Share

108. Menjelang Akad

last update Last Updated: 2025-05-03 21:28:53

Suasana di dalam kafe Cinta terasa hening dan mencekam. Tak ada lagi denting alat dapur atau suara tawa ringan yang biasanya terdengar. Para pegawai duduk setengah gelisah di kursi-kursi pelanggan yang sudah dibereskan.

Mereka melirik jam dinding yang terus berdetak melewati batas jam kerja. Beberapa karyawan yang biasa pulang naik kendaraan umum mulai resah. Ada yang memegang ponsel, ada yang berdiri dan menatap keluar kaca, mencari tanda-tanda bahwa pernikahan segera dimulai dan mereka bisa segera pulang.

Rama masih mondar-mandir di area depan kafe. Langkahnya cepat dan penuh tekanan.

“Sempak!” Umpatan pelan tak henti lolos dari bibirnya setiap kali ponselnya tidak berbunyi.

Seandainya siang, mungkin akan terlihat jelas wajah Rama yang merah padam. Matanya menatap tajam ke luar, ke arah jalan yang gelap dan basah karena hujan gerimis yang turun sebentar lalu reda.

“Dion, kalau sampai tugas segampang ini gagal, akan aku kebiri kau,” gumam Rama geram.

Setelah sekian lama menunggu, tib
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    298. Pembicaraan Priambodo dengan Bunda Aminah

    Priambodo menarik napas dalam-dalam, menenangkan debar jantungnya yang sempat tak beraturan. Ia merapikan jas dan dasinya, membetulkan kerah kemejanya seperti hendak bertemu seseorang yang sangat penting.Gerak-geriknya tak luput dari pengamatan Theo yang duduk di sampingnya, menyipitkan mata dengan bingung. Dia hanya berdehem saat melihat gelagat berbeda pada Priambodo.Priambodo mengabaikan Theo yang sepertinya semakin penasaran. Ia hanya mengangkat satu tangan, memberi isyarat agar Theo menunggu sebentar. Ponselnya masih menempel di telinga.“Bunda Aminah…” Suara Priambodo mendadak terdengar hangat, jauh berbeda dari nada suara sebelumnya. “Saya… saya kaget sekali Bunda menelepon. Ada yang dibutuhkan anak-anak di panti?”Wajah yang semula dihiasi gurat kelelahan dan kesedihan, kini berubah sumringah, cerah seperti langit yang kembali biru setelah badai panjang. Bahkan senyum tulus yang lama tak muncul di wajahnya pun kini menyapa kembali.“Bunda ingin bertemu saya?” tanya Priambodo

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    297. Penangkapan Lilian

    Lilian menutup wajahnya dengan kedua tangan, tubuhnya mulai bergetar. Tapi Priambodo belum selesai. Dengan suara lebih pelan, namun menusuk. “Selama ini aku menyalahkan keluargaku atas kematian istriku. Bahkan aku sampai memutuskan hubungan keluarga dengan mereka. Sementara kamu…” Priambodo mengalihkan pandangan dengan tatap mata penuh luka. “Aku justru memberimu segala kemudahan. Selalu merasa bersalah karena membuatmu kehilangan sosok suami yang sangat mencintaimu. Sampai sekarang aku masih tidak percaya jika kau sekeji ini.” Hening menyelimuti ruangan. Hanya terdengar isakan kecil dari Lilian, dan desahan kecewa dari dada Priambodo. Priambodo menarik napas panjang, lalu menatap wanita itu untuk terakhir kalinya dengan sorot mata dingin. “Aku datang bukan untuk mendengar alasan. Aku ingin kau tahu kebenaran pasti akan terungkap. Dan kau harus bertanggung jawab atas semua yang telah kau lakukan, di dunia maupun akhirat.” Setelah mengakhiri kalimatnya, Priambodo langsung berbalik

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    296. Pria Bodoh yang tak Peka

    Pagi itu udara terasa hangat dan damai. Sinar matahari menyusup perlahan lewat jendela besar rumah Priambodo, memantul di permukaan meja makan yang sudah tertata rapi. Aroma roti panggang dan teh melati menyatu dengan canda tawa kecil Chiara yang sedang asyik bercerita tentang mimpinya malam tadi pada ibunya.Dari ambang pintu, Priambodo berdiri diam sejenak, menatap keduanya, putri dan cucunya, dua sosok yang mengisi ruang kosong di dalam hatinya. Ada raut syukur di wajahnya, tatapan hangat penuh rasa rindu yang perlahan terbayar.“Hidupku sudah cukup lama kosong... Tapi pagi seperti ini membuat semuanya terasa lengkap kembali,” batin Priambodo, hingga seulas senyum terbit di bibirnya.Dia tahu, dia telah melewatkan banyak waktu berharga dalam hidup Cinta. Tapi bersama Chiara, Priambodo bersumpah dalam hati untuk tidak lagi menjadi sosok yang abai. Dia akan menjadi Opa yang hadir dalam setiap momen, pertumbuhan, tawa, tangis, hingga pencapaian cucunya. Tidak akan ada penyesalan kedua

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    295. Tekad Widya

    Di dalam kamar rumah sakit yang sunyi, Rama terbaring lemah, selang infus masih menempel di punggung tangannya. Matanya terpejam, namun sepertinya tidurnya tidak lelap, seperti ada kegelisahan yang mengganggu.Widya duduk di sisi tempat tidur putranya, menggenggam tangan Rama yang terasa dingin dan lemah. Pandangannya murung, penuh rasa bersalah.“Jangan nangis, Ma,” ucap Arman mencoba menenangkan istrinya. “Dia hanya capek…”Air mata Widya justru jatuh mendengar suara putranya yang begitu lemah. Ia merasa hatinya diremas-remas.“Ini semua salah Mama… Harusnya Mama dari dulu bicara baik-baik sama Cinta. Harusnya Mama nggak memisahkan mereka. Sekarang Rama seperti ini…”Arman, yang sejak tadi berdiri di dekat jendela dengan tangan menyilang, mendekat menghampiri istrinya.“Ma…” ujarnya tegas.Namun Widya mengabaikannya, tetap menatap Rama dengan dengan sorot mata penuh kesedihan dan penyesalan.“Aku akan menemui Cinta dan Priambodo. Aku akan bicara langsung dengan mereka. Aku akan mint

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    294. Rujak

    Di sebuah kamar rawat inap yang tenang dan bersih, Rama kini terbaring di ranjang rumah sakit dengan infus terpasang di tangannya. Wajahnya masih pucat, namun napasnya mulai teratur.Di sisi tempat tidur Rama, Widya duduk dengan cemas sambil terus menggenggam tangan putranya. Di sebelahnya berdiri Arman, sang papa, dengan ekspresi yang lebih keras daripada khawatir.Beberapa saat kemudian, dokter yang menangani Rama masuk. Dengan nada tenang dan profesional, ia memberikan penjelasan:“Kondisi Pak Rama secara umum baik, tidak ada yang perlu dikhawatirkan secara medis. Tapi dia mengalami kelelahan berat akibat stres yang menumpuk, ditambah lagi dengan pola makan yang sangat tidak teratur. Asam lambungnya naik cukup tajam. Saya sarankan agar ke depannya Rama benar-benar menjaga pola hidupnya.”Widya mengangguk mengerti, lalu mengucapkan terima kasih sebelum dokter meninggalkan ruangan.Begitu pintu tertutup, keheningan sejenak pecah oleh suara tamparan ringan ke lengan dari Arman.“Sekar

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    293. Akhirnya Tumbang

    Lilian melangkah dengan percaya diri keluar dari pintu utama mall, mengenakan kacamata hitam dan membawa beberapa kantong belanjaan dari butik-butik ternama. Wajahnya terlihat puas, seolah hidup berjalan sesuai keinginannya.Namun, senyum tipis di bibirnya menghilang saat dia tiba di area parkir basement.Beberapa pria berpakaian serba hitam, dengan tubuh kekar dan wajah dingin menghampirinya tanpa suara. Langkah mereka cepat, terkoordinasi, dan jelas bukan petugas keamanan mall.Salah satu pria itu mendekat dan berbicara dengan nada tenang namun penuh tekanan, “Bu Lilian, mohon ikut bersama kami. Tuan Priambodo ingin bertemu Anda sekarang.”Lilian langsung mematung. Matanya menyipit di balik kacamata hitam, mencoba mengenali wajah-wajah di depannya. Tapi mereka asing semua, dan yang membuat bulu kuduknya meremang, tidak satu pun dari mereka tampak ramah.“Priambodo?” Lilian mencoba menguasai suaranya yang mulai goyah. “Kalau dia ingin bertemu, kenapa tidak telepon saya sendiri?”“Ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status