Setelah kejadian dihotel dua hari yang lalu, kini aku kembali menjalankan aktivitasku lagi, Bekerja. "Re, tolong siapkan laporan keuangan minggu kemarin!" Perintah Pak Hisyam."Baik Pak." Segera ku siapkan semua laporan yang sudah ku tanda tangani sebelumnya."Sudah kamu periksa dengan benar kan Re?""Sudah Pak. Semua laporan ini benar." Ujarku."Terimakasih. Sejak kamu menjadi Manajernya, semua menjadi transparan Re. Laba perusahaan juga benar benar seperti target." Puji Pak Hisyam."Sama sama Pak. Saya senang bisa bekerja disini. Apalagi Bapak juga baik sekali dengan saya.""Sudah seharusnya saya berterimakasih padamu Re. Bagaimana jika nanti malam saya traktir kamu makan?""Em, bagaimana ya Pak?""Tidak baik nolak rejeki lo Re." Karena tidak mau membuat Pak Hisyam kecewa akhirnya aku menerima tawarannya."Nah gitu. Kalau boleh, saya minta nomer teleponmu juga agar nanti bisa saya kirim alamat kafe nya."Aku menuliskan nomerku disebuah kertas lalu memberikannya pada Pak Hisyam.
Jam sudah menunjukkan pukul 18.30, aku segera bersiap siap untuk berangkat ke alamat kafe yang sudah Pak Hisyam kirimkan lewat pesan. Sebelum berangkat ke kafe, ku bawa Reza ke rumah Ibu terlebih dahulu. Kali ini aku tidak mau meninggalkannya sendirian dirumah."Nanti Mama jemput lagi ya!" kataku seraya pergi meninggalkan Reza yang sudah bersama dengan Ibu."Jangan malam malam!" pesan Ibu. Aku sengaja menunggu taksi didepan gerbang koplek rumah Ibu. Baru sebentar ku menunggu sudah ada taksi yang berhenti.Aku segera berjalan menghampiri taksi itu. Namun tiba tiba seseorang menyerobot taksi yang seharusnya mengantarku itu."Maaf saya duluan. Saya buru buru!" Kata perempuan itu kemudian masuk.Terpaksa aku harus menunggu lagi untuk taksi selanjutnya. Hampir seperempat jam lebih aku menunggu, namun belum ada satu taksi pun yang lewat. Bagaimana ini? Pasti Pak Hisyam sudah menunggu, pikirku.Dalam kegelisahanku tiba tiba sebuah mobil berhenti didepanku. Dia membunyikan klakson tanda b
Hari ini aku sengaja berangkat lebih pagi dari biasanya. Banyak berkas yang harus di serahkan pada Pak Hisyam pagi ini."Sarapan dulu Re." Seru Ibu ketika melihatku keluar dari kamar."Hari ini Reina sarapan di kantor saja Bu." Kataku. "Ya udah Ibu siapin bekal, sarapan di kantor gak papa." Kata Ibu kemudian masuk untuk mengambil tupperware."Kamu dianter Om Diki saja ya Za. Hari ini Om Diki libur kuliah." Kataku."Om Diki nya belum bangun Ma.""Ya ntar biar Nenek bangunin. Mama berangkat dulu." Kataku kemudian berpamitan dengan bapak dan Ibu."Hati hati kamu." Sambung Bapak.Aku segera berjalan ke depan gang. Seperti biasa ku tunggu taksi disana. "Mungkin aku memang harus segera punya mobil sendiri." Gumamku.Setelah sepuluh menit menunggu, kulihat sebuah taksi berjalan ke arahku. Aku segera menghentikannya."Berangkat pagi ya Bu?" Tanya Pak Sopir."Iya pak.""Ibu pelanggan pertama saya." Katanya kemudian.Setelah itu taksi mengantarku menuju tempat ku bekerja. "Selamat Pagi Bu."
"Iya Saya Reina. Maaf anda siapa ya?" Tanyaku yang memang tidak mengetahui siapa dia."Saya Serli. Istrinya Hisyam!" Katanya dengan mata membesar."Oh, Maaf Bu. Saya belum mengenal Ibu. Perkenalkan saya Reina. Manajer keuangan yang baru." Kataku polos."Jadi benar kan kamu yang berusaha mendekati suami saya???!!""Mendekati Pak Hisyam? Maaf sepertinya Ibu salah paham." Jawabku."Salah paham? Jelas jelas beredar kabar kalau kamu sengaja mendekatinya karena kamu janda kan? Anak kamu harus ada yang urusin kan??? Jadi kamu mendekati suami saya yang seorang Direktur agar kamu cepat naik level? Dasar wanita matre!!!"Karena tidak mau terus direndahkan oleh Bu Serli, akhirnya ku beranikan diri untuk melawannya."Saya memang janda Bu, tapi saya masih punya harga diri. Saya dibesarkan dengan uang halal oleh orang tua saya, tidak mungkin darah kotor mengalir ditubuh saya!" Suaraku mengeras membela diriku sendiri."Gak usah ceramah kamu!! Sekali janda ya tetap janda! Tidak ada janda yang diangga
Sesampainya dirumah, segera ku baringkan badanku ke kasur. Aku sengaja tidak menjemput Reza dirumah Ibu. Biarkan dia untuk tetap disana dulu sementara ini.Argggghhhhhhhhh, rasanya hari ini sangat melelahkan pikiran. Banyak kejadian yang diluar kendaliku. Belum selesai dengan Ratna, kini timbul masalah baru lagi. Kali ini lebih berat bagiku, karena dia sahabat baikku."Kenapa Mas Sofyan harus bersikap demikian. Kenapa dia sengaja membuat Fida membenciku!!" Gerutuku. Entah lah apa yang akan ku lakukan selanjutnya. Aku bahkan merasa kesal dengan diriku sendiri. Mungkin nasihat Ibu dan Bapak tempo hari memang benar. Aku harus secepatnya menemukan pendamping hidup, agar tidak selalu dipandang rendah karena status jandaku.Ku pikirkan lagi masalah ini. Inilah satu satunya jalan agar Fida kembali menjadi sahabatku lagi. Malam itu, akhirnya kuputuskan untuk pergi ke rumah Ibu. Akan ku diskusikan masalah ini dengan mereka. Mereka pasti lebih tau apa yang terbaik."Kata Diki kamu gak akan
Ternyata apa yang dikatakan Rendi kemarin benar. Dia benar benar mengenalkanku pada orang tuanya.Rendi mengajakku ke rumahnya untuk yang pertama kali. Sesampai disana, sungguh ku tertegun dengan besarnya rumah Rendi."Ini rumahmu Ren?""Bukan. Ini rumah orang tuaku." Jawabnya merendah.Ternyata dia berasal dari keluarga kaya. Walaupun demikian namun dia tetap terlihat sederhana setiap hari. Aku bahkan tidak pernah menyangka jika dia berasal dari keluarga berada."Aku akan membangun rumahku sendiri jika sudah berumah tangga, yang pasti dengan uangku sendiri." Ujarnya.Sungguh beruntung perempuan yang akan menjadi istrinya kelak, pikirku. "Ayo masuk. Papa sama Mama sudah menunggu didalam." Ajak Rendi.Setelah kami masuk, benar saja mereka ternyata sudah duduk dikursi yang terbuat dari rotan itu."Jadi kamu yang bernama Reina?" Tanya Papa Rendi. Dia terlihat sangat baik, sama seperti putranya."Iya Om. Saya Reina." Jawabku."Saya Arif, Papanya Rendi. Silahkan duduk Re." Kata Papa Rend
Malam itu, ketika aku hendak memejamkan mata, tiba tiba sebuah telepon masuk. Ku abaikan telepon itu, karena ku yakin itu pasti telepon dari Rendi. Setelah ku abaikan sekali, telepon berdering kembali. Kini ku ambil ponselku lalu kulihat ternyata telepon dari Diki.Kenapa ini anak menelepon? Tinggal menghampiri kesini aja apa susahnya."Kenapa telepon? Tinggal kesini aja tidak memerlukan waktu sepuluh detik." Gerutuku. Kamar kami bahkan bersebelahan, Ada apa dengannya."Aku sedang diluar Kak." Ucapnya kemudian."Diluar? Kapan kamu pergi?""Aku keluar tadi setelah melihat Ibu masuk kamar.""Trus kamu ngapain keluar malam malam? Jika Bapak tau, dia marah lo.""Makanya aku minta Kakak buat jaga jaga. Jangan sampai Bapak atau Ibu tau." "Trus Reza?""Reza udah tidur. Ada guling yang ku selimuti untuk mengelabuhi Ibu dan Bapak jika mereka menengok ke kamar." Lanjutnya."Memang kamu dimana?""Aku diapartemen Mas Yogi. Ratna memintaku datang. Dia bilang akan kasih sertifikatnya sekarang."
"Hai Ren." Jawabku mencoba setenang mungkin. Aku tidak mau dia berpikir jika aku kecewa padanya."Em, diantar Diki ya Re?" Tanya Rendi kemudian."Iya Ren." Jawabku."Yuk masuk bareng." Ajak Rendi.Aku pun melangkah mengikutinya masuk. Dia sesekali memperhatikanku, seperti ada yang ingin dia katakan."Maaf buat yang kemarin Re. Kamu pasti kecewa ya sama aku?""Em, tidak apa apa Ren. Lupakan saja." Jawabku."Aku akan memastikan kedua orang tuaku untuk menerimamu, juga Reza. Aku janji.""Maaf ya Ren, aku jalan duluan. Banyak berkas yang perlu ku tanda tangani." Jawabku lalu berjalan lebih cepat darinya.Rendi tidak menghentikan atau menghalangiku. Dia tau betul jika kita sedang berada dikantor saat ini. "Ya udah, nanti ku tunggu di kantin saat istirahat." Katanya yang masih bisa ku dengar.Aku tidak menoleh ataupun mengiyakan ucapannya. Aku hanya ingin menjaga jarak dengannya, agar aku tidak merasa sakit hati untuk yang kedua kalinya."Belum tentu orang tuanya menyukaiku kan?" Gumamku.