Share

2. Keasinan

last update Last Updated: 2022-11-10 10:29:56

Andika memang sudah tidur dengan pulas. Suara dengkuran halus terdengar teratur, mengisi ruang kamar yang senyap. Hanya ada suara rintik hujan di luar sana, menemani perasaan gundah istrinya. Ya, setelah Dika mengatakan belum ada hasrat pada dirinya, bagaimana mungkin ia bisa tidur? Apakah ia benar tidak menarik? Ia tidak seksi? Bukankah lelaki yang normal tentu saja menginginkan menyentuh wanita yang baru ia nikahi, kecuali memang alasannya tepat. Seperti ia saat ini sedang datang bulan. 

Nuri terjaga sepanjang malam, hingga menjelang subuh. Ini adalah kali pertama ia tidur bersama lawan jenis, ditambah hanya punggung suaminya yang bisa ia pandangi saja. 

Nuri memutuskan untuk melaksanakan shalat malam.

Selesai shalat dan memanjatkan doa, Nuri akhirnya bisa juga memejamkan matanya. 

"Nuri, bangun!" Wanita itu menyadari ada yang menepuk-nepuk pundaknya, tetapi karena ia sangat mengantuk, ia tidak sanggup membuka mata. 

"Nuri, bangun! Ini sudah jam lima subuh! Saya mau sarapan. Ayo, bangun!" Seru Dika lagi lebih dekat ke telinga Nuri. Istrinya tersentak kaget, lalu memaksakan diri untuk benar-benar membuka mata. 

"Maaf, Mas, sebentar saya bangun." Nuri duduk bersandar di kepala ranjang, lalu ia menggosok matanya dengan kuat. 

"Memangnya kamu begadang? Kenapa bangunnya susah?" tanya Dika sambil menggelengkan kepala. Pria itu turun dari ranjang, masih lengkap dengan pakaian shalat dan juga sarung. Nuri segera turun untuk berwudhu. Rasanya sungguh malu, di hari pertama sebagai istri, ia malah kesiangan. 

Nuri tidak mendapati suaminya ada di kamar begitu ia selesai mandi dan berwudhu. Ia pun segera shalat agar bisa lebih cepat untuk membuat sarapan. Ayah dan ibu mertuanya pasti juga sudah menunggunya. 

"Eh, Ibu sudah bangun. Gak papa, Bu, biar saya yang masak sarapan. Perkenalkan, Bu, saya Tika. Sudah bekerja bersama Pak Dika tiga tahun. Jadi Ibu jangan sungkan, biar saya kerjakan seperti apa yang biasa saya kerjakan, Bu." Nuri hanya bisa tersenyum sambil mengangguk. ART suaminya itu masih muda dan bertubuh sintal. Terlihat sangat polos dan masih muda. 

"Oh, tidak apa-apa, Tika. Ini hari pertama sama sebagai istri dan menantu. Jadi, biarkan saya yang memasak sarapan untuk pagi ini ya. Kalau untuk menu makan siang, baru kamu yang kerjakan. Bagaimana?" Nuri menatap penuh harap. Cukup satu kali ia mengecewakan suaminya karena bangun kesiangan, jangan sampai ia tidak melakukan apa-apa setelah bangun pagi. 

"Baik, Bu, ini bahannya sudah ada, tinggal diolah saja. Nasi goreng daun jeruk, telur balado, dan tempe orek. Semua bahan sudah siap olah. Saya akan mengerjakan yang lain. Mungkin membuat jus." Nuri tersenyum senang. Kepalanya sempat menoleh ke belakang rumah. Suara orang berbincang, diselingi tawa terdengar dari sana. Pasti suami dan mertuanya yang tengah berkumpul di halaman belakang. 

"Nuri, kamu sedang apa di dapur?" tanya Bu Widya sambil mengusap pundak menantunya. Wanita setengah baya itu tersenyum dengan begitu tulus. 

"Membuat sarapan, Ma." Nuri ikut tersenyum malu-malu. 

"Sudah ada Kartika yang mengerjakan, biarkan Tika saja semuanya. Kamu kan pengantin baru, masa di dapur. Tunggu, kenapa kamu gak keramas?" tanya Bu Widya heran. Wanita dewasa itu baru sadar bahwa rambut menantunya tidak basah, padahal ini pagi pertama sebagai pengantin. 

"Keramasnya udah kemarin sore saat akan ke rumah sakit, Ma," jawab Nuri jujur. Ya, memang ia keramas saat akan ke rumah sakit, tetapi bukan keramas karena malam pertama dengan suaminya, melainkan karena gerah setelah seharian melewati prosesi pernikahan. Bu Widya mengangguk pelan, tetapi dari tatapannya, wanita itu merasa ada yang salah dengan menantunya. 

"Ya sudah, kalau begitu, saya akan tunggu di halaman belakang ya. Dika dan papanya sedang main bulu tangkis. Kalau sudah selesai, panggil saja."

"Baik, Ma." Nuri mengangguk paham. Ini sudah hampir jam enam yang tandanya ia harus bergegas. Suaminya biasa sarapan jam setengah tujuh pagi, untuk itu ia tidak boleh mengecewakan pria itu lagi. 

Tepat sesuai target, semua makanan sudah tersedia di atas meja makan. Tika membantu menata seperti biasa, sedangkan Nuri masuk ke kamar untuk mengganti pakaian. Bajunya terkena noda minyak dan itu ia khawatirkan bisa diprotes oleh Dika. 

"Wah, sarapannya banyak ini!" Seru Dika menatap meja makan sudah penuh dengan aneka menu. 

"Ayo, Mas, kita makan!" Nuri tersenyum senang karena ekspresi suaminya yang tampak gembira. Sebelum disajikan, semua makanan sudah ia cicipi terlebih dahulu, agar memastikan rasanya tidak asin atau terlalu manis. Wanita itu menarik kursi untuk Dika, mempersilakan suaminya duduk. Lalu Nuri duduk tepat di samping suaminya. Dia mertuanya juga sudah duduk berhadapan dengan mereka. 

"Jus buah naga dulu deh. Habis olah raga, rasanya butuh yang segar-segar." Dika meraih gelas jus yang masih penuh isinya. Pria itu meneguknya sampai tandas. Begitu juga dengan papanya. 

"Sudah, jangan kebanyakan minum, nanti makan nasinya tidak berselera," tegur Bu Widya pada dua lelaki yang ada di dekatnya. 

"Tika memang selalu pandai membuat jus. Antara rasa susu dan buah, serta gula juga pas semua, makasih, Tik!" Seru Dika memuji ART yang sudah lama bekerja untuknya itu. 

"Sama-sama, Pak." Tika mengangguk sambil tersenyum. Ia meletakkan teko teh hangat dengan hati-hati di atas meja, lalu segera beranjak dari sana. 

Suara motor berhenti di depan rumah. Dika berdiri sebentar untuk memastikan siapa tamunya, ternyata Willy. Adiknya yang datang ingin menumpang sarapan. Pria itu menggelengkan kepalanya. 

"Assalamu'alaikum," sapa Willy sambil tersenyum lebar. 

"Wa'alaykumussalam," jawab semua orang yang sudah duduk di kursi makan. Nuri tersenyum pada Willy, saat pemuda itu melemparkan senyum padanya. 

"Bawa-bawa ransel mau ke mana?" tanya Bu Widya pada putra bungsunya itu. 

"Mau ke rumah sakit, Ma, biasa, nemenin Mbak Nura dan Baby L. Ini isinya pakaian ganti." Bu Widya nampak menghela napas kasar, dengan wajah yang berubah masam. Nuri hanya berani melirik sekilas, karena ia tahu, bahwa ibu mertuanya ini tidak setuju kalau Nura adiknya, berdekatan dengan Willy, anak bungsunya. 

"Memangnya kamu gak ke kampus? Nura masih ada ibunya yang menunggui," tanya Bu Widya masih dengan intonasi tidak suka. 

"Mama, ini adalah hari minggu, tentu saja saya libur ngampus. Besok baru ke kampus. Lagian udah tinggal urus wisuda saja, jadi lebih santai. Sudah, ayolah, kita makan! Keburu dingin nasinya ini!" Willy dengan tak sabar menyendiri nasi goreng jeruk terlebih dahulu ke dalam piringnya. Lalu ia mengambil satu butir telur balado. Hal yang sama dilakukan oleh Nuri. Ia mengambilkan nasi lengkap dengan teman lauk-pauk untuk Andika. 

"Terima kasih, Istriku," kata Dika sambil mengusap rambut Nuri dengan lembut. 

"Sama-sama, Mas." Nuri tersenyum malu-malu karena diperlakukan manis di depan orang banyak. 

"Cuih! Asin! Ya ampun, Tika! Tika!" Wajah Nuri mendadak pucat. Tika berlari menuju ruang makan mendengar panggilan menggelegar majikannya. 

"Masak apa ini? Kamu masak nasi goreng pakai garam, atau masak garam pakai nasi goreng?!" Bentak Dika emosi. 

"P-pak, maaf, bukan saya yang masak, t-tapi Bu Nuri. Saya hanya bikin jus buah." Semua mata memandang ke arah Nuri, hingga membuat wanita itu gemetar ketakutan. 

"Nuri, pertama kamu kesiangan bangun. Sekarang kamu membuat nafsu makan saya hancur berantakan!" Dika bangun dari duduknya, sembari membanting sendok. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Harus yah kayak gitu marah2 namanya jg br pertama kali masak
goodnovel comment avatar
Yeni Rosdiani
gesrek pisan. apan kawin teh maneh kudu hasrat heula mereun.... leuneng Sia mah ...
goodnovel comment avatar
AsK'A'R'A❤️
ko curiga sama Tika ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   121. Minta Cerai

    Setelah sekian lama menghubungi papanya, akhirnya panggilan itu diangkat juga oleh Daniel. "Luna, Sayang, ada apa?" suara Daniel berat, seperti orang baru saja bangun dari tidur. "Papa, Bunda pingsan di rumah. Sekarang ada di rumah sakit bersama Luna dan Bu guru. Kenapa Papa susah ditelepon. Ini masalahnya Bunda terus menangis. Bunda bilang papa jahat. Ada apa sih, Pa?" "Hah? A-apa? Nuri dirawat. Luna, apa bisa kamu berikan ponsel kamu pada bunda, Papa harus bicara dan Papa mohon, kamu keluar dari kamar perawatan ya, Nak. Karena ini pembicaraan orang dewasa.""Iya, Pa, sebentar, Luna kasih Bunda." Remaja itu berjalan masuk ke dalam bilik Nuri. Bunda sambungnya itu masih menangis sesegukan sejak tadi. Belum pernah sedetik pun berhenti. Bantalnya saja sampai basah. Suster membujuk untuk bercerita, tetapi Nuri memilih bungkam. "Bunda, ada telepon dari Papa." Luna berujar pelan. Lalu meletakkan ponselnya di samping Nuri. Remaja itu keluar dari ruang perawatan VIP. Masuk ke dalam lift

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   120. Wanita Siluman

    Nuri dilarikan ke rumah sakit oleh Luna, dibantu juga oleh guru homeschooling-nya. Bu Cici dan Bu Mila sedang keluar untuk jogging dan dua orang nenek itu tidak membawa ponsel. Jadilah Luna membawa Nuri ke rumah sakit dengan mobil sedan lama milik gurunya. Kunci pagar dan juga rumah, dititipkan Luna pada pembantu di sebelah rumahnya. Luna memberi tahu kan hal itu pada papanya. Remaja itu menghubungi papanya, tetapi tidak bisa. Ponsel Daniel memang masih mati. Lebih tepatnya dimatikan sengaja oleh Angel. "Papa ke mana sih? Ini masih pagi loh," gerutu remaja itu kesal. "Sabar, Luna. Papa kamu sedang meeting mungkin. Coba tinggalkan pesan saja. Bilang bunda kamu lagi di rumah sakit karena pingsan di kamar.""Oh, gitu, ya Bu. Ya sudah, saya tinggalkan pesan WA saja." Luna menurut saran darin gurunya. Ia pun mengetik dengan cepat pesan untuk sang Papa yang saat ini ternyata tengah mandi. Mobil yang dikendarai guru Luna berhenti di lobi IGD rumah sakit. Ia meminta tolong pada salah satu

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   119. Hancur

    "Kamu terlalu menganggap remeh aku, Mas Daniel. Apa kamu tidak tahu sedang mempermainkan perasaan siapa? Kamu nampak begitu tidak sudi padaku, bahkan menikahi janda dari kampung itu tanpa mengundangku. Ya ampun, padahal kamu duda, tetapi kenapa aku malah bucin berat sama kamu. Padahal kamu jelas tidak suka padaku. Baiklah, jika aku sudah ikuti aturan main kamu, maka kamu pun harus ikuti aturan main aku, Mas. Tuhan itu adil, membawa kamu padaku." Angel kembali mencium rakus bibir Daniel yang tidak sadarkan diri di bawah pengaruh obat perangsang dan juga obat tidur yang ia cekoki saat pria itu tak sadarkan diri. Tubuh telanjangnya benar-benar menyukai senjata milik Daniel yang berhasil mengobrak-abrik organ intimnya. Bercak darah perawan juga tercecer di seprei dan selimut mereka. Angel puas, bahkan amat sangat puas. Rencananya berhasil tanpa perlu ikut campur dari orang tua Daniel. Saat ia tahu Daniel sedang ada di Singapura, maka ia pun mendapatkan ide ini. Foto itu ia kirimkan pad

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   118. Semangat Baru

    Pukul dua siang, Nuri sudah diantar pulang ke rumah suaminya. Tidak lupa Bu Widya membelikan banyak vitamin untuk Nuri dan juga makanan. Bu Widya bahkan membelikan daster cantik untuk putrinya itu. Ya, bagi seorang Bu Widya, Nuri adalah putrinya. Jika putrinya tertekan, maka ia pun akan sangat sedih. Selagi Nuri tidak sampai di dipukul oleh mertua yang sombongnya gak tertolong itu, maka ia harus menahan diri. "Mama, terima kasih jalan-jalannya dan oleh-olehnya." Nuri begitu senang setelah meluapkan semua kesedihannya pada Bu Widya. Wanita paruh baya itu selalu mengerti dirinya. Bersikap begitu bijak dan tidak memanas-manasinya untuk durhaka pada suami atau mertua. Bu Widya hanya memintanya kuat dan juga memperjuangkan haknya. Jika sudah dianggap keterlaluan, maka ia harus bisa melawan. Bukan melawan tanda tidak hormat, tetapi untuk menyelamatkan mentalnya. "Iya, Sayang, Mama. Minggu depan Mama ke sini lagi ya. Kita ke salon. Hari ini gak keburu mau ke salon. Ingat pesan Mama ya, Can

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   117. Bu Widya ke Rumah Nuri

    "Ibu siapa?" tanya Bu Cici saat Bu Widya sudah berada di teras rumahnya. Wanita begitu jengah karena sejak kemarin ada saja saudara Nuri yang datang. Apakah wanita itu menceritakan pada keluarganya bahwa ia di sini diperlukan seperti pembantu? Tapi bukankah Nuri gak punya siapapun di Jakarta? "Saya adik ayahnya Nuri. Kebetulan sedang ada bisnis di sini. Saya mau ajak Nuri makan di luar. Apakah boleh, Bu?" Bu Cici memperhatikan Bu Widya yang tampilan glowing dengan emas yang ia pakai. Mulai dari gelang, cincin, kalung besar, jam tangan mahal, serta gamis yang dipakai Bu Widya adalah gamis seharga lima jutaan ke atas. "Baik, tapi Nuri tidak diijinkan keluar terlalu lama oleh suaminya. Itu pesan Daniel. Jadi sebelum jam dua siang, sudah kembali ya." "Baik, Bu, terima kasih atas pemaklumannya." "Nuri Sayang, kamu ganti baju dulu ya, Tante tunggu di sini saja gak papa.""Ah, itu sopir saya! Sini, Cep!" Pria dari luar pagar berlari untuk memberikan kunci mobil pada Bu Widya. Dengan ang

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   116. Darah Haid yang Tak Kunjung Berhenti

    115. Dika benar-benar tidak bisa menahan emosinya sepulang dari menjenguk Nuri. Ibu Mertua Nuri tadi bahkan tidak mempersilakannya masuk dan malah mengomel, mengatakan urusan rumah tangga Nuri bukanlah urusannya, jadi Dika tidak perlu ikut campur. Bagaimana Dika bisa berdiam diri kalau melihat secara nyata Nuri diperlakukan buruk seperti itu? Mumpung Tika sedang sibuk menonton, Dika langsung menelepon adiknya, Willy, untuk mengabarkan apa yang dilihatnya di rumah Daniel tadi. Untung saja Willy langsung mengangkat teleponnya sehingga ia tidak perlu repot-repot menambah emosi. Setelah berbasa-basi sejenak, Dika pun mulai bercerita kepada Willy. Sang adik tentu saja terkejut mendengar apa yang terjadi kepada kakak iparnya itu. "Mas mau minta saran dari kamu, nih, WIil. Apa yang harus Mas lakuin sekarang? Rasanya nggak tega ngeliat Nuri dijadikan babu seperti itu," ujar Dika setelah selesai bercerita. "Duh, gimana, ya, Mas. Aku juga bingung. Gini aja, aku minta tolong Mas buat serin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status