Kuambil tas besar yang dikirimkan kakek di lobi. Kutitipkan sekeping emas untuk suamiku lewat tumpukan baju dan handuk. Kupesankan pada pegawai hotel agar mengantar ke kamar 103 sambil memberinya tip yang banyak."Terima kasih, Nyonya.""Oh, ya, pastikan teman teman dan dirimu tidak memberi informasi pada orang yang tak dikenal di mana keberadaan kami. " ucapanku membuat pria berkemeja putih dan vest merah itu mengernyit."kami, ingin menikmati babymoon dengan bahagia. Kami pebisnis yang sering dicari skandalnya oleh orang lain, jadi tolong ya ....""Tidak akan Nyonya, jangan khawatir. kami tidak membocorkan informasi tamu. Justru, kami merasa terhormat anda memilih hotel ini untuk beristirahat.""Terima kasih.""Sama sama Nyonya."Lamat Lamat kudengar helikopter datang. Aku segera menarik tas besar Itu dan membawanya ke helipad.Helikopter mendarat, menimbulkan desing yang cukup keras dan angin yang nyaris membuatku terlempar. Aku segera naik, mengenakan alat bantu dengar dan ikat s
"Bisa-bisanya kau menyebut orang orang payah macam mereka sebagai anak buah terbaik. Hei, dengar ya, kalau mereka memang yang terbaik, mereka tak akan mati," jawabku dengan santai. aku mengolok dirinya yang kemudian disambut gelak tawa oleh beberapa anak buah."Kau ...!" dia langsung berteriak tapi gak menyelesaikan kalimatnya."Ada apa denganku? mengapa kau tak bicara?""Tunggu saja kita bertemu, aku tak akan buang kesempatan untuk membunuhmu. Sekalipun kau hamil, aku tak akan mengampunimu." Mendengar Bendi mengatakan itu tiba tiba saja perutku kontraksi dan kram, sakitnya mengejutkan dan membuatku sedikit panik. Kurang ajar sekali anak setan yangsatu itu. Dia membuat bayi dalam perutku syok dengan kalimatnya yang keji."Baiklah, kita sambung percakapan nanti, karena, aku sedang sibuk," jawabku."Sibuk apanya, apa ini sudah saatnya kau melahirkan!"Sial, dia menebak dengan mudah apa saja yang kulakukan dan apa yang terjadi pada diri ini. Dia tahu bahwa aku sedang mengalami kontraksi
"Apa kau rindu padaku?" tanyaku mesra, di telinganya. Aku sengaja menggoda untuk membangkitkan hasrat dan kerinduan yang selama ini terpendam dan tertunda oleh banyaknya masalah yang timbul.a"Iya, sangat, kita sudah lama tidak merengguk madu asmara." dia membalas sambil sedikit menggigit cuping telinga ini. ada rasa geli dan sedikit gairah yang kemudian menjalar di seluruh tubuhku hingga membuat aku tak sanggup menahan diri.Kebetulan keadaanku sebagai wanita yang sedang hamil memicu hormon untuk lebih berhasrat akan kegiatan intim antara suami dan istri. Kulingkarkan tangan di lehernya lalu menatap matanya dengan manja, perlahan ia dekatkan wajah hingga bibir kami saling berpagutan dengan lembut, penuh Irama kasih sayang dan rindu yang mendalam."Aku juga merindukan pelukan dan kecupan bibirmu," jawabku semakin mendaratkan rasa manis itu di bibirnya "Kalau begitu apa yang kau tunggu?" tanyanya tertawa kecil. Diangkatnya tubuh ini ke ranjang, lalu perlahan kami saling berciuman, ber
Melihatku yang tiba tiba muncul dari pekatnya asap tentu membuat Roni sangat terkejut sekaligus lemas, dia yang tadinya tegang langsung melungsur terduduk di aspal dengan wajah sangat terguncang."Sayang, kamu kenapa?" tanyaku sambil tersenyum."Kupikir kau ditabrak dan terjadi hal yang tak kuinginkan," jawabnya dengan suara gemetar."Aku baik baik saja," jawabku tertawa. Kuambil botol air dari dalam mobil lalu meneguknya."Kita tak bisa lanjutkan perjalanan dengan keadaan seperti ini," balas Roni sambil melirik ban mobil. Dari kejauhan terdengar riuh klakson yang terhalang oleh puing dan rongsokan mobil yang melintang karena meledak di jalan."Jika kita tak segera pergi, maka polisi akan datang dan menangkap kita." mau tak mau aku dan dia harus mengais kembali sisa kekuatan dan keberanian dari rasa syok barusan. Aku tak bisa menyebut diri pemberani karena apa yang kulakukan sebenarnya adalah desakan dan keterpaksaan, aku harus menyelamatkan diri dengan cara apapun, sebisa yang kutahu
Dengan mengendarai mobil merah klasik kesayangan Papa, kami berkendara seratus kilometer menuju barat daya, tempat dermaga antar pulau berada. Selagi suamiku menyetir, kubuka jendela, membiarkan angin laut meniupkan wajah kami dengan embusannya. Kukeluarkan tangan sambil menikmati terpaaan sejuk yang membelai kulitku.Dari kiri suamiku melirik, dia mengulum senyum sambil menggeleng pelan menyaksikan betapa kekanakannya aku. mungkin berbagai dugaan dalam dirinya terbesit tentang aku yang tak bisa ia duga."Sudah sejak lama, sudah sejak aku menikah dengan Bendi, tak kutemukan bahagia atau tenang. Setiap momen dalam hidupku penuh luka dan pertengkaran, aku sangat menderita," ucapku."Harusnya kau bahagia denganku setelah lepas dari bui, lepas dari Erika dan segala yang berkaitan dengan mafia itu.""Hidup itu tak ada serunya tanpa membuat keonaran," balasku sambil tertawa tipis."Dan bodohnya ... aku mengikutinya membuat keributan. Apa boleh buat, aku sangat tersihir oleh cinta dan semu
Tok ... Tok.Aku dan Roni berdiri dengan napas tertahan di depan rumah Mama, menunggu pemilik rumah keluar dan bukakan pintu untuk kami. kulirik jam tangan yang sudah pecah kacanya tapi masih bisa menunjukkan waktu. Jam sepuluh pagi. Kupandangi pantulan diriku dari balik kaca jendela, berantakan dengan wajah berjelaga oleh debu dan bekas berjibaku dengan para penjahat itu."Ma ... Mama ...." Panggilku. Sengaja kami tinggalkan mobil di ujung jalan agar mama tidak perlu menyaksikan kendaraan penyok penuh bekas tembakan itu. Jika beliau melihat maka akan timbul banyak pertanyaan dan kehebohan."Siapa?""Aku Ma," jawabku.Suara engsel pintu Mama berderit pelan, dari balik pintu kulihat wajah wanita tersayangku yang berkharisma dan tegas. beberapa saat kami saling menatap hingga akhirnya mama paham apa yang terjadi."Melihat penampilanmu kau pasti sudah membuat banyak kerusakan," gumamnya."Boleh masuk?""Dengan catatan kau tidak akan membahayakan kami," ujar Mama mengangkat alis sebelah.