Share

Kapan Kamu Menyentuhku?
Kapan Kamu Menyentuhku?
Penulis: Diganti Mawaddah

1. Malam Pertama

"Loh, kamu belum ganti baju?" tanya Andika pada Nuri saat ia memasuki kamar pengantin yang sudah dihias dengan begitu cantik dan romantis. Nuri, wanita yang sudah sah memiliki gelar istri dari Andika, tentu saja menunduk malu dengan wajah merona. 

Pakaian resepsi yang dipesan oleh mertuanya masih ia pakai lengkap. Hanya hiasan kepala yang sudah dibantu lepas oleh perias pengantin.

Andika berjalan mendekati istrinya, sedikit membungkukkan badannya agar bisa menatap wajah malu-malu sang istri. 

"Kamu kenapa tidak jawab? Suami tanya harus dijawab loh, Nuri?" kalimat tanya bernada protes itu membuat Nuri terkejut dan langsung mengangkat wajah. Jantungnya berdetak terlalu cepat hingga ia lupa apa yang tadi ditanyakan oleh suaminya.

"Eh, Mas, maaf, Mas tanya apa tadi?" Nuri tergagap dan Dika hanya bisa tertawa pendek. Pria itu berbalik, lalu melepas dasi kupu-kupu dan juga jas berwarna hijau yang masih melekat pada tubuhnya. Nuri melirik apa yang tengah dilakukan suaminya. Jantungnya berdetak semakin cepat.

Apakah ini saatnya ia melepas mahkotanya? 

"Setelah saya mandi, gantian kamu mandi ya, Istriku. Terus, itu make up dihapus dulu, masa mau istirahat malah kayak badut. Saya gak suka wanita terlalu mubazir sama make up!" Dika berjalan masuk ke kamar mandi setelah menegur istrinya.

Sadar suaminya mandi dan pasti akan lama, maka Nuri memutuskan untuk membersihkan wajahnya di wastafel dapur. Salahnya, ia tidak membawa sabun cuci muka yang biasa digunakan. Hanya ada sabun pencuci piring dan sabun batangan berwarna merah yang ada di pinggir wastafel tersebut. 

Tak ingin berlama-lama, wanita pun itu mengambil sabun batang tersebut dan menggosok wajahnya dengan kuat. Dia tidak ingin sang suami kembali memanggilnya badut karena riasan tebalnya. 

Tidak mungkin ia memberikan kesan buruk di jam keempat setelah mereka resmi menjadi suami dan istri. Untunglah di rumah suaminya sudah tidak ada sanak-saudara yang tinggal. Hanya ada ibu mertua, ayah mertuanya, serta ibunya yang sedang beristirahat di kamar masing-masing, sehingga tingkah konyolnya tidak diketahui oleh siapapun. 

"Kamu dari mana?" tanya Dika setelah Nuri membuka pintu kamar. Wajah Nuri kembali terkejut, tetapi ia mencoba tersenyum dengan manis.

"Mencuci muka, Mas. Ini, sudah bersih." Nuri memperlihatkan wajahnya yang sudah bersih pada suaminya. Pria itu tersenyum, lalu mendekat pada Nuri. 

"Lekas mandi ya, Sayang. Kita harus menjenguk Nura yang baru saja melahirkan. Masa kamu lupa?" Nuri mendelik. Ia baru ingat bahwa memang setelah resepsi, mereka semua akan menjenguk Nura yang sudah melahirkan di rumah sakit. Kenapa di kepalanya hanya ada malam pertama? 

Nuri yang merasa sangat malu, hanya mengangguk dan langsung berjalan cepat masuk ke kamar mandi. Tak lupa tangannya meraih handuk di jemuran yang ada di depan kamar mandi. 

Tidak ingin membuat suami menunggunya lama, Nuri menghabiskan lima menit saja mandi. Ia keluar dengan rambut yang ditutupi handuk kepala. Tubuhnya memakai handuk besar hingga betisnya. 

"Maaf, Mas, saya lupa ambil baju di dalam lemari," kata Nuri sungkan. Dika yang tengah duduk bersandar di kepala ranjang hanya menoleh sebentar untuk mengangguk sembari tersenyum tipis. Lalu ia kembali fokus pada ponselnya. Nuri bergegas mengambil baju lengkap dengan dalaman, lalu ia bawa lagi ke kamar mandi dan ia pakai di sana. 

"Nuri, cepat! Ibu sudah menunggu!" 

"Iya, Mas." Nuri keluar dari kamar mandi dengan pakaian rapi. Suaminya sudah menunggu di depan pintu, sehingga Nuri tidak sempat lagi untuk sekedar memakai pelembab di pipinya. 

Dengan mengendarai mobil suaminya, mereka menuju rumah sakit. Tempat Nura baru saja melahirkan. Nura adalah adik dari Nuri yang belum lama ditinggal meninggal oleh suaminya. Saat di acara pernikahan kakaknya, Nura yang tengah hamil sembilan bulan, malah kontraksi dan dilarikan ke rumah sakit oleh Willy; adik ipar Nuri. 

Setibanya di sana, semua begitu tak sabar untuk melihat Nura dan juga bayi lelaki yang berhasil  lahir sehat dan selamat. Suasana haru penuh bahagia tentu saja menyelimuti hati Bu Larsih yang merasakan senang dua kali lipat. Pertama karena anak sulungnya sudah resmi menikah dan di hari yang sama, putri bungsunya melahirkan bayi yang tampan. 

Semua yang ada di sana mengucap selamat dan juga penuh syukur. Pakde dan Bude dari Nuri juga ikut hadir di sana memberikan selamat pada keponakan mereka. 

"Pengantin baru jangan lama-lama di rumah sakit, takut mengantuk nanti. Apalagi ini malam pertama. Udah, pulang sana! Kalian berdua pasti lelah." Bu Larsih menggoda anak menantunya. Nuri menunduk malu, menyembunyikan rona merah di pipinya. Dika pun ikut tersenyum lebar, lalu keduanya berpamitan pulang. 

"Mau langsung pulang atau mau mampir makan bubur ayam dulu?" tanya Dika pada Nuri. 

"Boleh, Mas, makan bubur ayam dulu aja." Nuri tersenyum senang. Suaminya sudah lebih tenang daripada saat mereka berada di kamar saat sore tadi. Saraf tegang di wajahnya sudah lebih mengendur karena sejak di rumah sakit, ia lebih banyak senyum. 

"Kamu pernah makan di sini?" tanya Dika saat mereka sudah duduk di bangku menunggu pesanan dibuat. 

"Selama di Jakarta, saya belum pernah makan malam di luar, Mas. Pernah makan bakso bersama Nura di depan gang kontrakan." 

"Oh, nanti kita kulineran ya. Saya suka jajan di luar, mencoba aneka makanan di tempat-tempat favorit rekomendasi dari teman atau saudara." Dika begitu bersemangat, membuat Nuri lebih nyaman dan juga senang. Mereka menikmati bubur ayam yang rasanya memang enak, hingga satu jam berlalu. 

Setelah kenyang, Dika dan Nuri melanjutkan perjalanan menuju rumah. Semakin dekat dengan rumah suaminya, Nuri merasakan detak jantungnya semakin tidak karuan. 

Apalagi saat mobil sudah memasuki garasi dan Dika turun dari mobil. Terlalu asik dengan kegugupannya, Nuri sampai lupa untuk turun dari mobil. 

"Nuri, ada apa? Kenapa masih di mobil?" Dika melambaikan tangannya dari kaca mobil. Lalu mengetuk-ngetuk jendela itu dengan telunjuknya. Nuri tersentak, lalu dengan menahan rasa malu yang luar biasa, ia turun dari mobil. 

"Kamu aneh sekali. Masa sudah di rumah, lupa turun dari mobil. Ayo, masuk, ini sudah malam. Itu kunci saja pintu rumah. Papa dan mama pasti sudah tidur." Dika berjalan lebih dulu naik ke lantai dua rumahnya, lalu masuk ke dalam kamar. Nuri melaksanakan perintah suaminya untuk menutup pintu. Mengecek jendela dan juga memadamkan semua lampu, kecuali lampu dapur. 

Dengan gugup, Nuri menekan kenop pintu kamar. Ia berjalan masuk dengan menunduk, karena tidak siap jika suaminya saat ini sedang memperhatikannya. Lampu kamar pun sudah padam, sehingga matanya tidak begitu jelas melihat keadaan sekeliling. 

"Nuri, kamu gerakannya lambat sekali. Apa ini aslinya kamu? Ayo, sini, kita tidur!" Tegur Dika membuat Nuri tersentak kaget. Lambat? Tunggu, ia bukan lambat tapi gugup. Nuri merasa seperti hatinya disentil oleh perkataan suaminya. Kenapa malam pertama yang akan ia lewati sepertinya akan berbeda dengan malam pertama kebanyakan pasangan pengantin? 

"Mas, kita benar-benar akan tidur?" tanya Nuri saat ia sudah berbaring telentang di samping suaminya. 

"Iya, memangnya kenapa?" Dika menoleh ke samping menatap lekat wajah sang Istri. 

"Mm... gak papa." Nuri tersenyum samar, lalu ia langsung memejamkan mata. 

"Nuri, saya belum bisa menyentuhmu, tolong beri saya waktu ya." 

"Kenapa?" tanya Nuri cepat karena memang ia tidak mengerti kenapa pria yang ia kenal sebelum menikah, sangat berbeda perilakunya setelah mereka menikah. 

"Karena memang saya belum mau, belum kepingin, dan bisa dibilang, belum muncul hasrat ingin berhubungan sama kamu."

"Apa, Mas? Tidak ada hasrat?!"

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Yodes Anjelow
siip.. mantap
goodnovel comment avatar
Amellia Putri
ko bisa y dika bilang begitu.. ...
goodnovel comment avatar
Yunita Anisyah
Alhamdulillah, akhirnya muncul juga nuri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status