Share

Pergi dari rumah

Author: Bunda Gibby
last update Last Updated: 2022-06-29 00:48:03

Selama berhari-hari mas Andi tidak bertegur sapa dengan ibunya. Bukan bermaksud menjadi anak durhaka,  tetapi mas andi hanya merasa kecewa dengan sifat memalukan ibunya.

Tanpa sepengetahuan kami ibu mertua pergi dari rumah dan kami yakini kerumah mas Doddy. Karena setiap ada pertengkaran antara mas Andi dan ibu mertua selalu pergi mencari pembelaan ke mas Doddy. Bukannya menjadi penengah,  mas Doddy dan mbak Elis akan semakin memperkeruh suasana. Terlebih mereka begitu tidak menyukaiku.

Mas Andi kembali mengingat kejadian beberapa tahun lalu saat dirinya memutuskan keluar dari rumah dan tinggal bersama keluarga ayahnya. Dari cerita yang diperoleh dari paman mas Andi. Awal kejadian mengapa ibunya bisa menikah dengan om Toni. Karena pada saat itu warga mendapat laporan dari para tetangga terdekat akan seringnya om oni berkunjung disaat mertuaku hanya seorang diri dirumah. Setelah mengumpulkan warga yang cukup banyak, mereka melakukan penggerebekan. Disaat itu didapat mertuaku dan om Toni dalam kondisi setengah tanpa busana didalam kamar. Sedangkan saat itu diketahui om Toni masih memiliki istri dan 4 orang anak.  Untuk menghindari amukan warga ketua RT meminta untuk keduanya di nikahkan saat itu juga. Dan membayar denda akan tindakan tersebut. 

Setelah menikah dengan ibu mas Andi, om Toni pun menceraikan istrinya dan ikut tinggal dirumah peninggalan almarhum ayah mertuaku yang kini kami tempati.

"Mas... " panggilku membuyarkan lamunan mas Andi dan terlihat bening air mata menetes disudut matanya. 

"Mas masih kepikiran masalah mama kemarin ya? Maafin aku ya mas, sebenarnya itu bukan kali pertama mama membawa orang itu kerumah kita." jelasku. 

"Kenapa adek ngak pernah ceritakan ke mas?  Ini bukan masalah sepele dek.  Ini menyangkut nama baik keluarga kita." tanya mas Andi sedikit kecewa dengan penjelasanku. 

"Aku hanya ngk mau mas dan mama bertengkar karena aku yang memberi tahu.  Aku inginnya mas sendiri yang melihat secara langsung agar mama tidak terus menerus menekanku dirumah ini mas."

"Jadi selama ini mama memperlakukan kamu tidak baik dek? Tanyanya lagi. 

Aku hanya tertunduk lesu. Dan aku yakin mas andi bisa mengerti akan semua itu. 

"Mas takutnya hal yang sana terulang kembali dek,  jika bukan mas yang memergoki mereka bisa jadi suatu saat warga yang akan menggerebek mereka." terdengar suara mas Andi tertahan seakan penuh beban. 

Disaat kami saling menguatkan satu sama lain,  dari luar terdengar suara orang mengucapkan salam. 

"Assalammu'alaikum... "

"Waalaikumsalam..." jawab kami bersamaan. 

"Apa benar ini rumah ibu Mirna?" tanya dua orang pria yang berpakaian rapi tersebut. Dari penampilannya terlihat seperti pegawai bank. 

"Iya pak,  benar.  Kebetulan saya anaknya. Ada keperluan apa bapak mencari ibu saya?" tanya mas Andi penasaran. 

"Begini pak,  kami dari Bank *** ingin menyampaikan bahwasanya ibu Mirna sudah menunggak pembayaran selama 3 bulan pada Bank kami. Sebelumnya kami juga sudah mencoba menghubungi ibu anda tapi tidak ada respon sama sekali.  Dan saat salah satu rekan saya mencoba menemuinya di toko sungguh perlakuan yang kurang menyenangkan yang rekan saya dapatkan dari ibu Mirna. Maka dari itu kami memutuskan untuk menemui keluarga dari pada ibu Mirna. Kami harap bapak bisa bekerja sama."

"Maaf sebelumnya pak,  perihal peminjaman uang yang ibu saya lakukan pada Bank tersebut saya sama sekali tidak tau-menau.  Bahkan dengan jaminan rumah inipun ibu saya tidak pernah sama sekali mengkomunikasikannya kepada saya. Tapi sebagai anak saya merasa bertanggung jawab akan itu semua. Maka saya mohon diberi waktu lagi pak, pasti akan saya lunasi semua tunggakannya." Pinta mas Andi pada pihak Bank tersebut.

"Sebelumnya kami sudah memberi waktu kepada ibu Mirna,  tapi sampai detik ini tidak ada itikat baik ibu Mirna terhadap Bank kami.  Jadi oleh karena itu kami disini ingin menyampaikan kepada bapak bahwa rumah ini akan dilelang. Dan hasil pelelangan diserahkan kepada Bank untuk pelunasan hutang ibu Mirna beserta bunganya. Dan sisanya akan kami serahkan kepada ibu Mirna dan keluarga. 

"Tidak bisa begitu pak,  rumah ini rumah peninggalan ayah saya dan diwariskan untuk saya. Saya sebagai ahliwaris sama sekali tidak dilibatkan dalam hal ini.  Jadi sebagai pemilik rumah saya keberatan jika rumah peninggalan dari ayah saya harus dilelang." mas Andi semakin frustasi

"Itu sudah menjadi keputusan dari pihak Bank pak.  Kami hanya menjalankan tugas." tutur pria itu lagi. 

Mas Andi terlihat kalut dan gusar. Dia tidak habis pikir,  masalah yang dibuat ibunya akan berdampak sebesar ini. Dengan tega dia menggadaikan rumah peninggalan ayah mertuaku.  Dan kini dia pergi begitu saja. Kepergiannya kurasa bukan hanya disebabkan pertengkaran dengan mas Amdi tetapi karena di kejar hutang dari pihak bank.  Dia berpikir dengan dia melarikan diri akan menyelesaikan semua masalah yang telah ia timbulkan.  Aku sama sekali tidak habis pikir dengan sifat ibu mertuaku yang sebenarnya.  Bertahun-tahun aku mengenalnya dengan penilaian yang baik dan semua terkuah hanya dalam waktu singkat disaat aku telah menjadi istri anaknya. 

"Begini saja pak,  apa bisa saya menemui pimpinan bapak terlebih dahulu sebelum melakukan pelelangan. Saya berharap ada keringanan dari pihak Bank pak.  Saya berjanji pasti akan saya lunasi semua.  Saya berharap ada jalan keluar untuk ini semua tanpa harus melelang rumah ini. Jika rumah ini dilelang saya dan istri saya harus tinggal dimana pak.  Apalagi sekarang istri saya sedang hamil. Ibu sayapun sekarang kabur entah kemana." Jelas mas Andi memohon. 

"Baik kalau begitu pak. Besok bisa saya buatkan janji bertemu dengan atasan saya. Untuk jamnya bisa saya info kan kembali besok." merekapun berpamintan kepada kami yang sebelumnya telah saling bertukar nomor telpon dengan Mas Andi. 

Keesokan harinya,  kamipun menemui pimpinan Bank tersebut perihal masalah permohonan untuk pembatalan pelelangan rumah yang kami tempati saat ini. Dari pihak Bank menerima keberadaan kami dengan sangat baik dan mendengar setiap penjelasan yang diberikan mas Andi. Maka dari itu diambil jalan tengah untuk kami bahwa pelelangan rumah akan dibatalkan.  Dengan gantinya kami harus melunasi dua bulan tunggakan dan satu bulan lagi di anggap lunas dengan cacatan kami membalikkan nama peminjam yang sebelumnya atas nama ibu mertua dan berganti dengan nama Mas Andi.  Karena pihak Bank sudah memblacklis nama ibu mertua dan tidak ingin berurusan dalam bentuk apapun lagi dengan beliau. Bahkan pihak bank saja bisa angkat tangan menghadapi kelakuan ibu mertua apalagi kami yang tiap hari dibuat naik darah oleh sikapnya. 

Mas andi pun menyetujui syarat dari pihak bank dan kami memutuskan untuk menambah jangka waktu peminjaman agar pembayaran tiap bulannya tidak terlalu besar. Apalagi disaat ini kami membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk persiapan persalinanku nanti. 

Ditengah kebahagiaan atas kehamilanku,  sungguh ujian bertubi-tubi datang menghampiri. Sungguh kami berharap bisa melalui ini semua dan dapat keluar dari semua masalah yang kami sendiri tidak memiliki andil didalamnya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karena ibumu anakku begini...   Tak tau diri

    Sejak perdebatan dengan mertua tempo hari, dia tidak lagi banyak bicara. Entah takut atau sedang merencanakan hal jahat untuk ku. waktunya lebih banyak dihabiskan dikamar. keluapun jika mulai lapar. tak banyak aktifitas yg iya lakukan jika aku berada dirumah. Hari-harinya dilalui tak tentu arah. Toko buah yang selama ini dia kelola kini sudah di ambil alih oleh mbak elis. Ditambah motor pemberian mas Andi untuknya juga sudah berpindah tangan ke mas doddy.Entah apa yang ada dipikiran wanita paruh baya tersebut. Bisa-bisanya dia seceroboh itu. bahkan demi uang yang menurutku tidak seberapa dia rela melepas tempat selama ini iya memcari nafkah. Dan mbak elis dan mas Doddy juga tidak berperasaan, dengan kejam mengambil alih semua usaha ibu dan mertuanya sendiri hanya karena pinjaman uang ratusan ribu yang iya berikan pada mertua. Padahal selama ini kami begitu banyak berkorban untuknya tidak pernah sedikitpun ingin menguasai apa yang iya miliki. entah dari apa terbuat hati mereka. Dala

  • Karena ibumu anakku begini...   Kembali berulah

    Dua hari kembali kerumah ini membuatku semakin tidak betah. Harapan ingin memulai lembaran baru berdua dengan suami sembari menunggu kelahiran buah hati kamipun sirna. Aku tidak hanya dibuat tak nyaman tetapi juga tertekan. Hari-hariku dilalui dengan teriakan, makian hingga sumpah serapah dari ibu suamiku sendiri. Wanita yang sebelumnya sudah ku anggap sebagai orang tuaku sendiri disaat jauh dari mama papa, malah menjadi duri dalam daging dirumah tangga anak dan menantunya. Masalah demi masalah selalu ia berikan kepadaku. Terkadang masalah kecil bisa menjadi besar olehnya. Seperti pagi ini, saat aku sedang menjalankan shalat dhuha. Jadi tidak bisa merespont panggilan darinya. Bukannya menungguku sebentar hingga aku selesai menjalankan shalat, dengan kasar ia menarik mukenah yang ku kenakan hingga aku tersungkur. Beruntung aku terhempas di atas matras yang cukup tebal jadi tidak berakibat fatal pada kandunganku. "Dasar budek, dipanggilin dari tadi bukannya nyaut." makinya. "Mama

  • Karena ibumu anakku begini...   Kata-kata pedas ibu mertua

    "Hai... Dari mana aja kamu?" tanya ibu mertua saat aku baru memasuki pekarangan rumah. "Byan dari rumah mbak Tisa." jawabku seadanya. Mbak tisa adalah kakak iparku, istri dari mas Rino kakak lelakiku satu-satunya. Kebetulan beberapa hari ini mbak kami pasti kaan keluar dari siruasi ini pulang kerumah orang tuanya yang berjarak tak jauh dari rumahku. "Enak ya kamu, udah berasa ratu dirumah saya. Pergi ngak pamit, mana lama lagi. Kamu mau saya mati kelaparan apa?" Bentak dengan suara yang semakin meninggi. "Maaf ma, Byan udah pamit sama mas Andi kok ma. Dan mas Andi juga ngizinin". Jawabku lagi"Terus menurut kamu, dengan kamu izin ke anak saya kamu ngk perlu izin ke saya lagi hah? Kamu kira rumah saya hotel bisa keluar masuk sesuka kamu"."Tadi Byan mau pamit ke mama, tapi mama ngk ada. Kata mas Andi mama ke rumah mbak Mirna. Jadi Byan izin ke mas Andi aja"."Emang kamu ngk punya kaki buat susul saya, emang mantu ngk punya otak. Ngk tau diri banget. Udah tinggal gratis diruma

  • Karena ibumu anakku begini...   Tidak berubah

    Wanita paruh baya itupun berusaha membujuk mas Andi untuk kembali pulang kerumah. Aku berharap mas Andi tidak luluh begitu saja dengan wajah memelas ibunya. Jika benar itu terjadi, berarti akan membuat rencana kami untuk mengontrak dan memulai hidup baru hanya berdua saja sirna seketika. Bukannya mendendam dan tak peduli dengan keadaan ibunya sendirian dirumah tersebut. Hanya saja aku belum siap untuk kembali hidup bersama dengan ibunya yang jelas-jelas sudah sangat membuatku hilang respek padanya. Tidak ada yang tau, kejadian yang serupa mungkin saja akan terulang kembali. Bahkan bisa saja akan lebih buruk dari pada ini. Begitu kuat keinginan sang ibu membujuk mas andi untuk kembali. Kulihat wajah mas andi semakin ragu. Dia seperti bimbang ingin melangkah. Dan seoertinya benteng pertahanannyapun roboh. "Dek gimana?" tanya mas Andi padaku. Aku hanya diam tak menjawab. Tapi dari sorot mataku sudah cukup mewakili apa yang ada dihati ini. Aku hanya ingin memberi ruang kepada mas

  • Karena ibumu anakku begini...   Kedatangan ibu mertua

    Kuturuti perintah mas Andi. Kulangkahkan kaki ini menuju kamar mereka. Ku coba kembali mengetuk pintu tersebut. Nihil, dua hingga tiga kali kuketuk tapi tak kunjung ada respon dari mereka.Ku atur nafas dalam-dalam, ku coba kuasai diri agar tak terpancing emosi.Ku coba ketukan keempat...Tok tok tok... "Mas, mbak ini mas Andi bawain makanan." ucapku lagi dengan menahan kesal. Tak lama dua kamar itupun terbuka secara bersamaan. Tidak terlihat wajah mereka seperti orang yang baru bangun tidur. Kelima orang itu terlihat segar, walau ku tau tidak satupun dari mereka yang sudah mandi. Karena sedari tadi aku diruang tamu tak satu orang pun yang keluar kamar. Aku semakin dibuat geram olehnya. Jadi sedari tadi aku memanggil tak mereka hiraukan bukan karena tertidur. Melainkan pura-pura tidak mendengarkanku.Benar kata mas Andi. Ketikaku mengatakan makanan seketika merekapun keluar dari persembunyiannya dan menyambar makanan yang dibawakan mas Andi. Tanpa menunggu mas Andi terlebih dahu

  • Karena ibumu anakku begini...   Bermuka dua

    "Assalammu'alaikum." akhirnya mas Andipun pulang."Waalaikumsalam" aku menyambut kedatangan mas Andi. "Udah pulang mas?" tanyaku. Aku berusaha bersikap sewajarnya. Saat ini aku tidak mau mas Andi mengetahui sebenarnya bahwa dalang dari kekacauan dikehidupan kami adalah kakak dan iparnya sendiri. Yang ada nanti semuanya runyam dan mas andi tidak bisa berfikir jernih."Maaf ya dek, mas lama. Mas udah keliling ngak nemu yang jualan. Ini aja mas kepasar kampung di ujung sana. Kebetulan hari ini pasarnya dek.""Oh jadi pasarnya ngak tiap hari mas?" tanyaku."Disini biasanya tiap pekan aja dek. Ngak setiap hari seperti di tempat kita." jelas mas Andi. Aku hanya manggut-manggut.Tak lama dari kedatangan mas Andi, suami istri itupun keluar dari kamarnya. Ya bagus lah mereka keluar sendiri. Aku sebenarnya enggan menyapa mereka. Melihat wajah tanpa berdosa mereka aku semakin kesal di buatnya. Tapi aku harus sabar dan main cantik. Karena menghadapi manusia licik seperti mereka ngak bisa gegabah.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status