Share

Bab 2

Author: Stary Dream
last update Last Updated: 2025-09-02 18:11:11

Andara keluar dari rumah menggunakan daster dan juga hijabnya. Sebuah penampilan yang ketinggalan zaman karena Andara seperti tersesat dalam kehidupan 10 tahun ke belakang.

Dengan berjalan, Andara mampir ke tukang sayur bermotor yang biasa mengeliling komplek perumahan mereka. Oleh karena hanya dijatahkan 200 ribu satu minggu. Maka Andara akan membeli bahan masakan sebesar 50 ribu untuk seminggu.

"Seperti biasa, mbak?" Tanya pria yang memiliki profesi tukang sayur itu. Dia sudah hapal betul apa yang akan dibeli Andara.

"Iya." Jawab Andara datar.

Pria itu lalu memasukkan satu potong tempe, 3 buah tahu, satu dada ayam dan juga satu ikan. Tak lupa sayur-sayur murah seperti kangkung juga sawi yang masuk ke dalam kantong belanjaannya.

"Tapi cabe sama bawang lagi naik daun sekarang." Ujar tukang sayur ini.

"Satu ons saja kalo gitu."

Ibu-ibu yang tengah ikut membeli sayur ini hanya diam seribu bahasa ketika Andara datang berbelanja. Setelah membayar dan pergi, barulah mereka baru mengeluarkan suara.

"Itu beneran si Andara beli sayur cuma 50 ribu?" Tanya ibu bertubuh gempal pada tukang sayur langganannya.

"Iya, buat seminggu lagi!"

"Ya ampun! Memang cukup? Lah, kita aja 200 ribu kadang cuma untuk satu hari!" Celotehnya.

"Mungkin karena cuma tinggal berdua aja sama suaminya!" Sahut ibu yang lain.

"Bisa jadi! Padahal penampilan suaminya luar biasa kerennya. Lah, istrinya cuma begitu aja!"

Mereka pun tertawa sembari memandangi Andara dari belakang. Jika mereka pikir Andara tidak mendengar, maka mereka salah.

Andara mendengar suara sumbang yang menggunjing dirinya. Tapi, Andara sudah berlatih menebalkan telinganya setelah bertahun-tahun. Dia sudah mati rasa.

Seperti biasa, lauk sederhana dan tidak ada yang spesial. Setiap hari, Andara akan memasak untuk suaminya. Tak seperti dulu jika Andara bosan bisa jajan semaunya. Tapi hidupnya sudah berubah.

Dia tak mau lagi meminta karena takut merepotkan. Tak ingin menangis karena takut dimarahi. Jadi, dia memilih untuk diam dan menikmati kesederhanaan hidupnya.

Sudah 5 tahun lebih tepatnya, Andara dan suaminya pindah ke rumah di komplek elit ini. Huda yang memiliki karir cemerlang sudah diangkat menjadi manajer di perusahaan tempat dia bekerja. Jerih payahnya yang luar biasa menghasilkan rumah, mobil dan juga fasilitaa mewah lainnya.

Namun semuanya tak ada gunanya di mata Andara. Soal nafkah, Huda tak berubah. Suami pelitnya itu hanya memberinya 200 ribu per bulan. Alasannya karena semua kebutuhan yang lain sudah Huda cukupkan. Jadi, Andara tak perlu meminta uang lagi.

Selesai memasak, Andara masuk ke kamar dan menenggelamkan dirinya di tempat tidur. Menunggu Huda yang biasanya pulang pukul 5 sore.

Di rumah Yanti, Huda tiba untuk makan siang.

"Tumben mampir siang-siang!" Seru Yanti ketika Huda berkunjung.

"Tadi ada rapat sekalian mampir kemari. Ibu masak apa?"

"Rawon daging. Kesukaanmu."

Huda tersenyum dan langsung ke meja makan. Tanpa perlu ditawari, Huda nenyantap makanan kesukaannya itu.

"Heran! Udah punya istri masih seneng makan di rumah ibu sendiri!" Celoteh Yanti. Mulutnya menggerutu tapi dia hatinya bersorak.

"Sekalian mampir, sekalian makan siang. Sayang, rezeki nggak bisa ditolak!" Ucap Huda santai.

"Da, jangan lupa adikmu Risa mau bayar spp bentar lagi."

"Risa belum mau tamat kuliah apa, bu? Sudah tahun kelima loh ini!"

"Skripsinya susah katanya."

Huda mengela nafas panjang. "Nanti aku mau ngomong sama dia! Emang dipikirnya nggak berat ngeluarin uang 8 juta per semester! Belum lagi biaya per bulannya!"

"Nah, kamu ngomong sendiri sama anaknya. Dia baru pulang!"

Kebetulan Risa baru saja pulang dari kampus, dia pun langsung di sidang di tengah rumah.

"Aku dipersulit dosen, mas." Jawab Risa tersendat.

"Nggak ada mahasiswa yang dipersulit dosen, Risa! Adanya mahasiswa yang pemalas kaewna nggak mau berkonsultasi!" Seru Huda.

"Kalau begitu mas aja gantiin posisi aku!"

"Boleh! Terus kamu gantiin posisi mas dan cari uang untuk bayar sppmu sendiri! 8 juta per semester, belum lagi biaya jajanmu. Biaya servis laptop, sepeda motor entah apalagi nanti!" Gerutu Huda.

Mendengar itu, Risa terdiam. Dia jadi menunduk dengan wajah yang menggerutu.

"Kuliah yang benar supaya bisa cepat selesai, nak. Kasihan masmu harus membiayai sppmu terus. Kalau udah tamat kuliah nanti cari kerja. Biar nggak seperti kakak iparmu yang cuma diam di rumah aja." Yanti menimpali.

"Kenapa ibu jadi membawa Andara?" Tanya Huda tak senang.

"Bukan begitu maksudnya.." nah, Yanti jadi salah bicara. Dia pun cepat mengalihkan pembicaraan. "Oh, ya. Ada undangan minggu depan dari Gilang."

"Mas Gilang? Memang dia disini?"

"Iya, katanya dia dimutasikan kemari sebagai manajer baru perusahaan timah."

"Wah hebat.." Huda jadi kagum. Huda juga manajer, tapi dari perusahaan kecil. Sementara, karir Gilang luar biasa.

"Ngundang apa dia? Menikah?" Tanya Huda penasaran.

"Bukan. Katanya dia baru beli rumah."

"Oh begitu.. nanti kasih tahu aja alamatnya. Insya Allah aku datang."

Huda lalu berpamitan untuk pergi ke kantor lagi, menjelang malam dia baru tiba di rumahnya sendiri.

Andara menyambut dengan wajah datarnya. Membantu Huda melepaskan jas dan menyiapkan pakaian ganti.

"Aku mau makan malam." Ucap Huda seperti memberikan perintah pada pelayan.

Andara manut dan melayani suaminya makan. Di meja ini hanya ada tempe 4 potong, tahu sambal dalam porsi sedikit dan juga bening sawi. Semuanya dibuat dalam porsi sekali makan.

"Biaya listrik kita mahal banget. Coba kamu hemat-hemat Andara, matikan aja lampu atau elektronik yang nggak dipakai. AC kalau nggak ada aku, nggak usah dihidupkan." Titahnya.

"Iya, mas."

Tak ada perlawanan dari Andara. Dia mematuhi saran suaminya. Ketika siang hari, dia tidak menggunakan AC. Dan malam hari hanya menghidupkan lampu yang dibutuhkan saja. Alhasil, rumah ini lebih mirip rumah hantu dibandingkan rumah manusia.

"Hari ini aku pulang malam. Ada rapat lagi diluar."

Andara hanya mengangguk. Dia tengah berkonsentrasi memasang dasi suaminya.

"Makan malam diluar atau disini?" Tanya Andara.

"Belum tahu. Masak aja!"

Andara mengantar suaminya sampai ke pintu depan, lalu dia masuk kembali setelah mendengar dering telepon.

Namun, sayang.. ketika hendak mengangkat panggilan tersebut teleponnya dimatikan. Melihat nama si penelepon Andara sudah merasa ada sesuatu yang tak beres.

"Mama.." gumam Andara.

Tak lama ada pesan yang masuk dari ibunya. Ternyata papa Andara dilarikan ke rumah sakit.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 33 (Kehidupan Baru)

    "Mas Huda.."Hampir terlepas tas tangan yang dipegang Andara saat ini. Keadaan Huda sungguh berbeda dari setahun yang lalu ketika mereka terakhir bertemu. Huda yang dulunya gagah kini terlihat ringkih dengan punggung yang sedikit membungkuk. Begitu juga dengan wajah yang tak lagi terlihat bersih dengan terpancar pilu. Keadaan Huda sekarang mengingatkan Andara pada dirinya saat dulu. Ketika dia tengah berjuang dengan penyakit autoimunnya.Sedangkan, Huda menatap Andara dengan takjub. Setelah lepas darinya, Andara berubah menjadi angsa putih yang menawan. Lihatlah tubuhnya yang langsing berisi, kulit yang begitu putih dan terawat. Oh, sejatinya Andara telah salah memilih suami."Apa kabar, Dara?" Tanya Huda penuh keharuan."Baik. Mas apa kabar?""Aku juga. Maafkan aku karena tak memberi tahu jika akan kemari. Aku hanya merindukan anakku.""Darimana mas tahu alamat rumah kami?""Aku sebenarnya pergi ke kampung halamanmu dan mencari kalian di rumah mama. Tapi, kata mama kalian sudah pind

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 32

    Sejenak Huda merasa dunianya berhenti berputar. Andara, istri yang menemaninya selama sepuluh tahun ini. Wanita yang baru ia sadari jika masih dicintainya. Ya. Huda sempat kehilangan rasa pada istrinya. Terlebih karena penampilan Andara yang tak mampu mengimbanginya. Namun rupanya, itu bukan karena salah Andara. Diam-diam Andara menyimpan luka akibat torehan dari suaminya sendiri. Berharap jika Huda mengerti dan memahami kondisi sulit yang dialami Andara. Tapi, bagaimana mau mengerti kalau Huda saja tak pernah memandang Andara selama ini?Huda yang begitu sombong dan mencintai diri sendiri. Menginjak kepala istrinya dan menganggap bahwa perkataan Andara itu tidak penting. Tugas suami yang harusnya memuliakan istrinya malah mencabik harga diri Andara hingga jatuh berkeping-keping.Huda yang bersalah di masa lalu. Tega menyakiti hati istrinya, menduakan cintanya dengan wanita lain ketika Andara tengah berjuang dengan penyakitnya. Sekarang penyesalan itu datang dan menyelimuti.Di tempa

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 31

    Sudah kurang lebih dua bulan Huda memperjuangkan kasusnya, namun hilal kemenangan belum terlihat. Sesuai janji Tiara, wanita itu memang ingin sekali menghancurkannya.Rumah milik Huda sudah dijual untuk membayar jasa dua pengacaranya. Belum lagi untuk menyuap hakim dan jaksa. Tapi tetap saja itu tak bisa membuat Huda terbebas dari sel sialan ini!"Gimana kabar Randa, bu?" Tanya Huda ketika Yanti kesekian kalinya datang berkunjung."Ibu kurang tahu soal itu.""Aku merindukannya.." lirih Huda. Dalam hati kecil ini, ia juga merindukan Andara. Tapi tak tahu apakah diri ini masih pantas untuk bersitatap dengan istrinya."Nggak usah kamu pikirkan soal itu. Jika memang Andara masih menganggap kamu sebagai ayah dari anaknya, harusnya dia datang kemari dan mengunjungimu.""Jangan!" Jawab Huda tersendat. "Aku malu jika dia datang kemari.""Kenapa? Bukannya tugas istri harus selalu ada di masa sulit dan senangnya suami?""Tapi, ini semua terjadi karena kesalahanku, bu. Aku yang tidak setia dan m

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 30

    "Cukup!" Gilang yang sudah habis kesabaran memamdang sengit Yanti dan Huda bergantian."Kamu sadar apa yang kamu lakukan, Huda? Istrimu ini sedang sakit!""Aku tahu, mas." Huda jadi tak suka ditegur oleh orang yang tak memiliki hubungan keluarga dengannya. "Tapi ini istriku dan aku berhak mengambil keputusan mengenai dirinya.""Termasuk membiarkan dia sakit selama ini?" Gilang mematap tajam. "Sudah berapa kali Andara masuk rumah sakit dan kamu menepisnya? Sekarang aku tidak akan membiarkannya lagi!""Kamu itu bukan keluarga, Gilang! Jadi kamu nggak ngerti!" Seru Yanti membela putranya. "Kami bukan membiarkan Andara sakit. Tapi, lihat-lihat juga biaya pengobatannya. Apalagi Andara memilih kamar VIP begini! Darimana Huda mau membayarnya sedangkan kebutuham yang lain juga banyak?"Astuti ingin maju lagi melabrak besannya tapi langkahnya tertahan setelah Gilang mengangkat tangannya."Kalian berdua keberatan mengenai biaya pengobatan Andara, kan? Jangan khawatir. Saya akan membayar semuan

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 29

    "Code blue.. code blue.."Suara itu terdengar nyaring dari speaker yang berada di atas. Huda sampai bangkit berdiri menatap petugas yang memakai baju biru itu menyibukkan dirinya. Ada yang mengganti oksigen, ada yang membawa trolly emergensi dan juga ada petugas yang naik ke tubuh wanita kurus yang ada di sebrang ruang Andara.Mereka tampak sibuk menyelamatkan wanita yang tengah berjuang di masa kritis. Jelas Huda melihat seorang dokter yang naik ke ranjang dan memberikan pijat kompresi di dada pasien wanita tersebut.Deg!Huda merasakan sekujur tubuhnya menjadi ngilu, reflek dia menggenggam tangan Andara yang masih tertidur lelap."Masukkan obat!" Perintah salah satu di antara mereka.Huda menyaksikan pemandangan tersebut. Sebuah pemandangan yang baru pertama kali dilihatnya namun biasa bagi orang yang bekerja disini.Sampai akhirnya.. "Cukup!" Teriak seorang pria yang tampak menangis. "Kasihani istri saya. Biarkan dia pergi!"Sejenak petugas saling memandang hingga akhirnya mereka

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 28

    "Dara!"Astuti menyentuh pipi anaknya berkali-kali. Andara begitu pucat. Wajahnya bersimbah peluh dengan tarikan nafas yang begitu cepat.Gilang memencet bel untuk memanggil petugas, karena tak sabar, Gilang sampai memanggil ke depan agar para perawat datang untuk melihat kondisi Andara yang sesak hebat.Satu perawat menghambur memberikan oksigen. Yang lainnya sibuk memeriksa tanda vital. Tak lama, seorang dokter datang untuk melakukan pemeriksaan. Setelah itu, Andara dipindahkan ke ICU karena mengalami perburukan. Setelah dilakukan rontgen, terdapat infeksi di paru-parunya. Sebuah efek dari autoimun yang ia alami.Astuti tak tahan untuk tidak menumpahkan tangisannya. Bersama Randa, keduanya berpelukan. Randa juga belum sanggup kehilangan mamanya. Anak kecil ini terus memanggil Andara.Di sebrang sana, Gilang mengisi proses administrasi di ruang ICU. Mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan selama Andara dirawat disana."Andara bisa melewati ini semua kan, dok?" Gilang jadi cemas meliha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status