Share

Bab 3 - Lelah

Penulis: Azzila07
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-14 14:11:42

Tiga kali tongkat ini mendarat kuat di punggung suamiku. Membuat tubuh, Mas Daniel ambruk mencium aspal.

 

Aku mendecih melihat kondisi tongkat baseball. Kurasa pukulan ini terlalu keras, hingga tongkat kesayanganku sedikit retak.

 

Lihatlah Mas, bahkan aku lebih khawatir dengan tongkat ini dibanding dirimu.

 

"Apa dia masih bernafas?"

 

Paman berjongkok membalik badan Mas Daniel, mendekatkan ujung jari di hidungnya.

 

"Masih, Non." ucapnya sambil mengangguk.

 

"Huh ... sayang sekali." aku mendecih kecewa.

 

"Urus dia Paman, aku masih ada pekerjaan lain."

 

Paman menggangguk tegas, sambil membangunkan tubuh Mas Daniel.

 

Aku berjalan menuju mobil, kulihat diujung gerbang security memandang tajam kearahku. Kubalas dengan anggukan serta senyum kecil lalu memasuki mobil.

 

Mobil melaju dengan ugal-ugalan, tak tentu arah. Perlahan air mata meluncur dengan deras, tanganku bergetar mengingat kejadian menjijikan itu.

 

Rentetan masa lalu terus berputar diotakku. Membuat kepala berdenyut kencang. 

 

"Shit!"

 

Dejavu ... dan rasanya sakit sekali.

 

"Ayah ... kini para penghianat mulai hadir di hidupku!!" aku menjerit pilu dengan badan bergetar hebat seirama isakan menguasai diri.

 

Sesak di dada merasuki jiwa, air mata seolah belum habis. Menerobos dengan bebas. Membuat pandangan menjadi buram.

 

Ciiiittt!

 

Menginjak pedal rem dalam-dalam. Hampir saja aku menabrak orang yang sedang menyebrang jalan.

 

Sepertinya aku harus kembali ke rumah. Dari pada membahayakan diri sendiri. Jika aku mati hari ini pasti si gundik dan suamiku akan berbahagia. Itu tak boleh terjadi!

 

Pagi hari takku dapati senyum manis dan kecup hangat di kening ini seperti biasanya. Mengelilingi sudut kamar, hatiku berdenyut ngilu.

 

Ah ... sangat menyebalkan, mengetahui hati ini masih memikirkan dia.

 

Berjalan menuju toilet, melepas satu demi satu pakaian yang melilit di tubuh, lalu menenggelamkan badan di dalam bath-up.

 

Hatiku kembali perih, sayatan di hati kembali basah. Mengingat di tempat ini kami selalu menghabiskan waktu berdua.

 

"Hhhh ...."

 

Kudapati Mas Daniel terduduk dimeja makan. Berat kaki ini untuk melangkah, namun harusku paksakan. Tak ingin terlihat rapuh di hadapannya.

 

"Hai, sudah bangun?" ucapnya seraya bangkit dari duduknya.

 

Aku menatapnya tajam, membuat Mas Daniel salah tingkah.

 

Sudut bibir dan hidungnya kulihat biru menghitam. Di keningnya terdapat perban yang tertempel perekat.

 

Tiba-tiba perasaan menyesal menyelusup hati.

 

Kenapa kamu terlihat baik-baik saja pagi ini?

 

Seharusnya kemarin aku membunuhmu Mas, pasti hatiku akan lega.

 

Aku menduduki kursi tepat di depannya. Seperti biasa, Mas Daniel menyodorkan sandwich telur favoritku. Seolah kejadian kemarin tidak pernah ada.

 

"Ayo dimakan, sayang." ucapnya dengan senyum kaku.

 

Beginikah permainanmu?

 

Selalu membodohiku?

 

"Bik ... buatkan aku sarapan," titahku pada Bik Inah yang mengelap sisa air di westafel.

 

Bik Inah menautkan alis, melihat aku dan sandwich bergantian.

 

"Sekarang!" ucapanku membuatnya tersentak. Tanpa banyak bicara dia mengerjakan apa yang kuperintahkan.

 

Seminggu pasca kejadian itu aku menutup diri dari, Mas Daniel. Selalu memasuki kamar dan menguncinya tanpa memberi dia kesempatan bicara sedikitpun.

 

Aku membereskan beberapa berkas laporan penjualan, lalu melangkah keluar kantor. Jam menunjukan pukul 21:00.

 

Aku melewati ruang tamu, saat mendapati Mas Daniel terduduk di atas sofa.

 

"Fi ... Mas mau bicara," ucapnya seraya bangkit dari duduknya.

 

Aku membalikan badan, dengan bibir tersungging tipis.

 

"Aku benar-benar tidak bisa kehilanganmu." ucapnya dengan wajah memelas.

 

Ucapannya membuatku muak. Ingin sekali memakinya. Namun, tubuhku teramat lelah. Malas bicara, lalu kembali arah meneruskan langkah.

 

Terdengar Mas Daniel berlari dan memelukku dari belakang, dengan tubuh yang bergetar.

 

"Aku rela melakukan apa saja, asal kau kembali." suaranya di sertai isakan, sangat meyayat hati.

 

Aku membeku, hatiku teriris. Dilema dengan hati ini.

 

Perlahan pelukan Mas Daniel melonggar, membalik tubuhku hingga kami berhadapan.

 

"Kamu boleh memukulku sesuka hati, asal jangan mendiamkan aku seperti ini." suaranya terdengar sendu.

 

Kedua tangannya memegangi wajahku. Memaksa aku untuk melihat air mata buayanya.

 

Aku memasang wajah datar tanpa expresi apapun.

 

Muak dengan keadaan. Aku menepis kasar kedua tangannya, hendak melangkah pergi. Namun dengan cepat tangan, Mas Daniel mencengkram lengan ini. Perlahan tubuhnya meluruh bersimpuh di kakiku.

 

***Ofd.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Carol Carolie
seru banget!
goodnovel comment avatar
Muhamad Seno
next kliat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Karma Sang Penggoda   Bab 64 - TAMAT.

    "Terserahlah. Aku sudah malas peduli." jawab Ridwan lalu pergi keluar pintu.Aku dan Mas Yas saling berpandangan. Mata kami kompak menoleh kearah Putri yang semakin menangis sesegukan.Aku mengangguk kecil, tanpa berkata Mas Yas langsung keluar kamar mengerti maksud isyaratku."Ada apa sih, Put? Coba cerita, siapa tahu Kakak bisa bantu," ucapku pelan sambil berjalan mendekati ranjang."Hati aku capek, Kak. Mas Ridwan dan Ibu menyalahkan aku, semua menyalahkan aku atas kejadian ini. Mereka fikir aku tidak sedih kehilangan anakku sendiri." Putri menatap sendu, isaknya terdengar lirih."Sabar sayang, sabar." aku mengusap lembut pundak belakangnya."Belum lagi Mas Ridwan, terlalu cemburu berlebihan Kak. Dia selalu mikir aneh-aneh setiap kali melihat aku sama Juna di kantor," lirih Putri. "Padahal kita hanya teman kerja, tidak lebih.""Loh ... bukannya cemburu itu tanda cinta ya? Emangnya kamu mau Ridwan cuek-cuek aja, lihat kamu diantar pulang sama orang lain?" sahutku selembut mungkin."

  • Karma Sang Penggoda   Bab 63 - Bertemu Fiona.

    "Pasien rumah sakit jiwa terlindas truk hingga tewas, kondisi sangat mengenaskan. Saat ini jenazah korban ada dirumah sakit Pelita Keluarga.""Baca, apa sih Fi serius banget?" Mas Yas yang sedang mengemudi, menoleh singkat lalu kembali fokus menghadap jalan."Baca berita yang lewat dibranda, Mas. Seram ih, aku baca juga komen-komennya. Katanya, tubuh korban tabrakan itu terbelah menjadi dua bagian." sahutku, sambil bergidik ngeri."Innalillahi ... semoga amal ibadahnya diterima Alloh." jawab Mas Yas dengan wajah prihatin."Aamiin," aku hanya menyahut, pandangan fokus pada gawai melanjutkan membaca komentar yang ada didalam berita.Mengingat rumah sakit jiwa, aku jadi teringat ucapan Nyonya Diana. Dia bilang, Anitta terkena gangguan jiwa, dan sekarang tinggal dirumah sakit jiwa. Semoga dia dalam keadaan baik-baik saja, walau aku sangat membencinya tapi aku tak ingin mendoakan keburukan padanya. Aku takut doa buruk itu akan kembali padaku. Naudzubillah."Nyonya Diana, terlihat bukan oran

  • Karma Sang Penggoda   Bab 62 - Bagian special.

    Pov DianaSuara debur ombak beradu dengan karang membuat aku menarik nafas panjang, angin lembut berhembus diwajah dan rambut. Menimbulkan aura menenangkan.Hmm ...Menghembuskan nafas secara perlahan, bibir tersenyum simpul melihat dua sosok kesayangan bermain dengan ceria ditepi pantai.Duhai Tuhan ... trimakasih. Atas izinmu, kau biarkan aku melalui badai yang sangat kuat lagi dahsyat."Mamih, ayok kesini!" seru Deo meski terdengar samar. Aku hanya tersenyum, meraih gelas berisi jeruk hangat lalu menyesapnya pelan.Tangan ini melambai saat melihat pasangan suami istri celingukan mencari seseorang. Aku tersenyum manis, saat mata kami beradu tatap."Hai." sapaku ceria."Lama tidak bertemu, Nyonya Diana." wanita cantik menyapa dengan senyuman manis, dia menyodorkan tangan, setelahnya kita berjabat tangan mencium pipi kiri dan kanan."Mbak Fiona, semakin cantik saja." ucapku tulus. Karna memang wajah wanita muda yang ada dihadapanku memang selalu cantik."Nyonya bisa saja," ucapnya sam

  • Karma Sang Penggoda   Bab 61 - Berakhir.

    Pov Anitta."Lepass!" aku memberontak saat dua laki-laki berseragam rumah sakit memegangi kedua tangan."Kalian tuli, hah! Lepas aku bilang!" sungutku sambil terus memberontak.Kedua laki-laki itu hanya mendengkus kesal tak mengindahkan ucapanku."Jalan!" ucapnya, lalu menyeret tubuhku keluar dari penjara.Nafasku terengah-engah, terpaan sinar matahari menerjang wajah menimbulkan sensasi hangat dan menenangkan.Otak mulai mencerna apa yang sebenarnya terjadi, aku terbahak menyadari akan keluar dari tempat pengap itu."Hahah ... aku bebas. Aku bebas!" teriakku bersemangat. "Bawa aku pulang ke apartement, aku rindu rumahku. Aku rindu." cerocosku sambil menatap penuh harap kearah dua laki-laki itu.Satu diantaranya membuka pintu bagasi mobil khas rumah sakit, setelah terbuka lebar dia kembali memegangi tanganku."Masuk!" titahnya sambil mendorong tubuhku."Hati-hati, jangan membuatnya marah. Atau kalian akan tersakiti." ucap Polisi gendut. Keduanya saling bertatapan, lalu menoleh kearahk

  • Karma Sang Penggoda   Bab 60 - Sudah lelah.

    "Aaaaa!" aku menjerit ketakutan. Pegangan itu tersenyum menyerigai, lalu membuka mulut dan mengeluarkan semua binatang menjijikan."Hah ... hah!" Aku langsung terlonjak dengan nafas memburu. Keringat sebiji jagung bercucuran dari kening hingga kewajahku. Aku mengedarkan pandangan, ruangan sempit masih mengelilingiku."Hiiiyyy." aku bergidik ngeri, mimpi tadi seolah nyata dan aku merasa benar-benar tenggelam dalam lautan darah."Uhuk ... uhuk!" nafasku tersendat. Aku kesulitan bernafas.Hah hah!Benar-benar kurang ajar. Untuk apa perempuan pengeretan itu hadir didalam mimpiku. Aku jadi takut sendiri berada diruangan sempit ini."Pak ... Pak!!" aku berteriak sambil memukul gembok pada pintu besi. Tenggorokanku kering, dan tidak ada satu pun setetes air minum disini."Ada apa! Jangan berisik. Ganggu saja!" maki petugas gendut."Air, saya butuh air." jawabku dengan tatapan memohon."Minum ... haus," pintaku."Ck! Menyusahkan saja sih." maki Polisi itu. Dengan sangat terpaksa dia membalik

  • Karma Sang Penggoda   Bab 59 - Bertemu Ibu.

    Pov Anitta."Tahanan ini benar-benar keterlaluan, dia membunuh Ibunya sendiri saat datang berkunjung menemuinya." ujar petugas gendut sambil melirik kearahku sorotnya memancarkan ketidak percayaan."Ckckck," laki-laki berperawakan tinggi besar itu menatap lekat, menggelengkan kepalanya. Aku semakin menundukan wajah, takut tiba-tiba pukulan kembali menyerangku.Tubuh ini menggigil, luka memar terlihat disekujur tubuh. Rasanya sakit dan menyiksa sekali."Teman satu selnya pun ikut dihajar, aku rasa dia mengalami gangguan jiwa." Mataku mendelik, tak terima dengan kata-kata sipir jelek itu."Bawa dia masuk kembali, tempatkan dia diruangan 355 a. Jangan disatukan dengan yang lain, saya mencuim gelagat mengerikan dari tatapan matanya," ucap komandan Polisi."Siap, Dan!" sahut dua petugas sambil menegakkan badan."Cepat!" tubuh ini diseret paksa. Aku hanya bisa menurut, menyeret kaki mengikutinya.Dug!Rasa nyeuri menerjang lutut dan telapak tangan, saat tubuhku didorong masuk oleh petugas h

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status