All Chapters of Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa: Chapter 1 - Chapter 10

Andara keluar dari rumah menggunakan daster dan juga hijabnya. Sebuah penampilan yang ketinggalan zaman karena Andara seperti tersesat dalam kehidupan 10 tahun ke belakang.Dengan berjalan, Andara mampir ke tukang sayur bermotor yang biasa mengeliling komplek perumahan mereka. Oleh karena hanya dijatahkan 200 ribu satu minggu. Maka Andara akan membeli bahan masakan sebesar 50 ribu untuk seminggu."Seperti biasa, mbak?" Tanya pria yang memiliki profesi tukang sayur itu. Dia sudah hapal betul apa yang akan dibeli Andara."Iya." Jawab Andara datar.Pria itu lalu memasukkan satu potong tempe, 3 buah tahu, satu dada ayam dan juga satu ikan. Tak lupa sayur-sayur murah seperti kangkung juga sawi yang masuk ke dalam kantong belanjaannya."Tapi cabe sama bawang lagi naik daun sekarang." Ujar tukang sayur ini."Satu ons saja kalo gitu."Ibu-ibu yang tengah ikut membeli sayur ini hanya diam seribu bahasa ketika Andara datang berbelanja. Setelah membayar dan pergi, barulah mereka baru mengeluarka

Sepulangnya ke kantor, Huda mendapatkan tepukan hangat dari pemilik perusahaan ini. Kerja keras yang sangat membuahkan hasil. Kini perusahaan timah terbesar bekerja sama dengan mereka."Selamat karena pencapaianmu ini, Huda. Kita tahu sendiri bagaimana perusahaan timah itu." Ucap Kamal."Terima kasih, Pak. Ini tak lepas dari dukungan kalian semua.""Kita patut bersyukur karena memiliki pak Huda sebagai manajer kita." Timpal Tiara tersenyum manis.Huda jadi ikut tersenyum ketika mendapatkan banjiran pujian."Terima kasih. Saya anggap ini sebuah motivasi agar bisa bekerja lebih giat lagi."Setelah memberikan selamat, Kamal dan Huda kini berbincang berdua saja. Jelas dari raut wajahnya, Kamal sungguh membanggakan pria ini."Aku akan memberikan bonus untukmu." Sambung Kamal. "Nanti akan ku kirimkan segera ke rekeningmu.""Tidak perlu repot, pak. Ini memang kewajiban saya." Sahut Huda seakan tulus."Tidak masalah. Karena kerja sama ini, tidak memungkinkan jika perusahaan kapal kita akan se

Andara terkejut ketika ia ditegur oleh seseorang. Wanita ini reflek menjatuhkan piring yang ada di tangannya hingga pecah membentur lantai."Oh, maaf.." ucap Andara gemetaran. Dia lalu duduk memunguti serpisahan kaca yang terbelah. Saking gugupnya, tangan Andara sampai terkena ujung yang tajam."Sudah jangan dibereskan!" Seru Gilang menahan tangan Andara. Dia lalu memanggil pelayan.Tangan Andara lalu ditekannya menggunakan sapu tangan. Untung saja pria ini membawa selalu sapu tangan di kemejanya.Oleh karena kehebohan ini, Yanti sampai menuju area meja makan dan mendapati menantunya yang tengah terduduk."Andara! Ya, ampun!"Yanti lalu melihat apa yang terjadi. "Kamu mecahin piring?"Huda yang mendengar keributan pun ikut datang dan melihat istrinya yang tengah terduduk. Dimana ada Gilang yang sedang memegang jari Andara menggunakan sapu tangan."Ada apa ini?" Tanya Huda memburu tubuh Andara. Melihat Huda mendekat, barulah Gilang melepaskan tangannya."Aku nggak sengaja memecahkan p

Tidak tahu kapan kematian itu datang, sebagai manusia hendaknya kita bisa mempersiapkan diri. Berpisah dari kehidupan dan meninggalkan orang-orang yang kita sayangi.Wibowo sudah menderita sakit sejak beberapa tahun ke belakang dan pada hari ini dia menyerah pada kehidupan yang sudah dijalaninya hampir 67 tahun ini.Para pelayat mulai berdatangan memberikan ucapan belasungkawa kepada keluarga yang ditinggalkan. Tubuh Astuti semakin renta di makan usia, tapi hatinya lebih lelah lagi karena harus memikirnya penyakit yang di derita suaminya.Namun, sekarang Wibowo memilih pergi untuk selamanya. Seakan mengatakan tak mau menjadi beban untuk anak dan istrinya lagi.Semua keluarga sudah datang, jenazah sudah terbaring sekitar 12 jam. Sesuai rencana, jenazah Wibowo akan dikuburkan pagi ini. Tapi keluarga yang mengetahui anak sulung keluarga ini belum datang memilih untuk menunggu anak tersebut.Mungkin sudah 5 tahun, Andara tidak pernah datang mengunjungi orang tuanya. Tak pernah bertanya ka

Akhirnya dengan kesadaran penuh, Huda memutuskan untuk menghandle gajinya sendiri. Termasuk untuk membeli kebutuhan lauk untuk makan sehari-hari.Ucapan Yanti terngiang di benaknya. Masa stok makanan cepat sekali habis di kulkas. Pasti ada yang tak beres. Memang dasar, Andara! Untung saja dia hanya diberi jatah 200 ribu per bulan. Kalau lebih dari itu, dia pasti boros.Sambil membawa uang 200 ribu, Huda pergi ke pasar tradisional yang ada di dekat rumah sebelum berangkat ke kantor.Rambut yang tertata rapi, jas hitam yang menunjukkan wibawanya serta sepatu yang dipakai seakan menunjukkan dari kelas mana Huda ini berasal.Tapi, sial! Baru saja menginjakkan kaki di pasar yang becek ini, bau tidak sedap sudah membelai penciuman Huda.Apalagi jalanan yang becek ini. Astaga! Huda jadi berdecak kesal setelah sepatunya yang mengkilap penuh dengan lumpur.Batal! Huda memutuskan untuk tidak akan membeli sayuran di pasar. Terlebih mata orang-orang tadi menatapnya. Huda bisa menangkap pandangan