Share

Berubah

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-04-28 21:25:04

Pagi sekali, Amara sudah duduk di meja makan dengan piyama santai, rambutnya diikat seadanya.

Di hadapannya, Arga sibuk memotong telur orak-arik di piring dengan gerakan elegan terukur, stelan joggingnya dengan celana pendek terlihat sedikit basah oleh keringat.

Amara menggenggam cangkir teh hangat dengan dua tangan, menatap Arga yang pagi ini terasa… berbeda.

Lebih santai. Lebih hidup. Lebih tampan.

“Aku … mau bilang sesuatu,” gumam Amara akhirnya, suaranya sedikit serak.

Arga mendongak sekilas, lalu kembali fokus ke makanannya. “Apa?”

Amara menarik napas pelan, lalu memberanikan diri menatap pria di hadapannya.

“Terima kasih,” katanya tulus. “Karena udah ngajak aku jalan-jalan kemarin.”

Arga berhenti mengunyah. Alisnya naik sedikit.

Amara tersenyum kecil, menunduk malu-malu.

“Aku bahagia banget, Ga … udah lama aku enggak ketawa sebebas itu,” lanjutnya, suara lirih tapi penuh kejujuran.

Arga hanya menatapnya lama, tanpa kata.

Dalam hatinya, sesuatu bergemuruh—entah itu ra
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Aliza Shoppie
maksudnya motong telur orak arik gimana ya thor?
goodnovel comment avatar
Attar Muntaz
celah kecil nya udah jebol sama amara
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Memberi Restu

    Amara menatap punggung Arga sambil bersandar di kursi meja makan dengan sweater membalut tubuhnya.Wajahnya masih pucat, tapi tak lagi sesuram semalam. Mungkin karena tubuhnya mulai pulih… atau mungkin karena ada seseorang yang terus menjaganya.Arga.Pria itu kini tengah berdiri di dapur rumah mereka, mengenakan kaus hitam lengan panjang dan celana training.Arga sedang mencetak telur orak-arik dengan brokoli, menu yang disarankan dokter setelah mendapat kabar kalau bi Eti tidak bisa datang hari ini.“Pagi ini kamu makan yang ringan aja dulu, ya?” ujar Arga tanpa menoleh, tangannya cekatan memindahkan makanan ke piring.Amara tidak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan, suaranya terlalu letih untuk menjawab. Beberapa menit kemudian, Arga membawa nampan dan duduk di meja makan depan Amara.“Bisa makan sendiri?” tanyanya lembut.Amara mengangguk lagi sembari menegakan punggung, tapi tubuhnya masih lemah. Refleks, Arga segera bangkit dan pindah duduk di samping Amara.“Aku suapin

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Luka Dan Ketakutan

    Setelah Amara terlelap dalam diam, Arga duduk di kursi sebelah ranjang, menatap wajah perempuan yang kini tampak lebih pucat dari biasanya. Nafas Amara tenang, tapi kelopak matanya masih menyisakan garis bekas tangis.Arga menyandarkan tubuh ke sandaran kursi. Kedua tangannya saling menggenggam di pangkuan, seolah berusaha menahan sesuatu yang berkecamuk dari dalam.Bayu.Nama itu terus menggema di kepalanya. Sosok pria yang tadi mengantarkan Amara dengan ekspresi terlalu tenang, terlalu lembut… terlalu mengenal.Mata Arga melirik ke arah ponselnya yang tergeletak di meja. Ingin rasanya ia mencari tahu lebih banyak tentang Bayu. Siapa dia sekarang, di mana dia tinggal, dan kenapa dia harus muncul sekarang—saat segalanya sudah berantakan.Arga memijat pelipis. Dadanya sesak. Tapi bukan karena marah. Lebih karena takut.Takut kehilangan Amara.Takut jika Bayu datang membawa harapan yang lebih bersih dari luka yang ia berikan.Tangannya terulur, menyentuh tangan Amara yang tergel

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Diam Lebih Aman

    “Kamu enggak harus anter aku sampai ruangan, Bay.” “Enggak apa-apa ….” Bayu tidak meninggalkan Amara meski perawat dari ruang rawat telah menjemput, dia merasa wajib memastikan Amara sampai ke ruangannya.“Apakabar ibu kamu, Ra? Apa dia tahu tentang ini?” “Ibu tahu Arga akan menikah lagi … tapi aku enggak tahu bagaimana perasaan ibu yang sebenarnya.”“Kalau kamu … bagaimana perasaan kamu?” Amara menundukan kepala, dia tidak berani menjawab.“Kalau kamu hancur … maka ibu kamu lebih hancur, Ra.” Bayu bergumam sembari menatap kepala Amara dari belakang.Sungguh, andaikan dia bisa lebih awal bertemu Amara—Bayu janji tidak akan pernah membuat Amara ada di posisi seperti ini.Kursi roda yang didorong Bayu berhenti tepat di depan pintu kamar rawat inap. Di sana, berdiri seorang pria dengan wajah tegas dan sorot mata tajam yang langsung menusuk ke arah mereka. Arga.Amara menelan ludah. Dadanya sesak.Bayu tak gentar. Ia tetap mendorong kursi roda itu hingga tepat di depan Arga

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Suami Pura-Pura

    Tok … Tok …Ketukan di pintu membuyarkan lamunan Amara semenjak kepergian Arga.Ceklek.Seorang perawat masuk dengan senyum ramah.“Pagi, Bu …,” sapanya riang.“Pagi ….” Amara bergumam.“Ibu sendiri?” Sang perawat bertanya sambil mengecek infusan.“Iya … suami saya pergi sebentar ….” “Ibu udah sarapan?”“Sudah ….”“Banyak sarapannya?” Perawat melihat bekas makan Amara yang belum diambil bagian catering.“Habiskan ya Bu, memang tidak enak … namanya juga makanan sehat, tapi si bayi sangat membutuhkannya.” Amara hanya tersenyum.Bagaimana bisa dia menelan makanan ketika mengetahui suaminya sedang melakukan fitting dengan calon istri baru.“Sebentar lagi kita akan observasi kandungan ibu ya … Ibu siap-siap dulu, saya akan bawa kursi roda.” Amara mengangguk saja lalu perawat pergi.Mau siap-siap pun tangannya terikat selang infus, jadi Amara tetap diam di atas ranjang.Dan lagi memangnya siapa yang harus dia buat terkesan sedangkan dia sudah memiliki suami dan sedang

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Istri Yang Pantas

    Arga berdiri di samping ranjang, berpakaian rapi. Kemeja putih tergulung di lengan, celana krem casual yang dipadukan dengan sepatu sneakers—pakaian yang terlalu ‘santai’ untuk kunjungan rumah sakit, tapi terlalu serius untuk sekadar jalan-jalan. Amara tahu itu.“Ra, aku harus pergi,” ucap Arga lembut.Tak ada jawaban.Amara hanya membelakangi tubuhnya. Diam. Tanpa gerakan.“Fitting… buat pernikahan itu,” lanjut Arga dengan suara semakin pelan, seolah malu pada kalimatnya sendiri.Tubuh Amara tetap tak bereaksi. Hari Sabtu datang tanpa kehangatan. Cahaya pagi merambat pelan di dinding kamar rumah sakit, namun tak membawa secuil pun rasa tenang bagi Amara yang masih terbaring diam di tempat tidurnya.Udara sejuk dari pendingin ruangan tak mampu menenangkan dada yang sesak, apalagi menyembuhkan luka yang terus menganga.Arga menunduk, mendekat, dan menyingkap sedikit selimut dari bahu Amara. Ia membungkuk, melabuhkan kecupan panjang di sana—kecupan yang ingin menyampaikan serib

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Kesepakatan Baru

    “Kamu enggak ke kantor?” Amara menatap Arga yang hendak duduk di tepi ranjang setelah bagian catering yang mengantar makan siang, pergi.“Enggak, nanti Zeno datang bawa kerjaan.” Arga menyahut sembari membuka plastik pelindung makanan.“Kamu makan siang dulu ya ….” Arga mendekatkan sendok ke mulut Amara.Amara membuka mulut, tidak protes karena sang janin butuh asupan gizi.“Ga, boleh aku telepon Ima?” Arga menatap ragu.“Aku ingin tahu apakah ibu juga melihat berita ini?” “Nanti kamu kepikiran ….” Arga menolak secara halus.“Tapi aku juga harus tahu dan bagaimana keadaan ibu setelah melihat berita itu.” Amara mulai ngegas.Akhirnya Arga mengeluarkan ponselnya dari saku celana.Amara mengotak-ngatik ponsel Arga mencari nama Ima namun jempolnya berhenti ketika melihat panggilan keluar dan ada satu nama kontak yang menarik perhatian.My Lovely Wife.Amara menekan nama itu lalu muncul nomor yang sangat dia kenal, nomor ponselnya.Jantung Amara bergetar hebat, dia mematung

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status