek tua. Mereka mandi keringat dingin seketika. Merasakan tekanan luar biasa dari aura kakek Garuda Emas.

“Kamu makhluk kecil! Sudah berapa abad kau bertapa brata sampai kau bisa berbahasa manusia? Lalu kau membantu pemuda ini tanpa seizinku!“ Kakek membentak Lonbur.

Semakin takut dan gemetar, Lonbur hampir pingsan.

“Ampun, Guru! Bukan salah Lonbur, tapi ini salahku, hukumlah aku, Guru!“ Wira memohon ampun pada kakek tua.

“Kamu belum resmi jadi muridku saja sudah berani menyela!“

Kakek Garuda semakin marah. Dia mencabut sehelai bulu emas dan mengarahkan pada Lonbur. Bulu itu berfluktuasi dengan aura tajam seperti panah yang siap melesat.

Tak mau temannya mati karena serangan kakek tua, Wira bergerak menghalangi arah pandangan kakek pada Lonbur.

Bulu pun melesat cepat ke arah Lonbur. Melewati Wira dan menukik tajam tepat ke arah bunglon itu.

Wira semakin takut dan menoleh ke belakang. Dia melihat bulu emas itu tertancap di punggung sahabatnya.

Wira berteriak dan sangat marah. Fluktuasi energinya bergejolak hebat. Bahkan dia mampu berdiri dan melotot pada kakek tua saat dibawah tekanan luar biasa yang semakin meningkat.

Wira mengepalkan tangannya, niat membunuh meledak dalam dada, mengalir dan berkumpul dalam kepalan tangannya.

Angin berputar hebat di sekitar kepalan tangan kanan Wira. Bersiap menghantam ke arah kakek tua Garuda Emas.

Dengan terus memaksa kekuatannya sampai melewati batas, Wira bergerak maju dan mengirimkan pukulannya pada kakek tua.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
BliDek
menang apa kalah nih, wira?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kanuragan Jati   Gadis di Pasar

    “Kalian tidak akan bisa meninggalkan tempat ini!” Seorang pemimpin penjaga berteriak sambil mengacungkan pedang panjangnya ke arah pria dan wanita muda di mulut gua.“Tangkap mereka!” lanjutnya.Tiga orang penjaga lain menyiapkan senjata mereka dan segera menyerang ke arah pria dan wanita muda yang tidak lain adalah Wira Soma dan Ratih. Seorang pendekar pemanah dan seorang wanita yang tampak biasa.Lonbur, seekor bunglon bersayap yang luput dari perhatian para penjaga segera terbang ke sisi gua.Dalam pertarungan jarak dekat, Wira mengandalkan sebilah pedang kecil dan juga batang busur panahnya sebagai tongkat. Dia bersiap pada setiap serangan para musuhnya.Sementara Ratih, dia berbalik memunggungi Wira untuk berjaga dari serangan menjepit dari arah belakang dengan bibir seperti merapalkan sesuatu.Tiga orang penjaga yang menyerang dari depan langsung berhadapan dengan Wira Soma dan pedang pendeknya. Serangan pedang dan golok sesekali menghampirinya, tapi dengan busur di tangan, peda

  • Kanuragan Jati   Penyergapan di Pintu Keluar

    Mengikuti arah getaran pada pusaka Pring Petuk, Wira Soma dan kawan-kawan ternyata telah berbelok dari arah pusat kota kerajaan. Mereka menuju ke kaki gunung. Melewati ngarai yang dalam dan tebing terjal di sepanjang jalan.Alam di sekitar area ini seperti tak pernah dijamah manusia. Tebing berbatu dipenuhi lumut yang tebal, semak-semak tinggi menutupi jalan setapak.“Ke arah mana sebenarnya kita ini, Kang? Bukannya kamu bilang mau ke kota kerajaan?” Ratih mulai tak sabar untuk bertanya.“Aku hanya mengikuti arah yang ditunjukkan oleh pusaka ini. Sepertinya dia mendeteksi tempat persembunyian Ratu Angin Hitam atau pengikutnya.” Wira menggenggam Pring Petuk di tangan kanannya dan menggerakkan ke menghadap beberapa arah, potongan bambu itu akan terus bergetar dengan kekuatan yang lebih lemah saat Wira mengarah ke dalam ngarai yang lebih gelap.Memasuki lembah terdalam, aura mistis semakin terasa. Lonbur yang sebelumnya bersantai di pundak Wira, dia melompat ke pundak Ratih. “Nyai! Apaka

  • Kanuragan Jati   Pring Petuk Mulai Menunjukkan kekuatan

    Wira tetap teguh. "Kekuatan dan kehormatan tidak bisa dibeli dengan uang," katanya. "Pring Petuk ini adalah anugerah dari alam dan hasil dari kerja keras. Aku tidak akan pernah menjualnya."Para pendekar lain mengangguk setuju, menghargai prinsip dan integritas Wira. Pria kaya itu akhirnya pergi dengan rasa malu, meninggalkan Wira, Ratih, dan Lonbur dengan kebanggaan yang semakin kuat.Semua yang hadir tahu, bahwa mereka memang tidak cocok untuk mendapatkan pusaka sakti itu. Banyak dari mereka telah mencoba tapi tak sedikit yang gagal. Bahkan ada yang terluka parah sampai ada juga yang tewas. Hingga akhirnya hanya pendekar pemanah yang datang terakhir ini yang berhasil memenangkan pertarungan.Dengan Pring Petuk yang kini ada di tangan mereka, Wira dan Ratih melanjutkan perjalanan mereka. Mereka tahu bahwa tantangan yang lebih besar masih menanti di depan. Namun, dengan tekad dan semangat yang tidak pernah pudar, mereka siap menghadapi apapun yang datang.Mengingat tujuan awal Wira So

  • Kanuragan Jati   Tuan Yang Sombong

    Sejak tiba, karena masih ada beberapa orang lain yang sedang berusaha mendapat Pring Petuk, Wira Soma langsung duduk di dekat lokasi rumpun bambu gading dan mulai bermeditasi.Di dalam kedalaman meditasinya, dia mendapatkan petunjuk spiritual yang mengejutkan bahwa sosok penjaga Pring Petuk sebenarnya adalah makhluk yang sangat sakti dan independen. Makhluk itu tidak hanya menjaga pring petuk dengan kekuatan fisiknya, tetapi juga dengan kekuatan spiritual yang mengikat pada batang bambu tersebut.Tentu saja Wira tidak mendengar informasi tentang beberapa kejadian yang telah terjadi sebelumnya dari diskusi di sekitar.Saat Wira terbangun dari meditasinya dia mendapat pemahaman yang baru.Ratih segera melaporkan hasil penyelidikan pada makhluk mistis di sekitar area pada Wira Soma, sehingga Wira semakin paham situasinya.Dia menemukan seekor ular yang tampak menempel di batang bambu gading di dekat ruas yang terjadi petuk. Dalam pandangan sekilas ular itu tampak samar, bisa dianggap han

  • Kanuragan Jati   Kemunculan Bambu Bertuah

    “Terima kasih, Ki!“ Wira Soma menagkupkan tangannya mengangguk pada Ki Mantep.Ki Mantep mengangguk dan juga tersenyum lalu perlahan menghilang kembali.Suasana di desa kembali damai sekali lagi. Penduduk desa bersukacita dan berterima kasih kepada Wira, Ratih, dan Lonbur atas kepahlawanan mereka. Tanpa disadari, sosok legenda yang telah membantu sebelumnya telah menghilang seolah tak pernah muncul.Namun, di balik kegembiraan, perasaan yang berbeda mulai tumbuh di antara Wira dan Ratih.Ratih, gadis desa yang memiliki kemampuan khusus dalam berkomunikasi dengan makhluk-makhluk mistis, merasakan getaran aneh saat bersama Wira. Dia mulai merasa tertarik pada pemuda itu, tetapi Wira masih ragu-ragu.Wira masih terbayang akan Dewi Meru, teman masa kecilnya yang selalu ada di sisinya. Meskipun ia merasakan getaran rasa spesial dari Ratih, namun ia merasa tidak pantas untuk melupakan Dewi Meru begitu saja.Mencoba mengingat sesuatu yang terlupakan, Wira akhirnya bertanya sambil berjalan, “

  • Kanuragan Jati   Ki Mantep Sang Legenda

    Setelah kemenangan mereka atas Ratu Angin Hitam, suasana di desa kembali tenang. Penduduk desa bersukacita dan mengucapkan terima kasih kepada Wira, Ratih, dan Lonbur atas pertolongan mereka. Penduduk mengadakan perayaan sebagai bentuk rasa syukur dengan mengadakan jamuan di halaman rumah sesepuh kampung.“Nikmatilah jamuan sekedarnya ini, Pendekar. Sebagai wujud ucapan terimakasih kami karena telah menyelamatkan warga kami dari kekejaman Ratu Angin Hitam.“ Sesepuh kampung tersenyum ramah mempersilakan untuk makan.“Terima kasih, Sesepuh! Kebetulan kami juga tengah menelusuri jejak pengaruh kekuatan kegelapan itu.“ Wira menceritakan tentang tugas perjalanan dari gurunya di kerajaan Toya Legi ini. Sejak ia mendapat tugas di Puser Bhumi, dilanjutkan menuju kerjaan ini. Misinya masih sama, membasmi kekuatan kegelapan khususnya para pengikut Dewa Gempurana. Namun di kerajaan Toya Legi ini, Wira Soma harus mencari petunjuk dan langkahnya sendiri.Di balik kegembiraan kemenangan yang sementa

  • Kanuragan Jati   Pertemuan dengan Ratu Angin Hitam

    Malam itu, di tepi hutan yang gelap, suasana menjadi semakin tenang, Wira dan Ratih merencanakan langkah mereka selanjutnya. Mereka duduk di sekitar api unggun kecil, sementara Lonbur, yang masih dalam wujud bunglon, bergelayutan di ranting pohon di dekat mereka."Kita harus mencari lebih banyak informasi tentang Ratu Angin Hitam dan sihir yang digunakannya," ujar Ratih dengan penuh tekad. "Mungkin ada petunjuk lain saat kita memasuki desa."Wira mengangguk setuju. "Kita harus siap untuk berhadapan dengan segala macam rintangan dan musuh yang mungkin kita temui di desa. Tidak boleh lengah."Kemretek suara kayu terbakar api unggun, menjadikan suasana lebih tenang malam itu.Saat mereka mengatur rencana, tiba-tiba Lonbur memperlihatkan sayapnya yang mengesankan. "Tidak perlu khawatir, saya pasti membantu," kata Lonbur dengan suara cemprengnya yang khas.Ratih terkesima melihat perubahan mendadak Lonbur. "Kamu benar-benar bisa berubah seperti itu?" Ratih heran.Lonbur mengangguk mantap.

  • Kanuragan Jati   Rekan Perjuangan Baru

    Hari mulai gelap di dekat gerbang perbatasan kerajaan Toya Legi. Lampu-lampu kecil dari potongan kayu damar telah dinyalakan. Dan sebuah api unggun menyala terang di dekat gerbang menghasilkan suara kemretek dari pembakaran kayu.“Malam ini kita akan makan sate rusa muda, Slur! Pasti mantap!“ Seorang penjaga gerbang memanggul rusa kecil yang masih sekarat, dia bersiap untuk memotong rusa itu.“Ah! Rusa sekecil itu! Mana cukup dagingnya buat kita semua, Kang!“ Penjaga yang lain malah protes. “Kenapa tak kamu ambil rusa besar itu saja? Walau kurus, pasti dagingnya lebih banyak daripada anak rusa ini!““Kalau mau, ayo bantu aku persiapkan buat sate saja! Tidak perlu protes! Yang tidak membantu, tidak kebagian!“ Penjaga yang memanggul rusa kecil menyiapkan golok untuk menyembelih rusa yang masih sekarat itu. Dia meletakkannya di tanah dan menghunus goloknya.…“Semoga mereka tidak berniat benar-benar memakan Lonbur yang kecil dan kurus itu,” gumam Wira pada diri sendiri di dekat api unggu

  • Kanuragan Jati   Nenek Renta Kesepian

    Di dalam goa yang luas, tiga orang terlihat duduk saling berhadapan. Dua diantaranya duduk di lantai yang lebih rendah, menghadap ke arah satunya.Goa itu cukup gelap, hanya sedikit cahaya remang-remang yang menerobos dari arah pintu masuk yang menjadi penerang suasana di dalam goa. Di sudut goa, terlihat ada sebuah bejana air yang cukup besar. Juga ada beberapa kantung kulit yang tergeletak.Sosok tua yang duduk di pelataran tinggi memulai berbicara.“Setelah ini, kalian pergilah ke arah barat daya. Masuklah ke negeri Toya Legi, di sana kalian akan mendapat petunjuk lainnya.“ Ki Santarja menampilkan gambaran samar melayang di udara. Gambaran bercahaya emas itu memperlihatkan sebuah peta menuju kerajaan di sisi barat daya.“Lonbur, kamu gunakanlah wujud besar sehingga Wira bisa naik di atas punggungmu. Supaya perjalanan kalian menjadi lebih cepat. Namun janganlah kalian terbang seperti itu di dalam wilayah kerajaan Toya Legi kalau Kanuraganmu belum bisa untuk terbang sendiri tanpa say

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status