Share

Patah hati

Sumini, gadis dengan kulit sawo matang, rambutnya ikal, namun memiliki tubuh yang sintal.

Usianya sudah berada diakhir 20n, namun belum juga menikah, padahal diwaktu itu, teman seusianya rata-rata sudah memiliki anak yang beranjak remaja. Sangat tabu di masyarakat umum anak gadis yang belum menikah diusia segitu, karena umumnya, pada masa itu rata-rata perempuan menikah diusia 15-17tahun. Jika lebih dari itu dan belum juga menikah, maka harus siap jika sebutan perawan tua diberikan kepadanya.

Sumini memang tidak terlalu cantik, namun memiliki lekuk tubuh yang menarik. Tuhan menganugerahi bentuk tubuh yang di idam-idamkan banyak wanita kepadanya.

Sehingga sering kali digoda lelaki iseng, itu sebabnya banyak wanita yang tak menyukainya, atau mungkin juga karena sikapnya yang acuh dan tak mudah bergaul. Sumini lebih memilih untuk menyendiri dari pada bergaul. Karena sejak kecil, Sumini selalu mendapatkan perlakuan kurang baik dari sekitarnya.

Sudah hampir sebulan Sumini bekerja diperkebunan ki Harjo.

Hari ini Sumini sengaja bangun lebih pagi dari pada biasanya.

Setelah adzan subuh berkumandang, Sumini sudah sibuk berkutat didapur. Jemarinya yang lentik begitu lihai menyiapkan bahan mentah menjadi makanan yang menggugah selera. Sumini memang sudah terlatih sejak kecil untuk mengurus segala pekerjaan rumah, dan masak adalah salah satu keahliannya.

Sumini tersenyum sepanjang waktu, membayangkan siapa yang akan ikut menikmati masakanya hari ini. Sumini memasak hidangan terbaiknya, mengolah dengan oenuh cinta, dan perasaan yang bahagia.

"Hmmm harum sekali nduk, masak apa?"

Tanya mak Siyem, ibu Sumini.

"Masak spesial mak, cobain deh mak kurang apa?"

Jawab Sumini sambil menyodorkan sendok kepada ibunya.

"Enak nduk, wes pas mantep. Tapi kamu masak segini banyak ini untuk siapa, emak itu sudah dapat jatah makan dari rumah deoan, kamu kalau mau masak itu buat jatah makanmu sendiri saja, kalau terbuang kan sayang."

Tanya mak siyem, yang heran dengan kelakuan Sumini yang tak biasa.

"Iya mak Sumi tahu, Sumi cuma mau sekalian bikinin bekal buat kang Tukiman, biar nanti siang bisa makan sama-sama."

Sumini menjawab dengan raut tersipu malu.

"Owalah nduk, rupanya anakku sedang kasmaran to, iya ndak apa-apa, semoga kalian berjodoh, ibumu ini sudah gak sabar pengen nimang cucu"

Goda mak Siyem kepada Sumini yang membuat anak gadisnya itu tersipu malu.

"Emak ini apa to, wong baru juga kenal, mas Tukiman juga belum respon apa-apa, kok sudah ngomongin cucu."

Wajah Sumini semakin memerah, ikut membayangkan jika nasib baik kali ini berpihak kepadanya. Tukiman juga menaruh hati kepadanya lalu mereka menikah dan merajut hidup bahagia berdua, memiliki anak-anak yang lucu. Ah betapa bahagianya Sumini hanya dengan membayangkannya saja.

Sumini kembali mematut tampilannya dicermin. kali ini Sumini menurutu kata Tukiman yang melarangnya untuk memakai kain ketika bekerja. Sumini berpakaian selataknya pekerja yang lain, namun tetap cantik dan rapi. Semua itu Sumini anggap sebagai bentuk perhatian Tukiman yang diberikan kepadanya.

Bekal untuk makan nanti siang sudah disiapkan,

Satu untuknya, dan satu lagi untuk Tukiman.

Sumini berangkat menuju kebun dengan semangat, sepanjang jalan dia sudah membayangkan betapa menyenangkanya nanti, ketika makan siang bersama Tukiman dibawah pohon kopi, sambil bertukar cerita, lalu mendengar Tukiman memuji masakannya yang dia buat dengan sepenuh hati.

Sepanjang hari hati Sumini berbunga-bunga, moodnya bagus sehingga hari ini Sumini terlihat cukup ramah. Tidak seperti biasa yang selalu memasang wajah datar sehingga membuat oranglain enggan untuk mendekatinya. Tanpa terasa, jam makan siang yang dinantipun tiba.

Tanpa sungkan dan ragu Sumini mencari Tukiman, walaupun harus mencari diluar wilayah bagiannya.

Hingga akhirnya, sosok lelaki berbadan tegap itupun nampak sedang sibuk dengan catatan ditanganya.

"Kang man ..."

Panggil Sumini yang terdengar begitu manis dan sedikit manja.

"Eh mbak Sumini, kok disini? bagian njenengan kan disebelah utara?"

Tukiman merasa heran yang melihat Sumini berada di tempatnya sekarang, yang dia rasa cukup jauh dari wilayah bagian kerja Sumini.

"Iya kang, saya memang sengaja tadi nyari njenengan."

"Ohh, ada apa ya mbak? Apa ada yang perlu ditanyakan atau dibantu? Atau ada yang iseng sama njenengan lagi? Mbah Sum tunjukkan saja yang mana orangnya, nanti biar saya tegur langsung."

Tanya tukiman dengan heran.

"Tidak kang, saya memang sengaja mencari akang, karena saya tadi masak banyak, dan tadi saya sengaja bungkusin buat kang Man, sekiranya bisa untuk makan siang."

Jawab Sumini dengan jantung berdebar dan raut malu-malu.

"Owalah mbak trimakasih banyak, tapi mohon maaf, saya biasa makan siang dirumah, sudah ditunggu istri saya, tadi saya sudah pesan dimasakan sayur asem kesukaan saya, kasian kalo tidak dimakan. Mari mbak, saya duluan. Sekali lagi terimakasih untuk niat baik mbak Sum."

Jleb. Bagai tersambar petir, hancur sudah hati dan harapan Sumini, mendengar jawaban dari Tukiman.

Betapa dia merutukin kebodohanya selama ini, ternyata orang yang dicintainya adalah suami dari perempuan lain.

Bekal yang sudah dia siapkan dari pagi, dia biarkan jatuh berhamburan ditanah,

Seakan mewakili betapa remuk hatinya saat ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status