Rexa memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Entah mengapa dia menyesali tindakannya terhadap Sofie semalam. Terlebih lagi ketika wanita itu menatapnya marah dengan tatapan terluka, lalu meninggalkan apartemennya begitu saja tanpa pamit bahkan sebelum matahari muncul sepenuhnya. Semalam Rexa tidak sadar saat menatap wajah Sofie. Yang muncul justru ilusi wajah Kaisha yang tersenyum manis padanya. Ilusi yang seakan menarik keluar rindu yang terkurung dalam relung jiwanya yang terbelenggu kelam. Ataukah ada suatu magnet yang membuatnya tidak bisa melepaskan pandangannya dari wajah Sofie? Wajah mungil Sofie, dengan hidung mancung dan garis bibir tipis yang penuh itu mengingatkannya pada Kaisha-nya yang dulu. Wanita manis yang dulu dia cintai sepenuh hati. Ada perasaan nyaman berada dekat dengan Sofie sama seperti yang dulu pernah dia rasakan saat bersama Kaisha. Belum lagi tatapan Sofie yang seakan menariknya masuk. Membuat dirinya semakin kehilangan kontrol semalam dan Rexa sangat ta
Sofie memandang sekeliling ruang makan. Lagi, Rexa yang belum ada di sana. Hanya ada empat member B-Men yang tengah asik menghabiskan sarapan mereka di ruangan itu. Jam tujuh pagi dan Rexa masih juga belum menampakkan dirinya. Sofie mendesah pelan. Jengkel juga dengan kelakuan bosnya itu. Jadwal hari ini cukup padat dan pria itu masih juga belum keluar kamar. Sudah pasti Sofie harus segera membangunkannya. “Rex ... Rexa! Ayo bangun!” Sofie mengetuk pintu kamar Rexa. Sunyi senyap tidak ada yang menyahut. Dengan perlahan Sofie membuka pintu kamar yang tidak pernah terkunci itu. Wanita itu melangkah pelan menghampiri Rexa yang terlihat masih terlelap di tempat tidurnya yang nyaman. “Rexa ... ayo bangun! Sudah siang nih! Hari ini kan ada pemotretan,” panggil Sofie sambil menepuk kaki Rexa yang berbalut selimut. Namun pria itu masih bergeming. “Rexa ... cepat bangun!” panggil Sofie lagi setengah berteriak sambil menepuk pipi pria itu. Tiba-tiba saja Rexa menarik tangan Sofie hingga tub
Tidak lama kemudian mobil Rexa yang dikendarai oleh Vino tiba di sebuah gedung tinggi berlantai dua puluh yang mewah. Tulisan Artemis terlihat menyala terang di puncaknya. Di depan pintu lobi tampak Sonya telah menunggu kedatangannya. Sambil tersenyum, Sonya melambaikan tangannya saat melihat mobil yang dikendarai Vino berhenti tepat di depannya. “Hai, Sayang. Ayo naik!” Dengan segera Sonya naik ke dalam mobil dan duduk di samping Sofie di bangku penumpang. “Sayang, kita jalan-jalan dulu, ya. Sofie dan Rexa juga sudah setuju.” “Ide bagus,” sahut Sonya bersemangat. “Kalau kubilang tidak setuju pun mobil ini akan Vino bawa sesuka hatinya,” tandas Rexa pasrah. “Tapi ... aku penasaran, sejak kapan kalian pacaran?” tanya Rexa tanpa basa basi. Pria itu menoleh menatap Vino dengan tatapan menyelidik. “Iya, benar. Kamu hutang penjelasan padaku loh, Sonya!” timpal Sofie sambil merengut menatap sahabatnya yang hanya menanggapi dengan tersenyum simpul. “Kenapa cuma senyum? Sejak kapan kalian
Alunan musik pop romantis mengiringi aroma kopi yang menguar dari salah satu kedai kopi terkenal di sebelah kanan pintu masuk mall. Sofie dan Sonya melangkah dengan bersemangat melintasi lobi Arkamaya Mall diikuti oleh Rexa dan Vino yang melangkah mantap layaknya supermodel. “Kalian tunggu di cafe saja selagi kami pergi berbelanja pakaian!” pinta Sofie pada Vino dan Rexa begitu melihat keduanya terus mengekori mereka. “Kenapa harus tunggu di cafe?” tanya Vino heran karena sebenarnya dia ingin memanfaatkan waktu luang ini untuk berkencan dengan Sonya layaknya pasangan muda umumnya. “Aku takut kalau penggemar kalian akan membuat keributan di sini. Aku kan sendirian. Tidak ada Nick yang akan membantuku menghadapi brutalnya penggemar kalian itu,” jelas Sofie jujur. “Kamu tidak perlu mengkhawatirkan kami. Hari ini kami yang akan menjaga kalian. Ya kan, Rex?” Vino menyikut Rexa pelan sambil tersenyum simpul. “Kamu pikir aku ini pelindung pribadinya? Kamu harus membayar mahal kalau samp
Sayangnya dada berdesir dan degup jantung yang jumpalitan itu hanya bertahan lima menit. Selebihnya perasaan Sofie dikuasai kekesalan yang luar biasa pada Rexa. Bagaimana tidak, pria serupa iblis itu bahkan tidak memperbolehkan Sonya atau Vino membantunya membawa semua barang belanjaan yang hampir tidak muat di tangannya yang mungil. Sofie juga merasa Rexa sengaja melakukan hal itu padanya. Alhasil selama perjalanan pulang, Sofie hanya bisa merengut dan bersungut dalam hati dengan kelakuan Rexa yang menyebalkan. Akan tetapi wajah tertekuk Sofie justru menerbitkan sebuah senyuman tipis di bibir Rexa. Entah kenapa rasanya menyenangkan sekali membuat asistennya itu jengkel. Wajah kesal merengut dan bibir mencebik wanita itu sangat lucu dan menggemaskan bagi Rexa. Sekalipun Rexa selalu mengerjainya dengan segala macam permintaan yang kadang tidak masuk akal, Sofie masih dengan setia mematuhinya meskipun sambil merengut, menggerutu atau bahkan marah-marah. Walaupun Sofie amatir dibidangn
Suasana basecamp B-Men semakin ramai dengan hadirnya Sonya dan Sofie di rumah itu. Bahkan Calvin tidak segan bersorak gembira saat tahu Sofie akan membuatkan makan malam untuk mereka semua. Suasana yang gaduh itu membuat Rexa tidak bisa memejamkan matanya. Pria itu pun keluar dari kamar dan ikut berkumpul di ruang makan bersama teman-temannya yang terlihat sangat gembira menanti masakan yang Sofie buat. Selagi Sofie memasak, Sonya membantunya menyiapkan peralatan makan di meja. Kedua wanita itu terlihat kompak satu sama lain. Bahkan sesekali mereka mengerjakan pekerjaan sambil bernyanyi gembira dan membuat para member B-Men yang berkumpul mengelilingi meja makan sambil mengobrol santai itu pun tertawa melihat tingkah absurd kedua wanita itu. Hingga akhirnya makanan yang Sofie buat mulai terhidang di atas meja dan membuat mereka semua sibuk menikmati makan malam tersebut kecuali Zhen. Pria itu baru saja turun dari lantai dua sambil membawa sebuah pet carrier berisi seekor kucing keci
Rexa mengerenyit heran saat menatap Sofie yang tiba-tiba melesat menjauh ketika dia mendekat. Seakan sengaja menghindari dan menjaga jarak darinya. Begitu juga ketika mereka tiba di lokasi syuting. Sofie memilih menyibukkan dirinya dengan merapikan barang bawaan mereka semua. Mungkin karena kejadian semalam. Rexa mencoba tidak ambil pusing. Pria itu melirik jam tangannya sekilas. Masih ada satu jam sebelum makan siang dan berkumpul bersama sutradara. Rexa memilih berkeliling menikmati pemandangan di sekitar resort tempat mereka tinggal beberapa hari ke depan. Pemandangan yang didominasi hijaunya pepohonan dan birunya langit cukup membantunya menghilangkan penat. Semilir angin yang bertiup benar-benar membuat tubuh menjadi lebih rileks. Tanpa sengaja Kaisha yang baru saja datang berpapasan dengan Rexa. Melihat Kaisha yang kini tersenyum padanya, Rexa justru berusaha bersikap biasa saja. Kali ini Rexa tidak mungkin menghindar dari wanita yang pernah mencuri hatinya kemudian menghancu
Semua pemain film berkumpul mengelilingi meja panjang di halaman belakang villa besar yang mereka sewa untuk syuting. Mereka semua terlihat serius menekuni naskah masing-masing. Begitu juga dengan Rexa, dia duduk berhadapan dengan Kaisha dan Pak Erick, sang sutradara. Sibuk mempelajari dan mendalami setiap peran yang akan mereka mainkan besok. Berusaha membangun setiap cemistry dengan Kaisha sesuai arahan sang sutradara dan penulis skrip karena syuting akan dimulai dari pagi hari. Begitu masuk waktu makan malam, semua kru dan pemain film bersorak riang melihat beberapa petugas pelayanan villa membawa masuk berbagai macam hidangan. Suasana makan malam tersebut terlihat seperti pesta kebun dengan lampu kecil berkelap-kelip yang mengelilingi setiap pohon besar yang ada di halaman belakang. Dengan dipayungi langit bertabur bintang dan ditemani embusan semilir angin dingin pegunungan yang sedikit menusuk di kulit. Begitu selesai menghabiskan sisa makanannya, Rexa melihat Sofie menepi. Ta