/ Romansa / Karma Terbalut Cinta / Yang tak berhenti berharap

공유

Yang tak berhenti berharap

작가: Joya Janis
last update 최신 업데이트: 2022-01-25 04:48:16

Lagi-lagi aku terbangun di sebuah kamar Rumah Sakit. Infus sudah menancap di punggung lengan kiriku dan rasa lemas itu masih terasa. Ku coba memutar ulang ingatan terakhirku dan yang ku ingat jeritan mba Tias yang melihat darah mengalir di betisku.

“Kamu sudah sadar Rin?” suara lembut pak Sanjaya tertangkap oleh telingaku.  Aku menoleh ke sumber suara yang dekat denganku.

“Ibu saya mana Pak?” aku mencari-cari sosok ibu. Aku ingin bersama ibuku di sini.

“Ibu pulang baru saja pulang nanti siang balik ke sini lagi. Kamu harus banyak istirahat dan tidak boleh stress. Beberapa hari ke depan kamu harus bed rest dulu. Ikuti saran dokter yaa Rin?”

Aku hanya mengangguk, mungkin memang aku butuh istirahat sejenak. Setelah kehilangan sosok ibu Sanjaya aku seperti kehilangan separuh penopang kekuatanku. Lalu ku teringat pada janjiku untuk membawa Sanjaya Hotel menjadi lebih sukses di tanganku. Aku mendesah pelan dan mecoba memejamkan mata. ‘Semua akan baik-baik saja … semua akan baik-baik saja.’ Rapalku dalam hati.

Pak Sanjaya sudah kembali pulang ke rumah gantian dengan ibu yang datang dengan membawa baju tidur serta perlengkapanku. Aku bahkan tidak boleh turun dari ranjang agar tidak banyak pergerakan yang memancing darahku keluar lagi. Dokter bilang anak ini sehat, dia janin yang kuat hanya saja memang shock dan terlalu letih membuatku jadi lemah.

“Ibu bawakan apa yang kamu minta tapi kalau Ibu takut nanti pak Sanjaya tahu bagaimana Nak?”  tanya tanya ibu ragu seraya meletakkan notebook-ku. Aku meminta ibu mengambilnya dari kamarku karena ada beberapa hal penting yang akan ku kerjakan meski harus dari tempat tidur.

“Pak Sanjaya tidak akan tahu jika saya mengambilnya Bu,” pak Andy tiba-tiba muncul dan sudah berdiri di dekat ibu. Aku dan ibu pun terkejut bersamaan.

“Saya akan bawa notebook Airin ke kantor dan tidak akan membiarkan Airin menyentuh pekerjaan kantor sedikitpun sebelum pulih benar.”

Aku melongo saat pak Andy mengambil notebook itu dan menaruhnya di sofa.

“Engh … anu Mas Andy, padahal Ibu sudah kasih tahu Airin lhoo supaya istirahat dulu tapi anak ini ngeyelnya gak ada yang kalahin.” Ibu menjadi tidak enak karena pak Andy mengamankan kembali notebook-ku. Aku berdecak kesal  bahkan pak Andy hanya memberiku ponsel biasa tanpa akses internet dan menyita ponsel pintarku.

“Iya Bu, saya tahu bagaimana keras kepalanya Nyonya Airin ini, jadi saya harus menyimpan dulu barang-barangnya yang berhubungan dengan pekerjaan.” Pak Andy mengulum senyum.

“Ibu mau ke kantin dulu yaa Ibu lupa beliin Airin roti dia tadi pesan tapi Ibu buru-buru jadi lupa. Tolong jaga Airin sebentar yaa Mas andy.” Ibu pun berbalik keluar dan menutup pintu.

Pak Andy menarik kursi dan duduk di dekatku kemudian dia membuka tas untuk mengambil sesuatu. Dua buah buku yang masih disampul plastik diberikannya kepadaku.

“Yang satunya novel dari pengarang kesukaanmu dan satunya buku tentang bayi. Aku mau kamu gak usah mikirin tentang pekerjaan dulu.”

“Terima kasih.” Ujarku pendek sambil melihat kedua judul buku itu. Aku memang suka baca buku dan pak Andy tahu kebiasaanku dari jaman kuliah. Dia pernah bilang mataku lebih berbinar melihat toko buku dibanding toko baju. Mungkin saat itu dia pernah melihatku bersama Kartika di mall.

“Kamu tenang aja, semua akan ku handle,jadi pikirkan kesehatanmu dulu. Aku begitu ketakutan saat melihatmu pingsan. Sudah dua kali aku harus menggendongmu setengah berlari menuju mobil.”

Aku mengernyitkan dahi apa maksudnya dengan dua kali menggendongku?

“Maksud pak Andy dua kali menggendongku?”

“Yang pertama kamu pingsan dekat dapur hotel, yang kedua di pemakaman siang tadi dan aku harap tidak ada yang ketiga. Aku tidak bisa tenang jika terjadi apa-apa sama kamu.”

“Cukup pak Andy, terima kasih atas perhatiannya. Ingat pak Andy tidak perlu menjagaku atau bertanggung jaawab atas apapun yang terjadi denganku.”

Aku memalingkan wajahku dan menatap lurus ke depan menghindari tatapan pak Andy yang  … aahh … tatapan yang tidak pernah dari dulu. Sepasang mata yang selalu teduh untukku meski kadang galak ketika menjadi atasanku dulu tetapi itu akhirnya menjadi pemicu untukku agar bekerja lebih baik lagi.

“Airin, sampai kapanpun aku akan tetap menunggumu, aku tahu kau sekarang adalah Nyonya Sanjaya tapi aku tidak akan pernah berhenti berharap suatu saat nanti hatimu itu untukku.”

“Jika sudah tidak ada keperluan lagi silahkan pak Andy pulang, saya mau istirahat.” Aku sudah malas meladeni curahan hati pak Andy. Bagiku cinta adalah hal mustahil lagi bagiku sejak Ariel merampas paksa kehormatanku.

“Baiklah, aku sudah terbiasa dengan penolakanmu Airin tapi ingat selama kamu masih berada di Sanjaya Hotel aku akan tetap di sisimu sampai akhir.”

Pak Andy pun berdiri , dia merapikan selimut di ujung kakiku yang tersingkap lalu menatapku sejenak. Aku memilih memejamkan mata dan berpura-pura tidur. Terdengar pintu dibuka dan langkah kaki yang menjauh. Nyeri di bawah perutku terasa lagi dan aku benar-benar memilih untuk tidur agar rasa sakit itu hilang.

Hari ketiga di Rumah Sakit dan aku sudah membaca sampai selesai novel yang Pak Andy belikan untukku. Tapi tidak dengan buku yang bergambar bayi lucu di sampulnya. Aku enggan membaca atau mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan bayi. Lima bulan di perutku rasa cintaku pada janin ini belum jua tumbuh, aku harus bertahan hanya demi nama keluarga Sanjaya.

“Buuumil … mau asinan Bogor gak?” tiba-tiba kepala Kartika menyembul dari balik pintu sambil tersenyum lebar.

“Heeey … Tika … masuk sini, kenapa baru datang sekarang siih? Aku bosan tau di sini!” seruku gembira melihat kedatangan sahabatku.

Kartika melangkah masuk dengan kotak makanan yang ku tebak adalah asinan Bogor yang biasa ku pesan .

“Maaf Bumil, di kantor sibuk banget. Tahu kan kalo ini lagi masuk musim liburan?” Kartika pun mendekat dan memelukku sejenak.

“Yang kuat yaa Bumil, yang tabah, aku mengerti bagaimana sosok mendiang ibu Sanjaya untukmu.”

Ahhh … aku teringat beliau lagi dan tanpa sadar pelupuk mataku sudah basah dengan air mata. Kartika mengelus punggungku lembut untuk menguatkanku. Kemudian dia melepaskanku dan memberiku tisu.

“Sudah Rin, jangan bersedih terus kasian bayi kamu.” Kartika mengelus bahuku.

Aku menarik napas untuk menenangkan diriku. Kartika benar disaat aku merasa emosional perutku kembali terasa mengencang dan mengeras, nyeri itu pasti akan datang lagi.

“Masih ada Pak Sanjaya, aku, pak Andy dan ibumu di sisimu Rin. Kau hanya butuh memulihkan kesehatanmu, menegarkan hati dan menguatkan diri.” Senyum Kartika mengembang kemudian mengambil kotak makanan yang diletakannya tadi di meja.

“Asinan Bogor spesial yaa Bumil, diantar pula dengan kurir cantik jadi harganya sangat mahal.” Canda Kartika untuk menghiburku. Aku tertawa kecil dalam hati bersyukur aku masih punya orang-orang yang peduli denganku.

Seminggu sudah berlalu dan dokter menyatakan aku sudah pulih, kandunganku juga baik-baik saja. Aku hanya harus menghindari stress juga tidak boleh lelah bekerja. Hanya berselang satu hari sekembalinya dari Rumah Sakit aku masuk kerja. Tidak ada tumpukan laporan atau harus berkeliling memantau hotel, semua sudah dikerjakan dengan sangat baik oleh pak Andy hingga benar-benar tidak menyisakan pekerjaan yang berarti untukku. Aku tinggal tanda tangan untuk surat-surat penting saja.

Aku tidak bisa tinggal diam saja dalam ruanganku, aku ingin berjalan-jalan memantau hotel tapi tidak secara keseluruhan. Seperti biasa sambil menggenggam HT aku berkeliling dan ada Kartika yang menemaniku. Kali ini aku akan melihat persiapa ball room yang disewa untuk menyelenggarakan suatu acara. Persiapan mereka sudah hampir rampung hanya saja aku melihat kejanggalan dari lampu hias yang dipasang oleh teknisi. Ada bunyi yang tak lazim dari rantai penahan lampu saat lampu itu bergerak terkena angin.

“Tika tolong minta teknisi untuk periksa kembali lampu hiasanya kayaknya ada yang gak beres.”

Kartika mengamati sejenak dan menyalakan HT untuk menacri tahu dimana teknisi yang memasang lampu itu. Aku berjalan ke tengah ruangan untuk memeriksa dekorasi ruangan namun terdengar bunyi dari arah lampu hias itu. Kraaak… kraaak … praaaaang….

“Awaaaas Airiiin …!” pak Andy segera berlari ke arahku dan menyingkirkanku dari sana, lampu hias dari Kristal itu terjatuh dan hampir mengenaiku. Pecahannya berserak di lantai, aku hampir tidak bisa bernapas dalam pelukan pak Andy. Aku memandangi pak Andy dan Kartika yang wajah mereka seketika pucat.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Karma Terbalut Cinta    Dari awal lagi

    Aku berjalan beriringan bersama Sandrina, jemari kami saling tertaut dengan erat dan sesekali saling melemparkan tawa kecil ketika Sandrina berceletuk lelucon yang lucu. Jemariku semakin erat bertaut ketika kami sudah ada di ambang pintu kamar perawatan mas Andy. Sejenak kami saling memandang, aku tersenyum padanya dan mengelus kepalanya penuh kasih sayang.“Ayo kita jenguk ayahmu, semoga setelah ada dirimu di sini, Ayah akan sadar dan terbangun untuk kita.”Sandrina mengangguk mendengar ucapanku, lalu aku mendorong pintunya.Di sisi tempat tidur tampak ibuku yang tengah membaca buku, wajahnya mendongak dan berubah menjadi semringah setelah melihat kedatangan kami.“San Sayang …!” serunya dengan suara tertahan, ditutupnya segera buku itu dan bergegas menghampiri cucunya.“Kalian tidak mengabari ibu jika kalian akan datang, kalian tahu jika dokter tidak membolehkan ibu menggunakan ponsel pintar, mereka hanya membolehkan ibu memakai ponsel biasa yang katanya radiasinya lebih aman. Ibu s

  • Karma Terbalut Cinta    Kembalinya cinta yang hilang

    Darwis melirikku sesaat dari kaca spion depan, tersirat kecemasan dalam tatapannya kepadaku dan Budi. Lalu aku menoleh pada Budi yang sedang memejamkan matanya, aku merasakan jika anak muda ini tengah meredam semua gejolak dalam hatinya. Perlahan aku meraih tangannya dan melihat buku-buku jemarinya yang memerah dan masih terdapat bercak darah.“Budi, Ariel … dia melompat dari atas balkon, dia mengakhiri nyawanya.” Aku menunggu respon Budi sesaat.“Dia sudah membayar nyawa mamaku dengan lunas ….” gumam Budi yang terdengar pelan di telingaku. Terlihat duka di wajahnya meskipun dari awal berkali-kali dia mengharapkan bisa melenyapkan Ariel dengan tangannya sendiri.“Apa kau baik-baik saja?” tanyaku lagi untuk memastikan, aku tak pernah melihat ekspresi Budi yang sekacau itu.“Aku baik-baik saja, Nyonya. Kurasa kita harus mengkhawatirkan Nona Sandrina.”Aku menghela napas, masih terngiang di telingaku saat Ariel meneriakkan ibu macam apa aku ini, yaah aku mungkin ibu terburuk di dunia. Ak

  • Karma Terbalut Cinta    Berakhir tragis

    “Dari awal aku memang telah meragukanmu! Dan memang kau ingin mengacaukan semuanya di saat seperti ini, begitu besarnya dendammu padaku, Airin, hingga kau menghalangiku bersama gadis yang aku cintai!” Cengkraman tangan Ariel semakin kuat dan membuatku semakin tidak bisa bernapas. Dengan sisa-sisa kekuatan yang aku punya, jemariku berusaha menjangkau vas bunga di dekatku dan…Praaak…!Bunyi hantaman vas bunga di kepala Ariel terdengar seiring dengan erangan rasa sakit di kepalanya.“Hanya binatang yang sanggup mengawini keturunannya sendiri dan aku tidak akan membiarkan dirimu menikahi putri kandungmu, Ariel!” bentakku yang hampir menjerit. Aku bergegas mengambil berkas hasil tes DNA Sandrina dan Budi dan melemparkan ke arah wajahnya.“Vasektomi yang kau lakukan itu gagal, kau bukan hanya telah menghamili aku tapi juga seorang perempuan bernama Marcella!”Ariel memegangi kepalanya yang mengucurkan darah, wajah Ariel semakin pucat ketika aku menyebut nama Marcella. Jemarinya gemetar me

  • Karma Terbalut Cinta    Amukan Ariel

    Aku meminta Darwis untuk menjemputku di salon, penampilanku hari ini tampil dengan sempurna untuk menghadiri pesta paling kunantikan selama ini. Kejatuhan Ariel! Betapa aku menunggu wajah pucat laki-laki itu ketika dia mengetahui jika bukan hanya Sandrina yang diingkarinya tetapi juga ada seorang anak laki-laki yang sedang menabur dendam padanya.“Anda sudah siap, Nyonya?” tanya Darwis memastikan kondisiku. Jemariku gemetar dan jelas terlihat oleh Darwis. Sesaat dia meraih jemariku dan menggenggamnya erat, mata elangnya menatap ke arahku. Baru kali ini Darwis melakukan kontak fisik denganku yang membuatku sedikit terkejut.“Tarik napas Anda dan bersikaplah lebih rileks, Anda akan baik-baik saja dan aman bersama kami, Nyonya.” Laki-laki itu berusaha menenangkanku dan seakan sedang mentransfer tenaganya aku merasakan kecemasanku berkurang. Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Kemudian Darwis mempersilakan aku untuk naik dengan mobil mempelai perempuan menuju hotel di mana Arie

  • Karma Terbalut Cinta    Pengantin lari

    Aku kembali memastikan jika semua sudah siap, bukan… bukan pesta pernikahan ini, tetapi sesuatu yang lebih “meriah” dari pesta yang luar biasa ini. Malam kemarin aku sudah bertemu dengan Budi dan menanyakan kebenarannya secara langsung. Pemuda yang terlihat kuat, garang dan dingin itu menangis bersimpuh mengingat penderitaan ibunya yang diusir dari rumah orang tuanya karena hamil di luar nikah. Masih sedikit beruntung karena ibunya ditampung oleh pemilik panti sehingga perempuan itu bisa melahirkan dan sempat merawat Budi kecil hingga beberapa tahun.“Waktu itu umurku tujuh tahun, penyakit mama semakin parah, sehingga mama memutuskan untuk membawaku kepada laki-laki itu, menerimaku sebagai putranya. Tapi dia menyangkalnya dan mengatakan jika ibuku adalah seorang jal*ng.” Budi menghela napas, matanya mulai basah, kenangan itu begitu buruk dalam hatinya.“Setelah dia menghina mamaku habis-habisan dengan pongahnya dia mendorong kami ke tepi jalan. Ketika itu malam hujan deras dan mama se

  • Karma Terbalut Cinta    Bukti lain

    Persiapan pernikahan Sandrina sudah nyaris rampung, aku datang untuk melihatnya meski hanya dari atas balkon hotel ini. Para kru WO hotel bekerja dengan keras dan penuh semangat untuk mewujudkan pernikahan “impian” ini. Walaupun, aku tahu akan berakhir seperti apa nanti pesta yang disebut-sebut sebagai wedding of the year. Aku juga tahu saat ini Rico dan pak Rudy sedang berusaha keras meredam para wartawan yang sudah mencium berita besar ini.Aku sendiri pun merinding jika membayangkan rencana yang akan kulakukan nanti. Semua perhatian sedang tertuju pada pernikahan akbar ini dan aku ibu dari calon mempelai wanita yang akan merusaknya.“Maaf, Bu, ada telepon dari pak Rico, Ibu diminta ke kantor pusat sekarang karena ada meeting penting.” Suara dari Vera sekretaris Sandrina memecah lamunanku.“Ouh … baiklah, tolong siapkan mobilnya,” pintaku pada gadis muda itu. Aku kembali menyapu seluruh ruangan melihat dekorasi yang indah dengan dominasi warna putih dan putih tulang. Indah … indah

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status