“Nyonya tidak apa-apa?” tanya pak Andy yang masih memelukku erat memunggungi pecahan lampu Kristal yang sempat membuat beberapa goresan di pipi dan tengkuknya. Aku mengangguk cepat dan mengelus perutku yang kembali mengeras karena terkejut. Kartika segera menghampiriku, lengannya juga ikut berdarah karena serpihan tajam kaca yang menyasar kemana-mana.
“Ibu baik-baik saja?” Kartika memeriksa ku dengan cemas, pak Andy sudah melepaskanku dan meraba pipi serta tengkuknya yang terasa perih. Dia bergegas berbalik dan memeriksa apa ada yang terluka. Tampak beberapa orang staf bagian marketing mengalami luka yang sama dengan serpihan kaca yang berhamburan.
“Periksa keadaan kalian dan jika ada luka yang butuh perawatan segera ke klinik. Cari sekarang teknisi yang memasang lampu ini segera!” wajah pak Andy merah padam dengan kejadian ini, terlebih karena aku yang nyaris celaka.
“Kartika ba
Dengan mengendap-endap aku berjalan agar pak Andy tak melihatku ada di sekitar ruangan ini. Berbagai macam pikiran mengisi kepalaku, apa kejadian lampu Kristal itu hanya kesalahan manusia atau ada yang sedang merencanakan Sesuatu di hotel ini. Jika benar tujuannya untuk mengacau di hotel ini, aku akan menghadapinya tanpa rasa takut sedikitpun.Sambil berjalan ke ruanganku aku membuka satu demi satu file itu sekilas dan mengingat-ingat nama beberapa teknisi yang ada di dalam file di tanganku ini. Aku terlalu fokus sehingga kurang memperhatikan jalanku di depan dan menabrak seseorang.“Airin, kamu dari mana?” suara pak Sanjaya yang sudah berdiri tegak sambil memegangiku membuatku gelagapan. Bukan hanya karena aku nyaris jatuh tapi kejadian lampu Kristal itu apakah …?“Ayo kita ke ruanganmu sekarang Bapak ingin bicara sekarang.” Pak Sanjaya menepuk punggung tangan kananku dan tak melepaskannya
Aku buru-buru kabur dari taman itu, kecurigaanku tertuju pada Sandra. Rasa penasaran ini semakin besar karena ketiga orang itu, Sandra, pria bertopi dan … pak Andy. Aku mencoba mengingat pesan pak Sanjaya agar aku tidak terlibat lebih jauh lagi. Di saat ini mungkin hanya Kartika yang mampu menolongku untuk menyelidiki mereka.“Apa di toilet antri Rin?” pak Sanjaya mengelap mulutnya yang baru saja menghabiskan makanannya.“I-iya Pak di sana antri.” Aku melirik pada pak Sanjaya yang terlihat tenang. Apa kali ini aku ketahuan lagi yaa ? aku meneguk sisa air minumku tadi dan berusaha tenang.“Divisi Security akan mengirimkan saya rekaman di ballroom nanti, jika ada hal yang penting saya akan kasih tahu kamu Airin. Sekarang saya harus kembali ke kantor, jaga diri baik-baik yaa.” Pak Sanjaya berdiri dan mengecup kepalaku.“Kau tidak usah menganta
Pak Sanjaya kali ini benar-benar mengambil tindakan tegas karena nyawaku dan bayi ini mulai terancam. Aku mengira ini ulah Ariel yang menyuruh orang untuk mencelakaiku tapi dugaanku salah. Ariel sudah berada di San Fransisco sedang disibukkan bisnis yang dipercayakan ayahnya kepadanya. Dia belum sempat untuk berbuat aneh-aneh lagi karena mendapat ancaman keras dari orang tuanya. Paling tidak itu lah yang katakan pak Andy kepadaku.“Riiin … kamu lagi di mana Riin?” Kartika dengan tergesa-gesa masuk ke kamarku. Sudah hampir dua minggu ini aku tidak ke kantor. Dokter memintaku istirahat karena stress yang kerap menyerangku dan usaha seseorang untuk meracuniku dengan kue kacang kenari.“Aku di sini Tika, ada apa siih ? biasanya kan cuma telpon aja?” aku sedang membolak-balik lembaran majaalh di kamarku.“Pelakunya ketemu Rin ! dalangnya udah ketauan!” seru Kartika yang bergega
Detik-detik kurasakan begitu berat untuk ku lewati. Rasa sakit yang bercampur aduk peluh serta air mata bersatu membalut tubuhku yang harus berjuang keras agar bayi ini bisa ku lahirkan. Aku ingin bersama pak Sanjaya, aku ingin tahu keadaan beliau, apa yang terjadi sehingga beliau dibantu dengan banyak dokter seperti itu. Tiga jam persalinan normal yang sangat melelahkan akhirnya membawa tangisan bayi perempuan itu ke dunia.“Selamat yaa Bu, bayinya perempuan, sehat, lengkap dan cantik seperti Ibu.” Dokter perempuan yang menanganiku memberikan bayi yang sudah terbungkus selimut berwarna merah muda. Aku enggan menggendongnya hingga bayi itu diambil oleh ibuku.“Ibu, aku ingin lihat keadaan pak Sanjaya.” Pintaku dengan lelehan air mata.“Kondisi kamu masih lemah Rin, nanti saja yaa, pak Rudy juga pasti akan mengabari kita.”“Rin, kamu tidak mau meng
“Airin, bayimu menangis Nak, dia ingin menyusu, kasihan dia Airin.” Ku dengar suara ibu dan suara tangis bayi itu namun aku tidak bisa melakukannya, aku tidak mau.“Pergi! Bawa pergi bayi itu … aku tidak mau!” tangisku mulai meledak hebat lagi. Aku tak bisa mengantarkan pak Sanjaya ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Aku benci diriku, aku benci semuanya.Kartika dan pak Andy datang membantu ibu, Kartika akhirnya yang berinisiatif untuk merawat Sandrina sementara, dia mencarikan susu formula untuk bayi itu.“Airin, kami tahu kamu sangat berduka, cobalah untuk tegar. Kami ada di sini bersamamu, kami akan membantumu, kamu tidak sendirian Airin.” Suara lembut laki-laki itu terdengar di telingaku. Aku masih bergelung dalam selimut dan enggan melihat siapa-siapa.Aku sudah tak sanggup berpikir, aku lelah dan aku ketakutan pada ba
Sekian rentang waktu sudah berlalu, gelar MBA dan Phd dari sekolah tinggi Glion di Swiss dan s2 di Glion London telah ku kantongi. Kartika hanya menyelesaikan s1dan meminta kembali setelahnya. Kerinduan pada tanah air tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Putriku Sandrina sudah menjelang enam tahun dan aku memutuskan untuk menyekolahkan di London saja.Mas Andy masih rutin mengunjungi kami dan tahun ini di musim gugur aku akan bersiap kembali ke tanah air. Mas Andy sengaja datang menjemputku, awalnya dia ingin membawa Sandrina pulang namun aku bertahan agar Sandrina tetap di London hingga dewasa nanti. Dia tumbuh di bawah asuhan ibuku dan dua orang pengasuh yang sejak bayi menemaninya hingga ibuku tidak terlalu repot.Sandrina kecil sangat dekat dengan mas Andy, mungkin Sandrina mengira jika mas Andy adalah ayahnya. Jika tiba di London maka hanya dengan Sandrina lah mas Andy bany
Peresmian cabang baru Sanjaya Hotel berlangsung dengan meriah di kota wisata ini, aku menawarkan mas Andy untuk posisi General Manager di hotel ini tapi dia menolak. Dia hanya ingin tetap berada di posisinya sekarang sebagai Assistant General Manager dan tidak akan kemana-mana lagi.Kartika yang mempunyai kemampuan yang sudah lebih baik aku percayakan untuk menjadi General Manager di sana meski katanya itu terlalu cepat untuknya. Tetapi aku percaya padanya dia hanya butuh kesempatan untuk membuktikan potensi dalam dirinya dan sebuah kepercayaan diri.Aku menemaninya sementara untuk beberapa minggu sambil mempelajari perkembangan hotel ini.Tetapi aku memilih untuk tidak terlihat menyolok sebagai General Manager pusat, aku hanya seperti tamu hotel lainnya. Sama seperti saat sarapan di resto hotel ini dan seseorang menghampiriku dengan roti sandwich di piringnya serta secangkir kopi.“Boleh aku bergabung di sini Nona?” tanya seorang pria yang menatap ku
Aku sedang berkeliling memantau keadaan hotel, harus aku akui kerja keras Kartika di hotel yang aku percayakan padanya ini. aku mendapat email dari mas Andy namun aku masih enggan membalasnya. Dia memintaku untuk menelpon Sandrina di London sana yang katanya merindukanku.Yaaa … ibu macam apa aku ini yang tak bisa merasakan rindu pada anak yang susah payah kukandung dan kulahirkan itu. Tetapi aku melakukan itu demi dirinya bukan? Anak itu harus terbiasa mandiri dan kuat, dia harus belajar dengan giat di sana toh ada ibuku yang menjadi pengganti kasih sayangku.Ponselku bergetar lagi aku mengira mas Andy masih saja berusaha membujukku atas Sandrina tapi ketika ku lihat baik-baik pesan itu justru dari Edgard. Aku tersenyum kecil, pria yang aneh, dia selalu saja mengirimkanku pesan yang konyol. Aku ingin membalasnya tapi tiba-tiba ada panggilan masuk dari pak Rudy.“Iya pak Rudy ada apa ?” aku menjawab panggilannya sambil memperbaiki topiku yang