Share

Ujian selama hamil

Author: Bunda Gibby
last update Last Updated: 2022-06-29 00:42:05

Beberapa hari setelahnya, kedua orang tuaku kembali kerumahnya. Awalnya aku kira semua akan berlalu dan kembali normal seperti semula. Tapi ternyata tidak, mertuaku semakin menjadi-jadi. Kini tidak hanya menghinaku dan keluargaku dibelakang. Sekarang lebih terang-terangan terhadapku. Semua yang ku lakukan seakan salah dimatanya.

"Ma, makan dulu yuk." ajakku pada ibu mertua.

"Masak apa kamu?" tanya mertuaku ketus.

"Telur balado sama Ikan laut ma, ada sayur bayam jga. Mama mau aku ambilkan apa nunggu mas Andi pulang, biar makan sama-sama?" usulku

"Kamu ini, katanya anak orang kaya. Masak kasih makan saya dan anak saya makanan kampung kayak gini." hina wanita yang telah melahirkan suamiku.

Begitu tajam ucapannya hingga menusuk kedalam hati ini. Sesak dada ini mendengar kata demi kata yang terlontar dari mulutnya.

"Asal kamu tau ya, anak saya ngk suka makan-makanan seperti ini. Ngk bergizi. Andi itu dari kecil selalu makan makanan yang enak-enak. Walau kami tidak kaya seperti keluargamu, tapi makanan kami adalah makan yang layak. Nah kamu, nyiapin ini aja bangga. Jangan-jangan keluarga kamu memang sering kasih makan murahan seperi ini ya. Pantasan kaya, ternyata modal pelit untuk perut." tak puas menghinaku, dia juga menghina keluargaku.

"Tapi ma, ini semua permintaan mas Andi tadi pagi." jawabku

"Udah jangan banyak alasan kamu. Sini, mana uang belanja yang dikasih anak saya. Biar saya aja yang atur keuangan. Kamu ngk becus. Yang ada kamu gelapkan jerih keringat anak saya untuk mempersiapkan makanan murahan ini. Kamu kira saya ngk tau kamu menghambur-hamburkan uang anak saya untuk beli baju dan make up kamu itu. Udah jadi istri orang ngk usah sok-sok dandan segala. Lebih baik kamu dirumah aja, layani saya dan anak saya." 

"Tuh sekalian cuciin pakaian kotor saya. Kamu sejak hamil jadi malas-malasan. Bikin saya makin gedek liat kamu. Saya itu paling ngk suka pakaian numpuk sampai dua hari. Jangan jadikan anak kamu alasan buat malas-malasan dirumah saya. Masih untung kamu saya jadikan menantu. Liat badan kamu sekarang, baru hamil beberapa bulan badan udah melar semua. Giliran suami diambil orang baru ketar ketir." tak henti-hentinya ibu mertua menghinaku.

Padahal semua yang dia ucapkan itu tentang dirinya sendiri. Sejak mas andi bekerja dan mertuaku berpisah dengan om Tomi yang dituduh berselingkuh, ibu mertuaku semakin malas-malasan berjualan. Bahkan tak jarang pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Dia lebih sering keluar dengan teman-temannya dan berbelanja setiap mas Andi gajian. Sehingga aku harus memutar otak untuk memenuhi semua kebutuhan rumah yang pas-pasan karena sudah dimanipulasi olehnya. Untung aku memiliki tabungan sendiri, dari uang yang selalu di transfer papa dan Mas Rino. Walau aku telah menikah, mereka tidak serta merta memutuskan suntikan dana untukku selama ini. Bahkan untuk membeli kosmetik dan pakaian aku dapatkan dari uang pemberian mereka. 

Hari demi hariku lalui dengan penuh kesabaran. Ucapan pedas dari mertua menjadi makanan sehari-hari. Aku hanya bisa menahan tangis dan memendam sakit hati ini seorang diri. Aku tidak ingin menambahkan beban pikiran kedua orangtuaku. Sesekali aku bercerita kepada adikku sekedar melepas beban pikiran yang mendera. 

Kehamilanku telah memasuki usia 4 bulan. Rasa lelah, lemas dan pusing sering kualami saat ini. Bahkan rasa mual dengan aroma tertentu sering melanda. Hal itu semakin menambah kebencian ibu mertua padaku. Dia selalu mennyangkut-pautkan kesialan yang dia alami dengan kehamilanku. 

"By, sejak kamu hamil, jualan mama jadi sepi banget sekarang. Kamu sih pake hamil segala, jadi mama kan ikutan apes gara-gara anak kamu". Ujarnya

"Loh, jualan mama yang sepi kenapa malah nyalahin anak aku sih ma. Mama kalau ngak suka sama aku ya udah. Tapi jangan ikut nyalah-nyalahin anak aku." untuk pertama kalinya aku memberanikan diri menjawab semua ucapan pedasnya.

"Hmmm... Tuan putri sekarang udah berani ngejawab rupanya. Udah merasa pintar kami hah?" bentaknya lagi.

"Maaf ma, bukannya aku merasa pintar. Tapi kali ini mama kelewatan. Semua kesalahan dan kesialan yang mama alami selalu dihubung-hubungkan dengan kehamilanku. Lagian ya ma, namanya dagang ya ada naik turunnya. Apalagi aku perhatikan sekarang mama jarang buka toko dan buah-buahan yang mama jual juga tidak kualitas baik seperti sebelumnya. Banyak stok buah yang kosong. Dan aku rasa itu salah satu faktor sepinya pembeli."

"Kamu ya..." mertuaku semakin geram dengan jawabanku.

"Loh, kan memang kenyataannya begitu ma. Makanya, kalau dikasih kepercayaan itu amanah. Jangan minta ini itu, eh uangnya dimakan sendiri. Apalagi buat hura-hura lelaki pengangguran. Papa cari uang itu ngak gampang lo ma. Eh, udah dibantu taunya dipergunakan untuk hal yang ngak penting. Modal habis dagangan zonk, yang ada uang papaku ngak balik dong." ucapku sedikit angkuh sebagaimana selama ini ia lakukan padaku. Ada kepuasan tersendiri setelah meremehkan wanita tua yang tak tau malu tersebut.

"Jaga ucapan kamu ya". bentaknya lagi.

Mertuaku semakin heran akan keberanianku yang kini mulai bersuara. Aku tidak ingin kembali di injak-injak seperti dulu. Salah satu yang membuat tumbuhnya keberanian didiriku adalah saat papa menghubungi dan bercerita kalau mertuaku meminjam sejumlah uang dengan alasan menambah modal jualan. 

Tetapi pada kenyataannya, uang tersebut tidak dimanfaatkan oleh mertuaku untuk kebutuhan toko miliknya. Melainkan untuk pamer dan memanjakan lelaki yang tengah dekat dengannya.

Setiap hari bukannya membuka toko, dia malah membawa lelaki tersebut kerumah disaat mas andi bekerja. Diusia mereka yang tidak lagi muda aku sedikit risih dan geli dengan tingkah mereka. Mertuaku yang saat itu sudah menginjak kepala 6, tanpa rasa malu bergelayut manja dipangkuan lelaki tersebut.

Entah apa yang ada dipikiran kedua orangtua yang sedang puber kedua tersebut. Tak ada rasa malu dan takut akan dosa. Sebenarnya aku bisa saja merekam semua itu dan memperlihatkan semuanya pada mas Andi. Tapi aku urungkan, aku tak ingin menjadi penyebab pertengkaran antara ibu dan anak. Biar saja mas Andi tau dengan sendirinya tanpa aku harus mengadukan semua itu.

Benar saja, disaat mereka akan melakukan hal yang tidak pantas. Disaat bersamaan tiba-tiba mas Andi masuk. Tidak seperti biasanya, mas andi pulang lebih awal. Adegan yang menjijikan itu mereka lakukan dihadapan mas Andi. Betapa kaget dan marahnya mas Andi. Hingga secara membabi buta mas Andi menghadiahi pukulan tepat di pipi lelaki tua tersebut. Jika tidak aku lerai mungkin lelaki tersebut sudah babak belur ditangan suamiku yang sedang tersulut emosi. 

Setelah mengusir pria tersebut,  mas Andi meminta penjelasan pada ibunya. Dengan enteng dan tanpa rasa bersalah dia menjawab singkat kalau dia serius dengan lelaki tersebut. Bukannya memberi restu mas Andi semakin menentang hubungan tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karena ibumu anakku begini...   Tak tau diri

    Sejak perdebatan dengan mertua tempo hari, dia tidak lagi banyak bicara. Entah takut atau sedang merencanakan hal jahat untuk ku. waktunya lebih banyak dihabiskan dikamar. keluapun jika mulai lapar. tak banyak aktifitas yg iya lakukan jika aku berada dirumah. Hari-harinya dilalui tak tentu arah. Toko buah yang selama ini dia kelola kini sudah di ambil alih oleh mbak elis. Ditambah motor pemberian mas Andi untuknya juga sudah berpindah tangan ke mas doddy.Entah apa yang ada dipikiran wanita paruh baya tersebut. Bisa-bisanya dia seceroboh itu. bahkan demi uang yang menurutku tidak seberapa dia rela melepas tempat selama ini iya memcari nafkah. Dan mbak elis dan mas Doddy juga tidak berperasaan, dengan kejam mengambil alih semua usaha ibu dan mertuanya sendiri hanya karena pinjaman uang ratusan ribu yang iya berikan pada mertua. Padahal selama ini kami begitu banyak berkorban untuknya tidak pernah sedikitpun ingin menguasai apa yang iya miliki. entah dari apa terbuat hati mereka. Dala

  • Karena ibumu anakku begini...   Kembali berulah

    Dua hari kembali kerumah ini membuatku semakin tidak betah. Harapan ingin memulai lembaran baru berdua dengan suami sembari menunggu kelahiran buah hati kamipun sirna. Aku tidak hanya dibuat tak nyaman tetapi juga tertekan. Hari-hariku dilalui dengan teriakan, makian hingga sumpah serapah dari ibu suamiku sendiri. Wanita yang sebelumnya sudah ku anggap sebagai orang tuaku sendiri disaat jauh dari mama papa, malah menjadi duri dalam daging dirumah tangga anak dan menantunya. Masalah demi masalah selalu ia berikan kepadaku. Terkadang masalah kecil bisa menjadi besar olehnya. Seperti pagi ini, saat aku sedang menjalankan shalat dhuha. Jadi tidak bisa merespont panggilan darinya. Bukannya menungguku sebentar hingga aku selesai menjalankan shalat, dengan kasar ia menarik mukenah yang ku kenakan hingga aku tersungkur. Beruntung aku terhempas di atas matras yang cukup tebal jadi tidak berakibat fatal pada kandunganku. "Dasar budek, dipanggilin dari tadi bukannya nyaut." makinya. "Mama

  • Karena ibumu anakku begini...   Kata-kata pedas ibu mertua

    "Hai... Dari mana aja kamu?" tanya ibu mertua saat aku baru memasuki pekarangan rumah. "Byan dari rumah mbak Tisa." jawabku seadanya. Mbak tisa adalah kakak iparku, istri dari mas Rino kakak lelakiku satu-satunya. Kebetulan beberapa hari ini mbak kami pasti kaan keluar dari siruasi ini pulang kerumah orang tuanya yang berjarak tak jauh dari rumahku. "Enak ya kamu, udah berasa ratu dirumah saya. Pergi ngak pamit, mana lama lagi. Kamu mau saya mati kelaparan apa?" Bentak dengan suara yang semakin meninggi. "Maaf ma, Byan udah pamit sama mas Andi kok ma. Dan mas Andi juga ngizinin". Jawabku lagi"Terus menurut kamu, dengan kamu izin ke anak saya kamu ngk perlu izin ke saya lagi hah? Kamu kira rumah saya hotel bisa keluar masuk sesuka kamu"."Tadi Byan mau pamit ke mama, tapi mama ngk ada. Kata mas Andi mama ke rumah mbak Mirna. Jadi Byan izin ke mas Andi aja"."Emang kamu ngk punya kaki buat susul saya, emang mantu ngk punya otak. Ngk tau diri banget. Udah tinggal gratis diruma

  • Karena ibumu anakku begini...   Tidak berubah

    Wanita paruh baya itupun berusaha membujuk mas Andi untuk kembali pulang kerumah. Aku berharap mas Andi tidak luluh begitu saja dengan wajah memelas ibunya. Jika benar itu terjadi, berarti akan membuat rencana kami untuk mengontrak dan memulai hidup baru hanya berdua saja sirna seketika. Bukannya mendendam dan tak peduli dengan keadaan ibunya sendirian dirumah tersebut. Hanya saja aku belum siap untuk kembali hidup bersama dengan ibunya yang jelas-jelas sudah sangat membuatku hilang respek padanya. Tidak ada yang tau, kejadian yang serupa mungkin saja akan terulang kembali. Bahkan bisa saja akan lebih buruk dari pada ini. Begitu kuat keinginan sang ibu membujuk mas andi untuk kembali. Kulihat wajah mas andi semakin ragu. Dia seperti bimbang ingin melangkah. Dan seoertinya benteng pertahanannyapun roboh. "Dek gimana?" tanya mas Andi padaku. Aku hanya diam tak menjawab. Tapi dari sorot mataku sudah cukup mewakili apa yang ada dihati ini. Aku hanya ingin memberi ruang kepada mas

  • Karena ibumu anakku begini...   Kedatangan ibu mertua

    Kuturuti perintah mas Andi. Kulangkahkan kaki ini menuju kamar mereka. Ku coba kembali mengetuk pintu tersebut. Nihil, dua hingga tiga kali kuketuk tapi tak kunjung ada respon dari mereka.Ku atur nafas dalam-dalam, ku coba kuasai diri agar tak terpancing emosi.Ku coba ketukan keempat...Tok tok tok... "Mas, mbak ini mas Andi bawain makanan." ucapku lagi dengan menahan kesal. Tak lama dua kamar itupun terbuka secara bersamaan. Tidak terlihat wajah mereka seperti orang yang baru bangun tidur. Kelima orang itu terlihat segar, walau ku tau tidak satupun dari mereka yang sudah mandi. Karena sedari tadi aku diruang tamu tak satu orang pun yang keluar kamar. Aku semakin dibuat geram olehnya. Jadi sedari tadi aku memanggil tak mereka hiraukan bukan karena tertidur. Melainkan pura-pura tidak mendengarkanku.Benar kata mas Andi. Ketikaku mengatakan makanan seketika merekapun keluar dari persembunyiannya dan menyambar makanan yang dibawakan mas Andi. Tanpa menunggu mas Andi terlebih dahu

  • Karena ibumu anakku begini...   Bermuka dua

    "Assalammu'alaikum." akhirnya mas Andipun pulang."Waalaikumsalam" aku menyambut kedatangan mas Andi. "Udah pulang mas?" tanyaku. Aku berusaha bersikap sewajarnya. Saat ini aku tidak mau mas Andi mengetahui sebenarnya bahwa dalang dari kekacauan dikehidupan kami adalah kakak dan iparnya sendiri. Yang ada nanti semuanya runyam dan mas andi tidak bisa berfikir jernih."Maaf ya dek, mas lama. Mas udah keliling ngak nemu yang jualan. Ini aja mas kepasar kampung di ujung sana. Kebetulan hari ini pasarnya dek.""Oh jadi pasarnya ngak tiap hari mas?" tanyaku."Disini biasanya tiap pekan aja dek. Ngak setiap hari seperti di tempat kita." jelas mas Andi. Aku hanya manggut-manggut.Tak lama dari kedatangan mas Andi, suami istri itupun keluar dari kamarnya. Ya bagus lah mereka keluar sendiri. Aku sebenarnya enggan menyapa mereka. Melihat wajah tanpa berdosa mereka aku semakin kesal di buatnya. Tapi aku harus sabar dan main cantik. Karena menghadapi manusia licik seperti mereka ngak bisa gegabah.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status