Waktu pun bergulir …Sanjaya Hotel dan Sanjaya Build sedikit lagi berada di puncak kejayaannya. Aku dan mas Andy serta pak Rudy benar-benar bekerja siang dan malam untuk mewujudkan kesuksesan bendera Sanjaya di tanah air ini. Akan tetapi banyak hal yang korbankan untuk mewujudkan ini, kedekatanku dengan anak-anakku. Dari pernikahanku dengan mas Andy aku melahirkan seorang putra yang kini usianya sebelas tahun. Nama Aldrin Sanjaya Wira. Sanjaya bukan nama keluarganya tapi nama untuk putraku itu. Aku juga akan mengirim dia bersekolah asrama meski ayahnya agak keberatan untuk itu. Mungkin aku memang ditakdirkan sebagai ibu yang berhati dingin dan sanggup hidup terpisah dengan darah dagingku sendiri.“Tapi ini ulang tahun Sandrina yang ketujuh belas Airin, dia sudah lama menantikan pesta ini dan kau tidak bisa menghadirinya?” mas Andi menggelengkan kepala dan terlihat sangat kecewa.“Mas, Mas kan juga tahu ini adalah mega proyek untuk Sanja Hotel dan Sanjaya Build, proyek ini terkait dan
Aku menunggu Sandrina di ruang tamu, kata ibu dia pergi bersama teman-temannya dan ini sudah menjelang dini hari. Aku cemas mengetahui jika Sandrina sudah mulai bergaul dengan cara seperti ini. Clubbing, pergaulan bebas, ooh Tuhan semoga dia dijauhkan dari apa yang pernah ku alami dulu.Rico sempat mengabariku jika dia sendiri yang akan menjemput Sandrina di klub tempatnya merayakan kelulusan bersama teman-temannya itu. Sekali lagi ku lirik jam di dinding dan mereka belum pulang juga.“Airin, ayo istirahat dulu, kita sudah menempuh perjalanan jauh, apa kamu gak cape?” mas Andy mengelus-elus bahuku agar aku tidur sekarang.“Aku mau menunggu Sandrina pulang dulu Mas, Mas duluan saja.”“Baiklah, kita tunggu dia sama-sama.”Aku sudah mulai diserang kantuk ketika terdengar suara mobil Sandrina menderu masuk ke pekarangan rumah. Lewat dini hari akhirnya mereka tiba juga. Ku dengar suara Rico dan Sandrina, sepertinya Rico sedang mengomeli anak gadis itu.“Mom ? Daaad!” Sandrina tampak senang
Tubuhku gemetar melihat kartu nama itu, aku teringat satu nama yang membangkitkan semua kenangan buruk itu dalam sekejap. Aku meletakkannya dan segera masuk ke kamar, maas Andy paham dengan apa yang ku rasakan dan mengikutiku.“Airin, tenanglah yang bernama Ariel Itu banyak di muka bumi ini, lagi pula itu belum tentu Ariel yang sama kan?”Seluruh “Lantas di mana adikmu yang sudah lama menghilang itu ? bagaimana kabar terakhirnya. ? di mana dia sekarang?!” aku nyaris memekik frustasi. Mas Andy segera memelukku dengan erat, mencium kepalaku dan berusaha menenangkanku.“Heeyy … heey … Sayang … tenanglah, tenang, dia bukan Ariel adikku, dia hanya orang lain yang bernama depan Ariel. ““Aku tidak mau Ariel menyentuh keluarga kita Mas, aku tidak mau!” aku masih menggeliat gelisah dalam pelukan mas Andy.“Tidak akan terjadi apa-apa Rin, ayo laah cobalah untuk bersikap tenang, jangan sampai anak-anak melihatmu seperti ini dan bertanya-tanya.” mas Andy mengelus punggungku berkali-kali. Sentu
Sandrina pulang menjelang malam setelah meninggalkan rumah siang tadi. Wajahnya terlihat berseri-seri dan bahagia. Pasti bertemu dengan temannya membuat dia sangat senang.“San, Mom mau bicara. Kamu duduk di situ.” Aku memerintah Sandrina yang tampak enggan melihat wajahku.“Ada apa Mom? San mau istirahat niih.” Jawab Sandrina malas-malasan.“San, Mom tidak pernah berniat mengasingkan kamu di sini tapi apa yang Mom lakukan ini yang terbaik untuk kamu.” Aku ingin membicarakan hal yang tadi siang Sandrina lontarkan padaku.“Tapi itu kenyataannya Mom, alasan apa sih yang membuat seorang ibu tega meninggalkan putrinya jauh di negeri orang sejak dia berumur menjelang enam tahun ? alasan apa yang membuat seorang ibu sanggup tidak menghubungi putrinya yang selalu menangis karena rindu?!” sorot mata Sandrina tajam seakan menembus jantungku.“Tidak ada ibu yang tidak menyayangi anaknya San, Mom pun menyayangimu tetapi Mom punya alasan yang Mom belum bisa jelaskan sekarang.”“Omong kosong, keny
Sepanjang perjalanan lima belas jam London ke ibukota aku tidak dapat tenang sedikit pun. Bayangan Laki-laki itu kembali melintas dalam dalam hidupku sekejap mata namun membuat duniaku seakan kalang kabut. Ingin aku menceritakan ini pada mas Andy tetapi aku ragu karena dia akan membantah apa yang ku lihat di bandara tadi.Sosok yang sama, tinggi dan tegap yang masih terekam baik di ingatanku, mata tajam dan alis yang nyaris bertaut, hidung yang mancung dan semua itu diwariskan pada Sandrina, putri kandungnya. San, meski umurnya masih belia dia mewarisi gen ayah kandungnya yang tinggi besar hingga orang sering terkecoh dan menyangka jika San lebih dewasa dari umurnya. Dia putriku yang cantik jelita yang kemudian tumbuh dengan hati yang tidak hangat sempurna.Setibanya di tanah air diam-diam aku meminta asisten pribadiku untuk menyewa seorang detektif untuk mencari keberadaan Ariel Rivaldo. Aku tidak ingin kecolongan, monster itu harus ku jauhkan dari keluargaku, siapa pun.“Ini adala
Aroma obat memenuhi penciumanku dan dengan perlahan aku membuka mata untuk memastikan ada di mana. Ruangan ini serba putih dan aku pasti terbangun di Rumah Sakit lagi. Pandanganku beredar ke seluruh ruangan dan aku melihat mas Andy sedang berbaring di sofa sambil menutup matanya dengan punggung lengannya.Aku mencoba duduk tapi kepalaku terasa sangat berat dan aku mengalami demam. Tenggorokanku sangat kering aku butuh air minum. Sekali lagi aku berusaha untuk bangun agar bisa meraih air minum di atas meja kecil samping tempat tidurku.“Tunggu biar aku ambilkan.” mas Andy terbangun dan membantuku untuk duduk dan memberikanku segelas air.“Kata dokter kau terlalu lelah, kau butuh istirahat Rin.” mas Andy menatapku gelisah.“Aku akan segera sembuh Mas, aku akan baik-baik saja.”Mas Andy menyelipkan anak rambut di telingaku dan mengusap pipiku, telapak tangannya terasa dingin dan memberi kesejukan di wajahku yang panas.“Ada apa Rin ? apa yang kau risaukan sampai jadi tumbang begini?” tany
Peresmian apartel San’s Shine begitu meriah tamu undangan yang hadir, para investor serta kolega bisnis turut memeriahkan suasana. Sejenak aku melupakan ketegangan yang dibawa oleh Sandrina dari London. Gadis muda itu benar-benar pandai membawa diri dalam acara resmi yang memang diperuntukkan baginya, peresmian sekaligus penyambutannya pulang ke rumah.“Selamat yaa Tante atas apartel yang baru ini.” Rico datang menyalamiku dengan senyum yang tulus.“Rico, kita bicara sebentar di sana yaa, Tante mau tanya sesuatu.” aku mengajak Rico lebih ke pojok ruangan sementara dari kejauahan kulihat Sandrina berkeliling bersama ayahnya.“Apa yang sebenarnya terjadi Co, mengapa San bilang kalau dia memiliki teman dekat yang lain?”Rico hanya menarik seulas senyumnya, tatapan matanya jelas sedang menyembunyikan sesuatu.“Bicara sama Tante Rico, San menyebut nama seseorang ketika dia baru kembali tempo hari.”“Hati San tidak untuk Rico, Tante. Dia sudah memilih pria lain dan Rico tidak bisa memaksak
Aku meminta pada dokter yang merawatku agar tidak mengijinkan siapapun untuk bertemu denganku. Aku belum siap bahkan dengan Sandrina yaa … terutama Sandrina aku tidak bisa menemuinya sekarang. aku belum siap untuk mengatakan yang sebenarnya, bagaimana jika dia tahu jika dia adalah anak dari hasil pelecehan seksual ? dia akan semakin merasa jika aku membencinya karena itu.Yaa Tuhan … mengapa hal yang begitu kutakutkan akhirnya terjadi ? aku hanya berharap jika Ariel tidak akan pernah bertemu dengan Sandrina justru hal yang lebih menakutkan terjadi, mereka saling jatuh cinta. Aku tidak bisa membiarkan hal ini terjadi, ini tidak bisa sampai kapanpun seorang ayah tidak mungkin menikahi putri kandungnya sendiri.Ponselku berdering panggilan dari suamiku sudah ketiga kalinya masuk ke ponselku. Dia sedang berada di Singapura untuk pertemuan bisnis, pasti dia sudah tahu jika aku tumbang lagi.“Iya Mas, ada apa?” aku memutuskan menjawabnya jika tidak dia pasti akan langsung terbang pulang ke