Share

6. Layani Aku di Atas ...

last update Last Updated: 2025-02-18 13:36:08

Setibanya di restoran mewah, seorang karyawan segera mengarahkan Rama dan Cinta ke tempat yang sudah dipesan sebelumnya.

Tanpa sepatah kata, Rama sedikit mengulurkan lengannya. Tatap matanya memberi perintah yang tak terbantahkan. Cinta ragu sejenak, tapi dia tahu tak ada pilihan lain. Dengan gerakan anggun, dia membelitkan lengannya ke lengan Rama, menciptakan pemandangan keserasian yang nyaris sempurna.

Rama dan Cinta berjalan berdampingan, seolah pasangan serasi yang memasuki ruangan dengan percaya diri. Namun di balik senyum tipis Rama, terselip ancaman yang tak terucap.

Rama membungkuk sedikit, suaranya rendah dan tajam kala berbisik di telinga Cinta.

"Mainkan peranmu dengan baik. Jangan mempermalukan aku."

Cinta meneguk ludah, berusaha menjaga ketenangan. Menarik napas dalam, Cinta menatap lurus ke depan memulai sandiwara. Pikir Cinta, ini adalah bagian dari pekerjaan.

Betapa terkejutnya Cinta saat dia melihat sosok di hadapannya. Dahulu Cinta pernah berada dalam situasi yang sama saat mendampingi Kevin, dalam pertemuan seperti ini, dengan klien yang sama.

Hendra Wijaya, seorang pria berusia lima puluhan, mengenakan jas mahal dan duduk di samping istrinya yang anggun. Namun, tatapannya tertuju pada Cinta lebih lama dari seharusnya. Tatap mata dan senyum licik Hendra Wijaya, menyisakan rasa tidak nyaman di hati Cinta.

Setelah hidangan penutup disajikan dan percakapan bisnis hampir mencapai kesepakatan, ponsel istri Hendra Wijaya berdering.

"Maaf, saya harus menerima panggilan ini sebentar," ucap istri Hendra Wijaya dengan senyum ramah sebelum bangkit dan melangkah menjauh dari meja menuju area yang lebih tenang.

Cinta berusaha tetap tenang, tetapi dia merasakan tatapan Hendra Wijaya semakin intens. Rama, yang masih fokus pada pembicaraan bisnis, tidak menyadari pergerakan pria paruh baya itu yang kini sedikit bergeser, mendekat ke arahnya.

Lalu, dengan suara rendah dan nada yang seakan menguliti setiap lapisan pertahanannya, Hendra Wijaya berbisik, "Inikah profesi terselubung Ex Nyonya Sanjaya yang membuatnya diceraikan secara tiba-tiba?"

Cinta merasakan napasnya tertahan, benar-benar tidak tahu arah pembicaraan pria di hadapannya.

"Setelah Rama Narendra meninggalkan kota ini," sambung Hendra Wijaya dengan nada licik, "kamu bisa bekerja dengan saya, dan saya akan membayarmu dengan harga yang sanagt tinggi."

Terdengar suara langkah kaki mendekat, istri Hendra Wijaya kembali. Hendra Wijaya langsung kembali ke posisinya semula, seolah tak pernah terjadi apa-apa.

Cinta merasakan dadanya sesak. Kata-kata Hendra Wijaya masih terngiang di kepalanya. Dia menatap Rama, berharap menemukan jawaban. Namun, Rama tampak tenang, seolah menikmati tatapan merendahkan dari Hendra Wijaya terhadap dirinya.

Makan malam dengan Hendra Wijaya berakhir. Setelah menempuh perjalanan yang penuh dengan kesunyian, akhirnya mereka tiba di vila. Cinta merasa tugasnya hari ini sudah selesai dan bersiap menuju kamarnya.

Namun, sebelum dia sempat melangkah lebih jauh, Rama menarik tangannya. Tubuh rampingnya membentur dada Rama dan terperangkap dalam pelukan pria itu.

Cinta menelan ludah, berusaha menenangkan diri. "Apa lagi yang harus saya lakukan? Membuatkan kopi atau mempersiapkan keperluan Anda untuk esok hari?" Suara Cinta terdengar tenang, tetapi jantungnya berdebar kencang.

Rama menyeringai dengan sorot mata yang merendahkan. "Tugasmu tidak berhenti di sini, Cinta," bisiknya di dekat telinganya. "Layani aku di atas ranjang!"

Darah Cinta berdesir. Tubuhnya menegang, amarah dan keterkejutan bercampur menjadi satu. Tanpa berpikir, tangannya melayang. Tamparan keras mendarat di wajah Rama, memenuhi ruangan dengan suara tajam.

Rama diam. Matanya gelap, penuh kilatan amarah.

Cinta menggigit bibirnya, menyadari konsekuensi dari tindakannya. Namun, dia tak menyesal. Tidak sedikit pun.

Cinta belum sempat melangkah mundur ketika Rama mencengkram lengannya dengan kasar. Tanpa memberi kesempatan untuk melawan, dia menarik paksa Cinta menuju kamarnya.

"Rama! Lepaskan!" Cinta meronta, tapi genggaman tangan Rama terlalu kuat.

Pintu kamar terbanting terbuka, sebelum Cinta bisa mengatur keseimbangannya Rama mendorong hingga hampir tersungkur, tapi tepian ranjang menahan tubuhnya. Napas Cinta memburu, tubuhnya gemetar antara amarah dan ketakutan.

Rama berjalan menuju nakas lalu membuka laci dan menarik sebuah map dengan gerakan kasar. Tanpa ragu, dia melemparkannya ke wajah Cinta.

"Baca kontrak kerja yang kau tanda tangani!” Suara Rama dingin, penuh kemarahan yang tertahan.

Jantung Cinta berdebar kencang. Dengan tangan gemetar, dia membuka map itu. Matanya menelusuri setiap kata, dan dadanya langsung sesak.

Ini bukan kontrak yang dia baca dan tanda tangani sebelumnya. Ini berbeda. Tetapi Cinta ingat, dia memang menandatangani dua kontrak. Saat itu Mama Lisa mengatakan yang satunya hanya Salinan, dan dia tidak sempat membacanya. Cinta sadar, dia telah terjebak.

Tangan Cinta gemetar saat matanya menangkap angka-angka dalam dokumen. Jumlah uang yang seharusnya ia terima jauh lebih besar dari yang diberikan Mama Lisa.

Tapi yang membuatnya semakin terkejut adalah klausul denda. Jika ia mengingkari kontrak, harus membayar tiga kali lipat dari jumlah yang tertera.

Napas Cinta memburu. Ia hanya menerima sepertiga dari angka ini. Lalu, ke mana sisanya?

"Apa ini?" tanya Cinta dengan suara bergetar.

Rama tersenyum miring. "Kau sudah membacanya sendiri. Jadi …."

Rama tidak melanjutkan kalimatnya tetapi mengitari Cinta sambil memandang tubuh indahnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Lakukan tugasmu dengan baik!” bisik Rama sambil menyentuh punggung polos Cinta.

Cinta berlari, tetapi Rama lebih cepat meraih tubuhnya dan mendorong jatuh di ranjang. Dengan lengan kekar dan paha berototnya Rama mengungkung tubuh Cinta.

“Jangan munafik! Bukankah ini pekerjaanmu selama ini?”

Cinta menggelengkan kepala, dia terus mencoba melawan. Tetapi tenaganya kalah jauh dari Rama.

Hingga akhirnya derai air mata Cinta diiringi suara desah yang tertahan, kala Rama menyentuhnya dengan liar dan memasukinya secara kasar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    301. Kehilangan Cinta dan Chiara

    Di seberang, Priambodo sempat terdiam, suara tenangnya menjawab beberapa detik kemudian.“Rama, tenang dulu,” ucap Priambodo terdengar kalem. “Cinta berangkat ke sekolah sejak pagi. Sopir yang mengantarnya pun bru saja tiba di rumah. Kalau tidak terlihat di luar, mungkin mereka masih berada di dalam sekolah.”Rama mengepalkan tangan. Ia melirik sekitar halaman sekolah yang tak seramai sebelumnya dengan lalu-lalang orang tua dan anak-anak.“Masuklah. Tanyakan ke pihak sekolah. Jangan langsung berasumsi buruk, Rama,” ucap Priambodo lagi.Tapi Rama tidak menjawab. Dadanya terasa sesak, antara panik dan marah yang bergumul tak karuan. Dalam pikirannya, ia merasa seperti dipermainkan, entah oleh keadaan, oleh perasaannya sendiri, atau bahkan oleh keluarga Priambodo.Tanpa mengucapkan terima kasih, tanpa salam, Rama langsung mematikan sambungan telepon dengan kasar. Ponselnya ia masukkan ke dalam saku jasnnya. Nafasnya masih memburu, dan matanya berkilat tajam karena kecewa.“Kalau ini cuma

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    300. Masalah Baru Rama dan Priambodo

    Suasana pagi yang semula terasa biasa saja di kantor Kevin mendadak berubah tegang. Kevin mondar-mandir di ruang kerjanya, wajahnya memerah oleh amarah.Tangan Kevin mengepal erat sambil memelototi layar ponselnya yang masih memperlihatkan pesan dari pengacaranya yang berisi tentang Lilian resmi ditahan atas laporan Priambodo.“Sialan!” geramnya, lalu menghempaskan ponsel ke sofa kulit di sudut ruangan.Kevin menggeram, lalu segera mengambil ponsel cadangan dari laci tersembunyi. Dengan cepat dia menekan nomor rahasia yang hanya ia gunakan untuk urusan "kotor".Begitu tersambung, suara pria di seberang langsung menjawab,“Halo, Tuan Kevin.”Kevin menggeram pelan tapi penuh tekanan, “Kita jalankan rencana itu sekarang. Tak ada lagi waktu menunda. Semua harus berjalan sesuai target.”“Tentu, Tuan. Sasaran tetap yang kita bicarakan dulu, atau ada perubahan?”Kevin menghela napas, lalu menatap kosong ke luar jendela.“Semua orang yang membuat hidupku berantakan harus bayar. Termasuk Priam

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    299. Kesempatan

    Saat mobil yang ditumpangi Priambodo berhenti di depan rumah, mentari sore menyorot lembut di sela pohon yang tumbuh di taman. Udara terasa hening, hanya langkah kakinya yang terdengar menyusuri teras rumah yang teduh. Langkah Priambodo seketika terhenti saat mendengar suara renyah nan lirih dari dalam rumah, suara Chiara, cucunya.“Mama, kapan kita pulang? Chia mau ketemu Papa Rama, Chia kangen banget.”Suara itu serak, menggantung, seperti menyimpan tangis yang tertahan. Priambodo mematung, hatinya tertohok.Suara kecil itu menghantam sisi hati Priambodo yang paling dalam. Selama ini dia hanya ingin menjauhkan anak dan cucunya dari orang yang telah melakukan kesalahan fatal an hampir merenggut nyawa cucunya. Tapi kenyataannya, ia telah memisahkan cucunya dari sosok yang begitu dirindukan, yang begitu dicintai.Perlahan, Priambodo melangkah masuk. Di ruang tengah, ia melihat Chiara sedang duduk di pangkuan Cinta, wajahnya mendongak dengan mata berkaca-kaca.“Chia sabar, ya.” Hanya k

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    298. Pembicaraan Priambodo dengan Bunda Aminah

    Priambodo menarik napas dalam-dalam, menenangkan debar jantungnya yang sempat tak beraturan. Ia merapikan jas dan dasinya, membetulkan kerah kemejanya seperti hendak bertemu seseorang yang sangat penting.Gerak-geriknya tak luput dari pengamatan Theo yang duduk di sampingnya, menyipitkan mata dengan bingung. Dia hanya berdehem saat melihat gelagat berbeda pada Priambodo.Priambodo mengabaikan Theo yang sepertinya semakin penasaran. Ia hanya mengangkat satu tangan, memberi isyarat agar Theo menunggu sebentar. Ponselnya masih menempel di telinga.“Bunda Aminah…” Suara Priambodo mendadak terdengar hangat, jauh berbeda dari nada suara sebelumnya. “Saya… saya kaget sekali Bunda menelepon. Ada yang dibutuhkan anak-anak di panti?”Wajah yang semula dihiasi gurat kelelahan dan kesedihan, kini berubah sumringah, cerah seperti langit yang kembali biru setelah badai panjang. Bahkan senyum tulus yang lama tak muncul di wajahnya pun kini menyapa kembali.“Bunda ingin bertemu saya?” tanya Priambodo

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    297. Penangkapan Lilian

    Lilian menutup wajahnya dengan kedua tangan, tubuhnya mulai bergetar. Tapi Priambodo belum selesai. Dengan suara lebih pelan, namun menusuk. “Selama ini aku menyalahkan keluargaku atas kematian istriku. Bahkan aku sampai memutuskan hubungan keluarga dengan mereka. Sementara kamu…” Priambodo mengalihkan pandangan dengan tatap mata penuh luka. “Aku justru memberimu segala kemudahan. Selalu merasa bersalah karena membuatmu kehilangan sosok suami yang sangat mencintaimu. Sampai sekarang aku masih tidak percaya jika kau sekeji ini.” Hening menyelimuti ruangan. Hanya terdengar isakan kecil dari Lilian, dan desahan kecewa dari dada Priambodo. Priambodo menarik napas panjang, lalu menatap wanita itu untuk terakhir kalinya dengan sorot mata dingin. “Aku datang bukan untuk mendengar alasan. Aku ingin kau tahu kebenaran pasti akan terungkap. Dan kau harus bertanggung jawab atas semua yang telah kau lakukan, di dunia maupun akhirat.” Setelah mengakhiri kalimatnya, Priambodo langsung berbalik

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    296. Pria Bodoh yang tak Peka

    Pagi itu udara terasa hangat dan damai. Sinar matahari menyusup perlahan lewat jendela besar rumah Priambodo, memantul di permukaan meja makan yang sudah tertata rapi. Aroma roti panggang dan teh melati menyatu dengan canda tawa kecil Chiara yang sedang asyik bercerita tentang mimpinya malam tadi pada ibunya.Dari ambang pintu, Priambodo berdiri diam sejenak, menatap keduanya, putri dan cucunya, dua sosok yang mengisi ruang kosong di dalam hatinya. Ada raut syukur di wajahnya, tatapan hangat penuh rasa rindu yang perlahan terbayar.“Hidupku sudah cukup lama kosong... Tapi pagi seperti ini membuat semuanya terasa lengkap kembali,” batin Priambodo, hingga seulas senyum terbit di bibirnya.Dia tahu, dia telah melewatkan banyak waktu berharga dalam hidup Cinta. Tapi bersama Chiara, Priambodo bersumpah dalam hati untuk tidak lagi menjadi sosok yang abai. Dia akan menjadi Opa yang hadir dalam setiap momen, pertumbuhan, tawa, tangis, hingga pencapaian cucunya. Tidak akan ada penyesalan kedua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status