Hari ini aku sengaja berangkat lebih pagi dari biasanya. Banyak berkas yang harus di serahkan pada Pak Hisyam pagi ini."Sarapan dulu Re." Seru Ibu ketika melihatku keluar dari kamar."Hari ini Reina sarapan di kantor saja Bu." Kataku. "Ya udah Ibu siapin bekal, sarapan di kantor gak papa." Kata Ibu kemudian masuk untuk mengambil tupperware."Kamu dianter Om Diki saja ya Za. Hari ini Om Diki libur kuliah." Kataku."Om Diki nya belum bangun Ma.""Ya ntar biar Nenek bangunin. Mama berangkat dulu." Kataku kemudian berpamitan dengan bapak dan Ibu."Hati hati kamu." Sambung Bapak.Aku segera berjalan ke depan gang. Seperti biasa ku tunggu taksi disana. "Mungkin aku memang harus segera punya mobil sendiri." Gumamku.Setelah sepuluh menit menunggu, kulihat sebuah taksi berjalan ke arahku. Aku segera menghentikannya."Berangkat pagi ya Bu?" Tanya Pak Sopir."Iya pak.""Ibu pelanggan pertama saya." Katanya kemudian.Setelah itu taksi mengantarku menuju tempat ku bekerja. "Selamat Pagi Bu."
"Iya Saya Reina. Maaf anda siapa ya?" Tanyaku yang memang tidak mengetahui siapa dia."Saya Serli. Istrinya Hisyam!" Katanya dengan mata membesar."Oh, Maaf Bu. Saya belum mengenal Ibu. Perkenalkan saya Reina. Manajer keuangan yang baru." Kataku polos."Jadi benar kan kamu yang berusaha mendekati suami saya???!!""Mendekati Pak Hisyam? Maaf sepertinya Ibu salah paham." Jawabku."Salah paham? Jelas jelas beredar kabar kalau kamu sengaja mendekatinya karena kamu janda kan? Anak kamu harus ada yang urusin kan??? Jadi kamu mendekati suami saya yang seorang Direktur agar kamu cepat naik level? Dasar wanita matre!!!"Karena tidak mau terus direndahkan oleh Bu Serli, akhirnya ku beranikan diri untuk melawannya."Saya memang janda Bu, tapi saya masih punya harga diri. Saya dibesarkan dengan uang halal oleh orang tua saya, tidak mungkin darah kotor mengalir ditubuh saya!" Suaraku mengeras membela diriku sendiri."Gak usah ceramah kamu!! Sekali janda ya tetap janda! Tidak ada janda yang diangga
Sesampainya dirumah, segera ku baringkan badanku ke kasur. Aku sengaja tidak menjemput Reza dirumah Ibu. Biarkan dia untuk tetap disana dulu sementara ini.Argggghhhhhhhhh, rasanya hari ini sangat melelahkan pikiran. Banyak kejadian yang diluar kendaliku. Belum selesai dengan Ratna, kini timbul masalah baru lagi. Kali ini lebih berat bagiku, karena dia sahabat baikku."Kenapa Mas Sofyan harus bersikap demikian. Kenapa dia sengaja membuat Fida membenciku!!" Gerutuku. Entah lah apa yang akan ku lakukan selanjutnya. Aku bahkan merasa kesal dengan diriku sendiri. Mungkin nasihat Ibu dan Bapak tempo hari memang benar. Aku harus secepatnya menemukan pendamping hidup, agar tidak selalu dipandang rendah karena status jandaku.Ku pikirkan lagi masalah ini. Inilah satu satunya jalan agar Fida kembali menjadi sahabatku lagi. Malam itu, akhirnya kuputuskan untuk pergi ke rumah Ibu. Akan ku diskusikan masalah ini dengan mereka. Mereka pasti lebih tau apa yang terbaik."Kata Diki kamu gak akan
Ternyata apa yang dikatakan Rendi kemarin benar. Dia benar benar mengenalkanku pada orang tuanya.Rendi mengajakku ke rumahnya untuk yang pertama kali. Sesampai disana, sungguh ku tertegun dengan besarnya rumah Rendi."Ini rumahmu Ren?""Bukan. Ini rumah orang tuaku." Jawabnya merendah.Ternyata dia berasal dari keluarga kaya. Walaupun demikian namun dia tetap terlihat sederhana setiap hari. Aku bahkan tidak pernah menyangka jika dia berasal dari keluarga berada."Aku akan membangun rumahku sendiri jika sudah berumah tangga, yang pasti dengan uangku sendiri." Ujarnya.Sungguh beruntung perempuan yang akan menjadi istrinya kelak, pikirku. "Ayo masuk. Papa sama Mama sudah menunggu didalam." Ajak Rendi.Setelah kami masuk, benar saja mereka ternyata sudah duduk dikursi yang terbuat dari rotan itu."Jadi kamu yang bernama Reina?" Tanya Papa Rendi. Dia terlihat sangat baik, sama seperti putranya."Iya Om. Saya Reina." Jawabku."Saya Arif, Papanya Rendi. Silahkan duduk Re." Kata Papa Rend
Malam itu, ketika aku hendak memejamkan mata, tiba tiba sebuah telepon masuk. Ku abaikan telepon itu, karena ku yakin itu pasti telepon dari Rendi. Setelah ku abaikan sekali, telepon berdering kembali. Kini ku ambil ponselku lalu kulihat ternyata telepon dari Diki.Kenapa ini anak menelepon? Tinggal menghampiri kesini aja apa susahnya."Kenapa telepon? Tinggal kesini aja tidak memerlukan waktu sepuluh detik." Gerutuku. Kamar kami bahkan bersebelahan, Ada apa dengannya."Aku sedang diluar Kak." Ucapnya kemudian."Diluar? Kapan kamu pergi?""Aku keluar tadi setelah melihat Ibu masuk kamar.""Trus kamu ngapain keluar malam malam? Jika Bapak tau, dia marah lo.""Makanya aku minta Kakak buat jaga jaga. Jangan sampai Bapak atau Ibu tau." "Trus Reza?""Reza udah tidur. Ada guling yang ku selimuti untuk mengelabuhi Ibu dan Bapak jika mereka menengok ke kamar." Lanjutnya."Memang kamu dimana?""Aku diapartemen Mas Yogi. Ratna memintaku datang. Dia bilang akan kasih sertifikatnya sekarang."
"Hai Ren." Jawabku mencoba setenang mungkin. Aku tidak mau dia berpikir jika aku kecewa padanya."Em, diantar Diki ya Re?" Tanya Rendi kemudian."Iya Ren." Jawabku."Yuk masuk bareng." Ajak Rendi.Aku pun melangkah mengikutinya masuk. Dia sesekali memperhatikanku, seperti ada yang ingin dia katakan."Maaf buat yang kemarin Re. Kamu pasti kecewa ya sama aku?""Em, tidak apa apa Ren. Lupakan saja." Jawabku."Aku akan memastikan kedua orang tuaku untuk menerimamu, juga Reza. Aku janji.""Maaf ya Ren, aku jalan duluan. Banyak berkas yang perlu ku tanda tangani." Jawabku lalu berjalan lebih cepat darinya.Rendi tidak menghentikan atau menghalangiku. Dia tau betul jika kita sedang berada dikantor saat ini. "Ya udah, nanti ku tunggu di kantin saat istirahat." Katanya yang masih bisa ku dengar.Aku tidak menoleh ataupun mengiyakan ucapannya. Aku hanya ingin menjaga jarak dengannya, agar aku tidak merasa sakit hati untuk yang kedua kalinya."Belum tentu orang tuanya menyukaiku kan?" Gumamku.
Rendi terlihat sedang menunggu ketika aku berjalan turun dari ruanganku. Dia berdiri di sebelah pintu keluar. "Ayo Re!" Seru Rendi ketika melihatku berjalan ke arahnya."Kamu nungguin aku?""Iya. Mulai hari ini aku akan antar jemput kamu ya." Jawabnya."Tidak usah Ren. Aku bisa berangkat dan pulang sendiri. Banyak taksi juga." Jawabku berusaha menolak niat baiknya. "Kamu tidak suka jika aku antar jemput?"Tanya Dia."Bukan begitu, em aku cuma gak mau merepotkanmu." Balasku."Aku tidak merasa direpotkan Re. Justru aku malah seneng. Bisa lebih dekat denganmu." Ucap Rendi.Rendi kemudian mempersilahkan aku untuk jalan terlebih dahulu menuju mobilnya."Kamu yakin gak ngrepotin?""Egak Re, santai aja." Jawabnya."Oh ya Re, aku dengar Istri Pak Hisyam tadi menemuimu? Apa dia marah lagi sama kamu seperti tempo hari?" Tanya Rendi penasaran."Tidak Ren. Dia justru minta maaf. Dia merasa bersalah karena melabrakku tempo hari." Terangku."Syukurlah. Aku kira dia marah lagi. Berarti dia sudah ta
"Oh ya Re, saya dengar kamu juga buka butik ya?" Tanya Bu Serli."Iya Bu. Hanya Butik kecil kecilan." Jawabku."Sepertinya kamu memang perempuan cerdas dan pekerja keras." Lanjut Bu Serli.Candra memandangku lalu tersenyum. Dia selalu terlihat menawan jika tersenyum, dari dulu."Oh ya. Sepertinya kalian sama sama pernah tersakiti oleh seseorang. Tidak ada salahnya jika kalian saling mengenal lebih dekat satu sama lain." Sambung Bu Serli.Dari perkataannya aku dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya ada niat terselubung dari Bu Serli. Mereka bahkan juga mengajak Candra untuk makan bersama."Em, Maksud Bu Serli apa ya?" Tanya pura pura tidak paham. "Em begini Re, Istri saya bilang kamu tidak punya kekasih atau teman dekat. Jadi dia berniat untuk mengenalkan kalian awalnya. Karena ternyata kalian sudah saling menenal, tidak ada salahnya kan untuk kenal lebih dekat lagi? Kalian sama sama singel. Selain itu kalian juga pernah merasakan sakit karena ditinggalkan."Bagaimana aku harus menjawab