Pulang kerumah dengan hati yang teriris, aku berjalan dengan langkah gontai menaiki tangga, menuju kamarku.Didalam kamar, ada Anitta sedang mengunyah sambil menyenderkan tubuh disisi ranjang, dia nampak tersenyum melihat kedatanganku dan menautkan alis saat aku tak membalas senyumnya."Gimana sayang, kamu udah resmi cerai dengan dia?" tanya Anitta saat aku merebahkan badan.Hah ... tubuhku begitu lelah, begitu pun dengan hati dan jiwaku."Sayang ... kamu kenapa sih lemes banget," Anitta bergelayut manja dilenganku."Aku, masih kefikiran Fiona," sahutku sambil menatap langit-langit didalam kamar."Sudahlah Mas ... kan ada aku, buat apa mikirin dia. Dia aja sudah ga peduli sama kamu," Anitta meringsekan tubuh dipangkuanku."Lagi pula, apa sih hebatnya dia. Ngasih anak aja ga mampu," lanjut Anitta dengan nada mengejek.Aku yang sedari tadi memijat kening langsung menghentikan activitas mendengar uc
Berbicara kesana-kemari dengan Castie, aku seperti mendapat semangat baru saat bertemu dengannya. Senyum manis, yang selalu terukir serta sikapnya yang dewasa membuatku merasa nyaman saat ada disampingnya.Dia berbeda dengan Anitta, yang selalu minta ini dan itu. Castie sama sekali tidak mau menerima uangku, meski aku telah memakai jasanya."Aku ingin berteman denganmu. Apa bisa?" Ucap Castie sambil mengamatiku yang sedang mengancing kemeja."Ya ... tentu," jawabku antusias. Lalu berjalan mendekatinya yang masih terbalut selimut, tanganku membelai kepala dan merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan.Siapa yang bisa menolak berteman dengannya? Hanya orang bodoh yang menolak keinginannya."Setiap sabtu dan minggu aku bekerja di club semalam, datanglah jika kau merindukanku," ucapnya dengan manja, kedua tangannya merengkuh tungkuk leherku."Aku ... menyukaimu Daniel," desahnya ditelinga. Matanya menatapku dengan penu
"Bawa dia kekamarnya, Mih ..." titahku setelah sekian detik melihat Mamih dan Dara mengadu air mata.Dengan patuh, Mamih menuruti perintahku, dituntunnya Dara menuju kamar. Ekor mataku mengikuti langkah mereka.Nafasku masih terasa sesak menerima kenyataan ini. Sungguh aku tidak menyangka, Adik tomboy-ku bisa mengalami nasib seperti ini.Astaga ... kenapa hidupku serumit ini, semua menjadi kacau belakangan ini. Masalah seakan bertubi-tubi berdatangan, belum hilang masalah Papih. Kini Dara membuat masalah baru. Otakku terasa ingin meledak, sebab tak mampu menampung beban fikiran."Mas mau makan?" tanya Anitta ragu-ragu."Tidak usah, Nitt." jawabku lemas, rasa lapar menguap begitu saja, berganti dengan rasa sesak didalam dada.Aku harus menemukan pelakunya. Takkan aku izinkan dia bernafas saat aku menemukannya.***Ofd."Bangun Mas ..." suara samar mengusik telinga, ditambah goncang pelan dipundakku
Jantungku terasa copot dari tempatnya, kedua lelaki itu terus saja menggedor kaca jendela mobil. Nafasku naik turun, aku semakin panik saat satu dari mereka mengayunkan balok ke mobilku.Brak!Satu hantaman balok mendarat keras di kaca jendela, kaca itu langsung retak seketika."Keluar!! Atau gua hancurkan mobil ini!!" Teriak lelaki berkepala botak itu tak main-main.Dug... dug ...Satu lelaki memukul kaca jendela dengan tangannya, lalu menempelkan wajah dikaca dengan mata melotot tajam.Dengan tangan bergetar, aku meraih pintu mobil. Firasat mengatakan jangan membuka, namun gedoran bertubi-tubi kembali terdengar. Membuat aku membuka pintu juga."Lama lu!!" sentaknya sambil menarik badanku dengan kasar."Ada apa ini?" tanyaku cemas.Bugh. .. bugh ...Tanpa bisa kucegah bogemnya langsung mendarat keras di wajah dan perutku, membuat nafas langsung tercekat ditenggorokan.
"Aaarhhgg!!"Apa ini? Kenapa begini. Jangan-jangan dua ke--parat itu ....Tidak ... aku melangkah mundur, jantungku berdetak ngilu. Tanganku bergetar menyentuh bekas sayatan itu, rasa sakit luar biasa seketika menyerang barang pusakaku.Rasa kebelet sudah tidak tertahan lagi, dengan menahan nafas dan menggigit bibir bawah dengan kencang aku mencoba mengeluarkan air seni.Ampun ... sakit sekali rasanya!!Apa aku terbius? Tadi tidak seperih ini.Aku kalut, kacau. Rasa dihati bercampur aduk, melihat kenyataan ini. Detak jantung semakin tidak menentu, peluh terus saja membasahi keningku."Tidak!!" teriakku histeris. Kusapu dengan tangan apapun yang ada diatas westapel. Bibirku bergetar begitu pun dengan badanku.Aku berteriak sekuat tenaga. Melepas sesak yang menjalar direlung hati."Aaaaaa ....""Mas! Kamu kenapa Mas ..." suara Anitta terdengar dibalik pintu.Air mat
Menghempaskan bokong dibangku panjang, tangan meremas kuat kulit kepala dengan fikiran kacau tidak menentu. Rasanya, aku ingin kematian datang saat ini juga.Hati begitu gamang, serentetan pristiwa silam seakan menari-nari dikepala.Suara gawai mengusik lamunan, dengan lemas aku merogoh saku celana."Halo Mih," sahutku sambil menempelkan gawai ditelinga."Dan ... pulang sekarang," suara Mamih terdengar bergetar."Ada apa Mih?" sahutku cemas."Pulang sekarang Dan ...huhu. Dara minum racun serangga, huhu ..," isak Mamih diujung telpon.Tubuhku membeku seketika, kekhawatiranku kini menjadi keyataan."Kok bisa ... kan sudah aku bilang Mamih harus ngawasi dia!" sentakku dengan nafas yang menggebu. Emosiku benar-benar meletup, mendengar kabar buruk ini."Sudah ... kau jangan menyalahkan Mamih saja bisanya. Pulang sekarang!" balas Mamih tak kalah sengit lalu memutuskan panggilan.
Pov Fiona.Tok ... tok.Suara ketukan pintu terdengar dari luar."Masuk ..." ucapku dengan mata terfokus pada layar."Buk, ada yang mau bertemu," wajah Dinda menyembul dibalik pintu."Siapa?""Kak Fiona ..." Adik Mas Daniel menerobos masuk. Dinda tersenyum kearahku, kubalas dengan anggukan kepala dan melibaskan tangan."Hei ... Dara," sapaku dengan senyum tipis menghiasi bibir.Dara nampak sendu, lalu berlari kearahku dan meringsek tubuh ini."Kak ... aku kangen," ucapnya hangat. Kubalas dengan menepuk-nepuk punggungnya.Setelah puas memeluk tubuhku, Dara melonggarkan pelukannya lalu mentapku dan tersenyum lebar. Dari sorot matanya, aku melihat ada kesedihan yang terpancar disana.Dara ... ada apa denganmu?"Mari kita ngobrol disitu," ucapku sambil menuntunnya menuju sofa, yang ada diruangan."Kamu sama siapa?" tanyaku setelah mengh
Setelah memastikan Dara kembali kerumah, aku langsung menuju Dealer kembali. Melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.Banyaknya pekerjaan membuat waktu tanpa terasa berputar. Badanpun sudah terasa lelah, pukul 20:00 aku memutuskan menutup pembukuan.Bangkit dari kursi, badanku bergeliat meregangkan otot-otot yang terasa membeku. Setelah membersihkan diri dan memoles bedak tipis, aku berjalan keluar ruangan.Berjalan menuju parkiran, kulihat ada laki-laki muda yang bersender dimuka mobilku. Saat menyadari kedatanganku dia langsung bangkit dan tersenyum ramah."Malam Non," sapanya dengan senyum yang merekah.Aku hanya tersenyum tipis lalu menengok kedalam mobil, takku lihat Pak Karim didalamnya."Ehm ... permisi Non Fi-ona ..." ucapnya sambil mengeja namaku.Alisku mengkerut, dari mana dia tahu namaku."Saya Yasir ... keponakan Pak Karim," jelasnya kemudian."Lalu?""Saya d