Beberapa bulan setelah itu buku ketiga mas Candra pun terbit. Buku yang menjadi inspirasi banyak orang ternyata. Kisah seorang ayah yang rela berkorban melakukan apapun itu demi pengobatan anaknya yang menderita gagal ginjal. "Selamat atas realisnya buku ketigamu, Mas. Semoga semakin sukses untuk ke depannya," kataku pada mas Candra. "Terimakasih juga, Sayang. Semua ini terjadi juga karena adanya kamu. Aku percaya jika aku bisa seperti ini karena dukungan penuh darimu. Terimakasih sekali lagi sudah mau menjadi pendamping hidupku yang selalu mendukung apapun keputusanku," kata mas Candra. "Aku bangga padamu, Mas," balasku. Mas Candra kemudian naik ke panggung setelah pembawa acara mempersilahkannya. "Saya mengucapkan terimakasih banyak untuk semua yang sudah meluangkan waktunya. Hari ini secara resmi, buku ketiga saya telah diterbitkan. Buku ini mengisahkan tentang pengorbanan seorang ayah. Kalian mungkin bertanya-tanya, siapakah sosok dibalik tokoh yang menjadi inspirasi saya da
"Dimana Reza?" tanya mas Yogi sepulangnya dari kantor."Di dalam, Mas. Dia sedang belajar," jawabku yang tengah sibuk menyiapkan makan malam.Mas Yogi segera melangkah menuju kamar Reza. Tak lama kemudian terdengar Reza berteriak."Gak mau! Aku gak mau Pa!" teriakannya membuatku langsung berlari ke kamarnya.Terlihat di sana mas Yogi sedang mengemasi baju Reza ke dalam koper."Mau dibawa kemana baju-baju Reza, Mas?" tanyaku heran."Reza akan tinggal bersamaku," tatanya kemudian Aku tidak tau maksud perkataannya. Tinggal bersamanya?"Maksutmu apa, Mas? Kita akan pindah? Kenapa kamu gak cerita dulu padaku?" "Reza ikut bersamaku. Aku akan menikah lagi!" katanya membuatku seakan tak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari mulutnya."Kamu bercanda, Mas ??""Aku serius!! Aku bosan hidup denganmu yang bisanya cuma dinrumah! Nggak ngapa-ngapain! Nggak bisa ngurus penampilan, makin hari penampilan makin kusut. Bagaimana bisa aku bertahan dengan wanita sepertimu?!!" hardiknya dengan su
Hari ini hari pertama aku akan memulai bekerja. Ini adalah jalan yang tepat untukku menjadi wanita hebat. Usai mandi, aku bergegas bersiap-siap. Menyiapkan barang-barang yang mungkin saja kubutuhkan nanti. Kubawa bolpoin, kalkulator serta beberapa kertas kosong yang mungkin nanti akan berguna. Kuambil ponsel yang sejak tadi ku charge kemudian ku tekan nomer telepon Fida yang kemarin sempat ia berikan.Tak berapa lama kemudian Fida langsung menjawab telepon dariku."Gimana, Re? Udah siap?" tanya Fida dari ujung telepon."Udah nih, jadi jemput kan?" "Iya, aku otewe sekarang ya," jawabnya kemudian segera menutup teleponnya kembali.Kemarin aku sempat menanyakan alamat kantornya, namun dia berkata bahwa dia akan menjemputku saja hari ini.Dia teman baikku ketika kami kuliah dulu. Dulu dia menjadi satu-satunya temanku yang paling kesulitan dalam membayar uang semester, dia hampir memutuskan untuk menyudahi kuliahnya itu karena hambatan biaya. Nasib baik aku selalu mendapat kiriman uang
"Istirahat woy, jangan kerja mulu," Tiba tiba suara Fida mengganggu konsentrasiku. "Duh. Apa sih! Aku jadi buyar nih semuanya," jawabku sedikit kesal. Karena memang kalian tahu sendiri, jika sedikit saja hilang konsentrasi maka laporan keuangan yang kita buat bisa saja fatal. "Hehe, maaf dong, Re. kan aku cuma bercanda doang," jawabnya sedikit cengengesan."Huh kamu. Dikit lagi kelar nih, jadi ngulang dari awal kan," jawabku bete."Nggak papa, biar tambah mahir nanti. Pak Rendi juga nggak bakalan marah kok. Jadi santai aja kerja di sini. Jangan di jadikan sebagai beban, Re," kata Fida lagi."Ya udah deh. Nanti di cek ulang lag," kataku dengan muka bete. "Dari pada kamu bete, yuk makan dulu." Dia mengajakku untuk makan siang.Aku mengiyakan perkataannya kemudian pergi bersama dengannya menuju kantin."Biasanya aku bawa bekal, Re. Tapi hari ini aku bangun sedikit siang dari biasanya jadi nggak sempet masak deh," Fida melanjutkan."Oh, terus bagaimana suami dan anak anakmu, Da? Mere
"Di depan berhenti ya, Pak," kataku pada pak Rendi."Oh rumahmu daerah sini ya, Re?""Iya, Pak. Masih naik angkot sekali lagi sih," jawabku jujur."Saya anterin saja kamu sampai rumahmu, bagaimana?" Pak Rendi menawarkan."Nggak usah, Pak. Nanti ngerepotin. Saya naik angkot aja," jawabku tidak ingin merepotkan pak Rendi lagi."Nggak papa, ayo saya antar aja." "Beneran gak ngrepotin, Pak? Saya malah jadi merasa sungkan," ujarku."Sudah tidak usah sungkan, saya tidak merasa direpotkan kok. Saya malah akan merasa bersalah jika menurunkanmu di sini," lanjut Pak Rendi membuatku akhirnya menyetujuinya."Oh ya, Re, dulu kamu pernah kerja kantoran ya? Kok kamu langsung bisa menyesuaikan diri gitu di kantor tadi. Tidak banyak bertanya juga. Sepertinya sudah paham dengan pekerjaan yang harus kamu kerjakan.""Sebenarnya sebelum menikah saya sempat bekerja, Pak." "Oh begitu. Lalu kenapa berhenti?""Setelah menikah saya memilih menjadi ibu rumah tangga saja. Karena menurut saya suami saya adalah
"Re, itu bapakmu sudah pulang," kata ibu dari balik pintu kamar.Aku bergegas menemui bapak yang baru pulang dari Showroom."Baru pulang, Pak?" "Iya Re, kamu kapan datang?" tanya bapak."Tadi sore, Pak," jawabku lemah."Mana Reza sama Yogi? Mereka nggak ikut?"Aku terdiam, namun Ibu langsung menceritakan apa yang sebenarnya terjadi."Loh, bisa-bisanya dia bertingkah seperti itu? Apa dia nggak ingat apa yang telah kita lakukan untuknya?""Memang, Pak. Putri kita disakiti oleh pria seperti itu. Ibu sangat tidak terima, Pak," tambah Ibu."Memang apa alasan sebenarnya, Re? Kenapa dia ingin menikah lagi?"Akhirnya aku ceritakan semua tentang keinginannya memiliki istri seorang wanita karir."Dasar, lelaki macam apa itu? Hanya memandang istri dari penampilan! Dia itu sebenarnya yang kurang bersyukur bisa mendapatkan Reina," ujar ibu terlihat kesal."Sudah, Re. Kamu nggak usah mikirin dia lagi? Kamu lebih baik fokus pada hidupmu. Nggak penting mikirin lelaki yang tak punya hati seperti dia,
"Ngapain kamu di sini?" tanya mas Yogi yang masih kaget melihatku."Aku kerja. Kamu sendiri ngapain?" tanyaku balik.Mas Yogi tidak menjawab pertanyaanku. Mukanya memerah seperti ketakutan."Kenapa? Kamu juga ketemu klien di sini?" tanyaku yang membuatnya semakin gugup.Sebelum mas Yogi sempat menjawab pertanyaanku, seorang wanita datang menghampiri kami."Ada apa, Yang?" terdengar suuara wanita yang membuatku segera menoleh."Ratna???!!" ucapku terkejut saat melihat ternyata Ratna yang berbicara."Yang? Maksutnya apa ini?" tanyaku yang membuat kedua orang itu gelagapan."Oh, itu_itu_" kata Ratna terbata-bata."Jelasin apa maksut ini semua, Mas!!!" kataku dengan nada keras membuat pak Rendi melihat ke arahku."Sebenarnya_sebenarnya Ratna adalah," ucap mas Yogi gugup."Sebenarnya aku adalah pacarnya!" sahut Ratna tanpa rasa bersalah."Hah??? Kenapa harus dia Mas?! Kenapa? Bukannya kamu tau aku sama Ratna itu berteman!!!!!" seruku yang membuat semua pengunjung kafe menoleh ke arahku. A
Kriiinnnnggggggggggg, tiba-tiba ponselku berbunyi saat aku hendak tidur. Aku mengambilnya kemudian kulihat siapa yang menelepon. Betapa kagetnya aku ternyata itu nomer mas Yogi. Apa sekarang dia sudah tidak memblokir nomerku lagi?"Mau apa lagi kamu?" kataku setelah mengangkatnya."Aku mau kita bercerai. Tadinya kupikir aku merasa kasihan sama Reza. Tapi sekarang sudah tidak lagi.""Baik jika itu maumu!" "Aku tidak menyangka kamu secepat itu menemukan penggantiku," katanya yang ternyata salah paham.Karena aku tidak ingin terlihat masih mengharapkannya, aku tidak mengatakan kebenarannya. "Baik. Kapan kita sidang?""Nanti ku kabari lagi," katanya kemudian menutup telepon sebelum aku sempat bertanya keadaan Reza.Jika memang ini yang kamu inginkan, aku akan terima. Aku tidak ingin menjadi wanita payah yang menangisi kepergian suami brengseknya."Kita buktikan, Mas. Siapa yang akan menang!" kataku malam itu. Aku sudah tidak peduli dengannya. Sekarang lebih baik memang kita berpisah. "