Share

Bab 3

Penulis: Stary Dream
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-02 18:11:40

Sekilas kenangan masa lalu itu terbit lagi di ingatan Andara.

"Aku tidak punya uang!"

"Bukannya mas waktu itu udah janji untuk mengirimkan uang untuk orang tuaku?" Tanya Andara dengan mata yang memerah.

"Kapan aku pernah berjanji?"

"Sebelum aku memutuskan berhenti bekerja."

"Aku nggak pernah berjanji seperti itu, Dara!" Tegas Huda tak mengingat apapun.

"Aku hanya meminta sedikit saja dari gajimu, mas. Tolong kirimkan uang untuk orang tuaku.." pinta Andara memelas.

"Dua tahun kita menikah, apa kita sudah menghasilkan sesuatu, Dara? Nggak, kan! Kamu lihat Hendra sepupuku itu. Sudah punya rumah dan mobil sendiri. Sementara kita masih hidup begini saja. Uang gajiku harus ku tabung."

"Kamu jangan membandingkan hidup kita dengan orang lain, mas.. semua rumah tangga memiliki ujian masing-masing!" Jika mereka diuji oleh ekonomi maka Hendra yang dikatakan bergelimang harta itu diuji dengan tanpa kehadiran anak.

"Pokoknya aku nggak bisa mengirimkan uang untuk papa dan mamamu!"

"Mas..." lirih Andara hendak menangis.

"Orang tuamu bukan tanggung jawabku!"

Andara merosot mendengar ucapan suaminya. Dia sakit hati karena Huda seperti melupakan janjinya. Padahal, dia dulu pernah berkata akan membantu Andara mengirim orang tuanya uang. Tapi, sekarang.. semua hanya tinggal mimpi.

Terlebih ibu mertua Andara malah ikut campur. Mungkin karena Huda kesal jadi menceritakan masalah ini pada ibunya. Akibatnya, Andara harus menerima kemarahan mertuanya juga.

"Kamu itu perempuan, nak. Jika kamu menikah maka lepas pula tanggung jawabmu pada orang tuamu."

"Aku cuma ingin membantu orang tuaku, bu." jawab Andara tersendat.

"Membantu seperti apa? Orang tuamu itu berada. Tidak seperti ibu yang seorang janda."

"Papa baru saja pensiun, bu. Kami nggak punya usaha apapun. Aku juga masih punya adik yang masih kuliah."

"Tapi, kan mereka masih punya uang pensiun. Masih dapat gaji perbulan. Harusnya kamu bandingkan hidupmu dengan hidup ibu. Ibu malah punya Risa yang masih SMP. Perjalanannya masih panjang sedangkan ibu tidak bekerja."

Andara memalingkan wajahnya yang bersedih. Percuma bicara pada Yanti. Wanita ini malah mengajaknya adu nasib.

"Sebagai anak.. aku hanya ingin berbakti dengan orang tua. Membalas jasa mereka yang sudah menyekolahkanku sampai sarjana." Ucap Andara sedih.

"Tidak perlu membalas jasa. Ya, kecuali kalau orang tuamu tidak ikhlas kepadamu!" Dengan entengnya Yanti mengatakan hal seperti itu. "Jadi, jangan merengek lagi pada suamu. Jangan jadi beban untuknya. Kasihan dia."

Nyatanya yang menjadi beban bukan Andara maupun keluarganya. Melainkan Yanti sendiri. Mereka hidup dalam tanggungan Huda. Begitupula Risa yang harus kuliah dan menghabiskan banyak uang.

Apakah Andara iri? Jawabannya iya. Tapi dia tak bisa berbuat banyak. Setiap kali dia meminta, maka dia akan dihardik.

Bukan sekali dua kali Andara memikirkan untuk berpisah. Tapi Randa, anak semata wayangnya yang menjadi penghalang di antara mereka.

Anak kesayangannya itu saat ini terpisah darinya. Di usianya yang 6 tahun lalu, Randa dipaksa masuk ke sebuah pesantren untuk menuntut ilmu agama.

Masih ingat betul Andara betapa tersedunya Randa menolak berpisah dari ibunya. Di dunia ini yang dia butuhkan adalah pelukan Andara, tapi dengan keji Huda memisahkan mereka dengan dalih menjadikan anak mereka sebagai ahli surga. Padahal Huda tak menyadari bahwa dirinya sendiri tak pantas dipanggil surga oleh istrinya sendiri.

Dering ponsel membuat lamunan Andara terhenti. Sambil mengusap air matanya, Andara membuka pesan yang baru saja masuk.

Rupanya dari mama Andara lagi.

"Kalau kamu nggak bisa menjenguk papamu, kami terima. Tapi tolong bantu biaya pengobatan papamu disini."

Andara menangis lagi. Dengan gemetaran dia mengusap ponselnya.

Bagaimana cara Andara membantu biaya pengobatan papanya sementara untuk membalas pesan ini saja dia tak mampu?

Oleh karena nafkah 200 ribu ini. Andara tak bisa membeli apapun untuk dirinya. Termasuk membeli pulsa untuk menghubungi keluarganya sendiri.

Dengan berat hati, Andara menutup ponsel tersebut. Mungkin orang tua mereka beranggap bahwa Andara tak pernah membaca pesan dari mereka karena tak pernah terbalaskan.

***

"Hari ini kita ada pertemuan diluar, pak." seru Tiara, sekretaris Huda yang sedang menemuinya di ruangan.

"Apa kamu sudah mempersiapkan semuanya? Ingat, Tiara. Hari ini adalah pertemuan penting kita. Jika kita berhasil mengikat mereka dengan kesepakatan maka perusahaan kita akan semakin besar."

"Sudah, pak. Saya sudah menyiapkannya dengan baik."

Bersama Tiara, Huda melakukan pertemuan dengan calon koleganya. Seorang manajer dari sebuah perusahaan yang cukup besar.

Huda sendiri bekerja di anak perusahaan perkapalan. Dan mereka membutuhkan kerja sama dengan perusahaan timah.

Pertemuan dilakukan diluar kantor tepatnya restoran berbintang 5. Ketika melihat siapa yang akan diajaknya bernegosiasi, Huda terkesiap.

"Mas Gilang?"

Gilang yang sedang sibuk bermain ponsel itu mendongak. Sekretaris prianya lalu bangkit berdiri untuk memasang badan.

"Kamu.. Huda, kan?"

"Benar."

"Astaga, Huda!" Gilang bangkit dari duduknya dan membalas uluran tangan Huda. Mereka pun berpelukan sejenak. "Apa kabarmu?"

"Baik. Mas bagaimana? Ya ampun. Padahal baru kemarin ibu cerita kalau mas Gilang dipindahkan kemari menjadi manajer."

Gilang lalu tertawa. "Kalau begitu silahkan duduk."

Huda dan sekretarisnya lalu mengambil tempat duduk.

"Maaf kami baru datang. Tadi terjebak macet."

"Tidak masalah! Kami juga baru datang." Sahut Gilang. Padahal dia tadi sempat menggerutu. Yang menawarkan kerja sama siapa tapi dia malah harus menunggu orang-orang ini.

"Jadi bagaimana selanjutnya?" Tanya Huda jadi canggung. Keduanya kenal sejak kecil karena bertetangga. Tapi terpisah ketika menempuh pendidikan dimana Gilang harus keluar negeri.

"Langsung saja ke penawarannya." Jawab Gilang tak mau berbasa-basi.

Setelah berbincang mengenai kerja sama. Keduanya lalu sepakat dan menandatangani MoU yang sudah disiapkan. Setelah itu, Gilang berpamitan bersama sekretaris prianya.

"Terima kasih banyak, mas Gilang!" Huda kembali menjabat tangan pria itu.

"Sama-sama. Nanti jangan lupa hadir minggu depan. Aku sudah memberikan undangannya pada tante Yanti."

"Kami pasti datang." Balas Huda tersenyum.

"Jangan lupa ajak istrimu saja. Siapa namanya aku lupa.."

"Andara."

"Ya, Andara."

"Aku akan mengajaknya!" Seru Huda. Dia memang harus mengajak istrinya untuk berkenalan dengan temannya yang sudah sukses itu.

Gilang lalu berpamitan karena harus kembali ke kantor. Sementara, Huda dan Tiara memilih makan siang terlebih dahulu.

"Syukurlah hari ini pak Huda berhasil memenangkan hati beliau. Padahal pak Gilang itu terkenal sedikit arogan." Ucap Tiara.

"Benarkah?" Huda sampai tertawa. "Mungkin karena perawakannya saja. Padahal dia tidak searogan itu."

"Iya, pak."

Huda lalu mengamati sekretarisnya ini.

"Cincinmu mana?" Tanya Huda penasaran. Rasanya kemarin wanita ini selalu memakai cincin di jari manisnya.

"Oh.. udah dibuang, pak. Kami putus." Jawab Tiara sambil memotong daging steaknya.

"Putus? Kenapa?"

"Dia memintaku berhenti bekerja setelah menikah. Ya, aku nggak mau lah! Orang tuaku mau dikasih makan apa kalau aku nggak kerja!" Jelas Tiara sambil tertawa pelan.

"Kenapa begitu? Kalian saling mencintai, kan?"

"Di dunia ini nggak cukup hanya cinta, pak. Realistis aja. Banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Apalagi seperti aku ini yang sudah disekolahkan tinggi-tinggi. Setidaknya, aku harus membantu perekonomian keluarga. Kalau aku nggak kerja, aku khawatir dia nggak bisa memenuhi kebutuhanku. Dan aku nggak siap akan itu!"

Sementara, Huda jadi terdiam. Dia jadi teringat istrinya yang juga berhenti bekerja menjadi sekretaris karena harus mengabdi pada keluarga.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 33 (Kehidupan Baru)

    "Mas Huda.."Hampir terlepas tas tangan yang dipegang Andara saat ini. Keadaan Huda sungguh berbeda dari setahun yang lalu ketika mereka terakhir bertemu. Huda yang dulunya gagah kini terlihat ringkih dengan punggung yang sedikit membungkuk. Begitu juga dengan wajah yang tak lagi terlihat bersih dengan terpancar pilu. Keadaan Huda sekarang mengingatkan Andara pada dirinya saat dulu. Ketika dia tengah berjuang dengan penyakit autoimunnya.Sedangkan, Huda menatap Andara dengan takjub. Setelah lepas darinya, Andara berubah menjadi angsa putih yang menawan. Lihatlah tubuhnya yang langsing berisi, kulit yang begitu putih dan terawat. Oh, sejatinya Andara telah salah memilih suami."Apa kabar, Dara?" Tanya Huda penuh keharuan."Baik. Mas apa kabar?""Aku juga. Maafkan aku karena tak memberi tahu jika akan kemari. Aku hanya merindukan anakku.""Darimana mas tahu alamat rumah kami?""Aku sebenarnya pergi ke kampung halamanmu dan mencari kalian di rumah mama. Tapi, kata mama kalian sudah pind

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 32

    Sejenak Huda merasa dunianya berhenti berputar. Andara, istri yang menemaninya selama sepuluh tahun ini. Wanita yang baru ia sadari jika masih dicintainya. Ya. Huda sempat kehilangan rasa pada istrinya. Terlebih karena penampilan Andara yang tak mampu mengimbanginya. Namun rupanya, itu bukan karena salah Andara. Diam-diam Andara menyimpan luka akibat torehan dari suaminya sendiri. Berharap jika Huda mengerti dan memahami kondisi sulit yang dialami Andara. Tapi, bagaimana mau mengerti kalau Huda saja tak pernah memandang Andara selama ini?Huda yang begitu sombong dan mencintai diri sendiri. Menginjak kepala istrinya dan menganggap bahwa perkataan Andara itu tidak penting. Tugas suami yang harusnya memuliakan istrinya malah mencabik harga diri Andara hingga jatuh berkeping-keping.Huda yang bersalah di masa lalu. Tega menyakiti hati istrinya, menduakan cintanya dengan wanita lain ketika Andara tengah berjuang dengan penyakitnya. Sekarang penyesalan itu datang dan menyelimuti.Di tempa

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 31

    Sudah kurang lebih dua bulan Huda memperjuangkan kasusnya, namun hilal kemenangan belum terlihat. Sesuai janji Tiara, wanita itu memang ingin sekali menghancurkannya.Rumah milik Huda sudah dijual untuk membayar jasa dua pengacaranya. Belum lagi untuk menyuap hakim dan jaksa. Tapi tetap saja itu tak bisa membuat Huda terbebas dari sel sialan ini!"Gimana kabar Randa, bu?" Tanya Huda ketika Yanti kesekian kalinya datang berkunjung."Ibu kurang tahu soal itu.""Aku merindukannya.." lirih Huda. Dalam hati kecil ini, ia juga merindukan Andara. Tapi tak tahu apakah diri ini masih pantas untuk bersitatap dengan istrinya."Nggak usah kamu pikirkan soal itu. Jika memang Andara masih menganggap kamu sebagai ayah dari anaknya, harusnya dia datang kemari dan mengunjungimu.""Jangan!" Jawab Huda tersendat. "Aku malu jika dia datang kemari.""Kenapa? Bukannya tugas istri harus selalu ada di masa sulit dan senangnya suami?""Tapi, ini semua terjadi karena kesalahanku, bu. Aku yang tidak setia dan m

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 30

    "Cukup!" Gilang yang sudah habis kesabaran memamdang sengit Yanti dan Huda bergantian."Kamu sadar apa yang kamu lakukan, Huda? Istrimu ini sedang sakit!""Aku tahu, mas." Huda jadi tak suka ditegur oleh orang yang tak memiliki hubungan keluarga dengannya. "Tapi ini istriku dan aku berhak mengambil keputusan mengenai dirinya.""Termasuk membiarkan dia sakit selama ini?" Gilang mematap tajam. "Sudah berapa kali Andara masuk rumah sakit dan kamu menepisnya? Sekarang aku tidak akan membiarkannya lagi!""Kamu itu bukan keluarga, Gilang! Jadi kamu nggak ngerti!" Seru Yanti membela putranya. "Kami bukan membiarkan Andara sakit. Tapi, lihat-lihat juga biaya pengobatannya. Apalagi Andara memilih kamar VIP begini! Darimana Huda mau membayarnya sedangkan kebutuham yang lain juga banyak?"Astuti ingin maju lagi melabrak besannya tapi langkahnya tertahan setelah Gilang mengangkat tangannya."Kalian berdua keberatan mengenai biaya pengobatan Andara, kan? Jangan khawatir. Saya akan membayar semuan

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 29

    "Code blue.. code blue.."Suara itu terdengar nyaring dari speaker yang berada di atas. Huda sampai bangkit berdiri menatap petugas yang memakai baju biru itu menyibukkan dirinya. Ada yang mengganti oksigen, ada yang membawa trolly emergensi dan juga ada petugas yang naik ke tubuh wanita kurus yang ada di sebrang ruang Andara.Mereka tampak sibuk menyelamatkan wanita yang tengah berjuang di masa kritis. Jelas Huda melihat seorang dokter yang naik ke ranjang dan memberikan pijat kompresi di dada pasien wanita tersebut.Deg!Huda merasakan sekujur tubuhnya menjadi ngilu, reflek dia menggenggam tangan Andara yang masih tertidur lelap."Masukkan obat!" Perintah salah satu di antara mereka.Huda menyaksikan pemandangan tersebut. Sebuah pemandangan yang baru pertama kali dilihatnya namun biasa bagi orang yang bekerja disini.Sampai akhirnya.. "Cukup!" Teriak seorang pria yang tampak menangis. "Kasihani istri saya. Biarkan dia pergi!"Sejenak petugas saling memandang hingga akhirnya mereka

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 28

    "Dara!"Astuti menyentuh pipi anaknya berkali-kali. Andara begitu pucat. Wajahnya bersimbah peluh dengan tarikan nafas yang begitu cepat.Gilang memencet bel untuk memanggil petugas, karena tak sabar, Gilang sampai memanggil ke depan agar para perawat datang untuk melihat kondisi Andara yang sesak hebat.Satu perawat menghambur memberikan oksigen. Yang lainnya sibuk memeriksa tanda vital. Tak lama, seorang dokter datang untuk melakukan pemeriksaan. Setelah itu, Andara dipindahkan ke ICU karena mengalami perburukan. Setelah dilakukan rontgen, terdapat infeksi di paru-parunya. Sebuah efek dari autoimun yang ia alami.Astuti tak tahan untuk tidak menumpahkan tangisannya. Bersama Randa, keduanya berpelukan. Randa juga belum sanggup kehilangan mamanya. Anak kecil ini terus memanggil Andara.Di sebrang sana, Gilang mengisi proses administrasi di ruang ICU. Mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan selama Andara dirawat disana."Andara bisa melewati ini semua kan, dok?" Gilang jadi cemas meliha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status