Sudah dua hari, Sumini dan ibunya, Mursiyem berada di desa Sumber bening.
Sumini dan ibunya tinggal di rumah belakang ki Harjo.
Rumah yang memang diperuntukan untuk para pekerja dirumah utama.
Hari ini Sumini akan mulai bekerja di perkebunan, sedang ibunya akan membantu pekerjaan dirumah utama.
Sekaligus menemani nyi Saminah yang selalu merasa kesepian karena anak dan cucunya yang tinggal jauh di luar kota.
Hari masih sangat pagi, namun Sumini sudah terlihat cantik dan rapi. Rambutnya disanggul sederhana, ditambah perbaduan baju yang pas untuk tubuh sintalnya, membuatnya semakin sedap dipandang mata. Kalau sudah begini, lelaki mana yang tidak tertarik dengannya?
"Walah Sum, ini masih jam berapa? kamu kok sudah cantik, rapi begini?"
"Hari ini kan hari pertama Sumi kerja mak, masak harus telat sih? setidaknya kan Sumu harus memberikan kesan pertama yang baik."
"Ya tapi kamu ini kerjanya dikebun nduk, bukan dikantor desa, atau disekolahan, apa ya pas kamu pakai baju seperti itu? Tapi ya sudahlah, kitakan juga tidak tahu nanti kamu ditempatkan dimana, siapa tahu melihat kamu sudah rapi gini, Raharjo tidak tega menempatkanmu di kebun, dan diberi posisi yang lebih bagus."
"Apa aku ganti baju saja ya mak? benar kata emak, mungkin Sumi terlalu berlebihan dan bersemangat."
"Sudah nggak perlu, sekarang ayo ikut emak kerumah depan, sekalian nanti kalau si Tukiman itu jemput kamu, biar bisa langsung berangkat"
"Benarkah nanti kang Tukiman akan jemput Sumi mak?"
Mata Sumini langsung berbinar mendengar bahwa Tukimanlah yang akan menjemput serta mengantarkan dirinya ke kebun kopi milik ki Harjo.
"Ya iya to, kan dia mandor perkebunan nduk, dan kamu anak baru, jadi kamu itu ya tanggung jawab dia, buat ngasih tau apa aja yang harus kamu kerjakan"
"Ya sudah mak, ayo berangkat"
"Ya sebentar to Sum, emak kunci dulu pintunya. masak mau ditinggal pintunya blak-blakan kayak gini?"
Sumini begitu bersemangat hari ini untuk memulai pekerjaan barunya. Sumini yakin, disini dia akan menemukan masa depan yang jauh lebih baik. Sumini akan membangun mimpinya dan melupaka kenangan-kenangan buruk yang selama ini membayangi hidupnya.
Tepat ketika Sumini dan ibunya datang, keluarga ki Harjo sedang berkumpul untuk sarapan.
Melihat itu, nyi Saminah memanggil mereka untuk mendekat.
"Yem, Siyem. Sini dulu"
Panggil nyonya rumah itu kepada Mursiyem.
"Dhalem Nyi?"
Namun begitu mendekat, perhatian Nyai Saminah justru tertuju kepada Sumini yang terlihat begitu rapi dan cantik. padahal Sumini harus bekerja di kebun, rasanya kurang pas saja pakaian yang dia kenakan saat ini.
"Rapi sekali kamu nduk, apa kamu sudah tahu kalau kamu akan bekerja diperkebunan?"
Tanya nyi Saminah kepada Sumini dengan wajah bingung.
"Iya nyi, sampun."
"Ya sudahlah ndak apa-apa, mungkin kamu sudah terbiasa berdandan rapi seperti ini. Tapi aoa ndak sayang baju bagus seperti itu digunakan ke kebun, pasti nanti akan kotor. lagi pula kalau kamu menggunakan kain seperti itu, apa ruang gerakmu nanti akan bebas?"
Sumini hanya bisa menunduk salah tingkah karena malu, bahkna anak kecil yang duduk bersama Nayi Saminah pun terlihat menahan tawa mereka.
"Oh iya yem, Sum, kenalin ini Delimah anakku, ini suaminya Kusdi dan ini anak-anak mereka Harun dan Lastri, nanti kamu akan membantuku menjaga mereka yem"
"Oh iya den, salam kenal ya, saya Mursiyem, pembantu baru disini. kalau butuh apa-apa aden-aden bisa manggil saya. Dan ini anak saya Sumini."
"Kalau suamiku, kamu masih inget kan Yem?"
"Bagaimana mungkin saya lupa dengan Ki Harjo?"
Mursiyem tersenyum kecil, seolah senyumnya menyimpan misteri.
"Delimah ini sejak dulu memang sengaja kami kirim untuk belajar dikota, dan sekarangpun ikut suaminya tinggal dikota, dan sekarang mereka sedang berlibur disini."
Terang nyi Saminah dengan bangganya.
Percakapan dimeja makan terus berlanjut, kelihatanya nyi Mursiyem dan nyi Saminah dulunya berteman sangat dekat, terlihat dari keakraban mereka ketika berbincang.
Tanpa mereka sadari, rupanya ada hati yang sedang gusar, karena orang yang ditunggu tak kunjung datang.
Dan tepat ketika Sumini akan beranjak, terdengar suara salam dan pintu yang diketuk. Spontan Sumini berdiri dan berlalu untuk membukakan pintu.
Rupanya tukiman yang datang, sesuai permintaan ki Harjo, dia yang diserahi tugas langsung untuk mengarahkan Sumini diperkebunan. Jantung Sumini seketika berdetak lebih kencang, wajahnya seakan kebas, ketika untuk sesaat Tukiman terpaku menatapnya. Entah Tukiman terpukai karena melihat pesonanya sebagai wanita, atau terpaku karena merasa aneh dengan pakaiannya dihari pertama kerja.
Karna memang masih baru, sama seperti yang lainya Sumini ditempatkan dibagian panen kopi yang sudah matang.
Dengan telaten, Tukiman menjelaskan apa saja yang harus dikerjakan Sumini,
Dan juga menunjukan wilayah mana saja yang menjadi bagianya.
"Maaf kang, kalau boleh tau, akang bekerja dibagian mana?"
Tanya Sumini dengan malu-malu.
"Semua, jadi semua wilayah disini, saya yang mengawasi, saya yang bertanggung jawab, jadi saya harap, kamu dapat bekerja dengan baik, dan saya harap juga, kamu sudah paham dengan penjelasan saya, tentang kopi mana yang siap dipetik."
Jawab Tukiman dengan panjang lebar.
Sumini hanya mengangguk.
"Dan saran saya untuk kamu, besok kalau bekerja jangan menggunakan kain seperti ini, bahaya. bajunya juga sayang kalau kotor atau bahkan rusak terkena getah."
"Oh iya, ini capil saya, kalau mau kamu bisa gunakan ini, saya masih ada yang lain dirumah. setidaknya bisa sedikit menghalau panas."
Sumini hanya mengangguk, bahkan hanya untuk mengucapkan terimakasih oun dia tidak sanggup. Dadanya terlalu penuh dengan perasaan bahagia.
Meski harus bekerja dibawah terik matahari, tapi Sumini senang, karena setiap hari dia dapat berjumpa dengan seseorang yang telah mencuri hatinya.
Lelaki yang baru dia kenal dua hari yang lalu, lelaki yang bahkan belum dia ketahui dimana rumahnya, darimana asal usulnya. Tak ada keberanian Sumini untuk bertanya lebih jauh.
Yang Sumini tahu, dia adalah lelaki yang sangat sopan, tutur bicaranya halus, dan lelaki yang mampu menawan hatinya sejak pertama kali bertemu.
"Mbak, mbak Sum "
panggil Tukiman yang menyadarkan Sumini dari lamunan .
"iya kang, ada apa?"
"Kok malah bengong, njenengan sudah paham dengan apa yang saya jelaskan tadi?"
(njenengan=kamu)
Tanya Tukiman.
"Sudah kang sudah, saya sudah paham."
jawab Sumini dengan tertunduk malu karena tertangkap basah sedang melamun. Sumini kawatir Tukiman bisa membaca apa yang sedang dia pikirkan tentang lelaki itu.
"Kalau njenengan sudah paham, saya akan melanjutkan berkeliling, jadi njenengan bisa mulai bekerja juga."
"oh iya kang, monggo silahkan."
"Baik, kalau begitu saya permisi dulu ya mbak, selamat bekerja, dan semoga kerasan."
Pamit Tukiman yang dijawab dengan senyum Sumini.
Bukan hanya bibirnya yang tersenyum, namun hatinya juga bermekaran penuh dengan bunga-bunga.
Tepat ketika matahari sudah berada diatas kepala, para pekerja diperkebunan juga beristirahat untuk makan siang.
Begitupun dengan Sumini, dia sudah menyiapkan bekal dari rumah untuk makan siang.
Namun ketika dia mencari tempat yang teduh untuk membuka bekalnya, datang seorang laki-laki menghampirinya.
"Sendiri aja mbak, anak baru ya?"
Tanya laki-laki asing tersebut.
Tanpa menghiraukanya, Sumini terus saja asik membuka bekalnya tanpa merasa terganggu.
"Sombong amat sih, diajak ngomong gak jawab, budek ya?"
Ucap lelaki tersebut sambil menarik tangan Sumini hingga gadis itu bangun dari duduknya.
"Heh, yang sopan ya sama wanita!"
Teriak Sumini yang tidak menyangka diperlakukan orang yang tak dikenalnya dengan kasar dihari pertamanya bekerja.
"Ada apa ini pak ne kok ribut-ribut?"
Seorang wanita tiba-tiba datang menghampiri ketika Sumini dan lelaki itu sudah mulai ribut.
"Ini lo bune, anak baru, mau kenalan, sudah kubilangi bahwa aku sudah memiliki istri, eh dia malah marah-marah"
Elak lelaki tersebut, dan malah memfitnah Sumini.
"Ealahhh, anak baru to? kok sudah berani-beraninya gangguin suami orang? ayo pak e, pergi."
Sumini hanya terbengong melihat adegan barusan.
Fikirannya masih belum bisa mencerna dengan apa yang baru saja terjadi.
Mengapa wanita sangat mudah percaya dengan omongan laki-laki tanpa mencari tahu dulu kebenaranya?
Sumini, gadis dengan kulit sawo matang, rambutnya ikal, namun memiliki tubuh yang sintal.Usianya sudah berada diakhir 20n, namun belum juga menikah, padahal diwaktu itu, teman seusianya rata-rata sudah memiliki anak yang beranjak remaja. Sangat tabu di masyarakat umum anak gadis yang belum menikah diusia segitu, karena umumnya, pada masa itu rata-rata perempuan menikah diusia 15-17tahun. Jika lebih dari itu dan belum juga menikah, maka harus siap jika sebutan perawan tua diberikan kepadanya.Sumini memang tidak terlalu cantik, namun memiliki lekuk tubuh yang menarik. Tuhan menganugerahi bentuk tubuh yang di idam-idamkan banyak wanita kepadanya.Sehingga sering kali digoda lelaki iseng, itu sebabnya banyak wanita yang tak menyukainya, atau mungkin juga karena sikapnya yang acuh dan tak mudah bergaul. Sumini lebih memilih untuk menyendiri dari pada bergaul. Karena sejak kecil, Sumini selalu mendapatkan perlakuan kurang baik dari sekitarnya.Sudah hampir se
Sudah hampir seminggu Sumini terbaring sakit,Semenjak dia tahu kenyataan bahwa sang pujaan hati ternyata sudah beristri,dunia Sumini tak lagi sama.Dia berubah menjadi pendiam.mengurung diri didalam kamar berhari-hari, hanya untuk menangis pedih. Harapan Sumini yang sudah terlanjur membumbung tinggi, kini hancur berserakan. Hatinya pecah, harapannya musnah.Mak Siyem pun kawatir dengan apa yang menimpa Sumini,setiap kali ditanya, Sumini hanya menjawab ingin sendiri.hingga akhirnya Dia menceritakan semua ini kepada nyi Saminah, tak sanggup rasanya dia melihat putri kesayangannya menjadi seperti ini. Seakan hilang arah, tak punya lagi semangat untuk hidup. Mak Siyem prihatin, ini adalah pertama kalinya Sumini jatuh cinta, lalu seketika harus dipatahkan oleh kenyataan. Hatinya ikut sakit, membayangkan kisah masalalunya hatus terulang kepada Sumini.Merasa kawatir dengan apa yang diceritakan mak Siyem, nyi Saminah pun megusulk
Mendengar penuturan ibunya, Sumini merasa mempunyai semangat baru. dia merasa kembali mempunyai harapan, hati yang telah layu, seakan mulai bersemi kembali.Hari ini dia kembali kerja dengan penuh semangat. seumur hidup Dia tak pernah merasakan perasaan ingin memiliki kepada seseorang sebesar ini sebelumnya, sehingga Sumini merasa harus memperjuangkan perasaan ini. Lagi pula, bukankah benar, agamanya pun tak melarang seorang laki-laki memiliki istri lebih dari satu?"Kalaupun memang takdirku tak bisa memilikimu seutuhnya, aku rela kang untuk berbagi, asalkan aku bisa menjadi istri sahmu. Aku berjanji akan berjuang, melakukan apapun untuk mendapatkanmu."Tekad Sumini.***Sumini rela menebalkan muka kepada Tukiman, penolakan halus yang terus dia dapatkan, tak membuat semangatnya surut. Justru tekadnya semakin kuat, rasanya cintanya semakin besar, kekagumannya kepada Tukiman, lelaki yang begitu setia itu seolah seperti pupuk yang membuat perasaanya s
"Sudah to nduk, sudah! Jangan nangis terus, emak juga ikut sedih lihat kamu seperti ini."Mak Siyem mencoba menenangkan Sumini, semenjak mengetahui kenyataan bahwa Tukiman ternyata adalah suami Menik, Sumini seolah kehilangan harapan. Kenyataan menamparnya dengan begitu keras, sehingga hatinya hancur tak berbentuk. Berkali-kali dia merutukki nasib yang tak pernah berpihak kepadanya."Selama ini mak, aku berfikir mereka itu sama-sama keponakanya ki Harjo karena saudara, ternyata mereka keponakanya ki Harjo karena suami istri, sakit hatiku mak, sakit! Kenapa sejak awal Menik tidak pernah cerita? perasaanku kepada Mas Tukiman sudah terlanjur dalam mak. Harapanku sudah terlanjur besar!"Mak Siyem hanya mampu terdiam sekaligus merasa bersalah, karena dulu dia yang membawa Menik datang kerumah ini. Seandainya saja Sumini tidak pernah mengenal Menik, mungkin rasa sakitnya tidak sesakit ini,tidak harus menanggung rasa bersalah ketika dia berjuang merebut hati Tukiman. M
"Bune, tolong suruh orang buat manggil Menik kesini!"Lelaki tua itu terlihat begitu marah, wajahnya memerah hingga memperlihatkan urat-uratnya. Rasa marah serta malu bercampur menjadi satu. Tidak pernah sekalipun dia menyangka, bahwa keponakan yang lugu dan pendiam, keponakannya yang dia kenal jujur, keponakan yang dia rawat dari kecil, bisa mencoreng wajahnya dengan perbuatan sehina itu."Enggeh pak."Saut nyi Saminah dengan kepala tertunduk. Tangan wanita iti terlihat gemetar, selama dia menikah dengan ki Harjo, tak pernah sekalipun dia melihat suaminya itu semarah saat ini."Pak lek, ini semua fitnah pak lek, saya bisa jelaskan.""Diam kamu Man! Bikin malu saja! Apalagi yang mau kamu jelaskan? hari masih pagi, bahkan matahari saja belum muncul, dan kamu sedang tidur dirumah perempuan tanpa baju? sekarang kamu masih mau ngelak? Paklek bener-bener kecewa sama kamu Man! Sama sekali pak lek tidak menyangka bahwa kamu tega melempar kotoran di muka p
"Saya memilih hukum adat dijalankan!Saya lebih baik mati dari pada harus mengakui kesalahan yang tidak pernah saya lakukan!"Jawab Tukiman dengan lantang."Heh Tukiman! Jadi kamu mau bilang kalau anak saya berbohong? Rela mempertaruhkan harga dirinya untuk sebuah omong kosong? Bahkan paklekmu sendiri yang menjadi saksi saja kamu masih mengelak?! Jawab Mak siyem yang tak terima dengan keputusan Tukiman. Hatinya mulai gusar. "Tapi saya memang tidak melakukan apapun Mak, kenapa mbak Sumini tega melakukan semua ini kepada saya? Bukankah istriku itu adalah sahabatmu? Apa salah kami mbak?""Justru aku yang seharusnya bertanya kepada sampean, kenapa sampean tega melakukan semua ini kepada saya, sampean nodai saya, lalu tidak mengakui perbuatan itu, dan melimpahkan kesalahan kepada saya, seolah-olah semua ini hanya relayasa. Apa untungnya buat saya dengan melakukan semua ini?"Sumini menjawab
Saat tersadar, tubuhnya sudah ada ditepi sungai, dengan banyak orang yang mengelilinginya. Terdengar ucapan syukur dari mereka saat matanya mulai terbuka. Suara saling berbisik terdengan saling bersahutan. Ternyata dia masih hidup, padahal dia sudah tak berharap akan keselamatanya saat itu, ataukah Tuhan memang punya rencana lain dengan hidupnya? "Untung le, kamu selamat. Tadi waktu saya lagi Memet nyari ikan, saya melihat tubuhmu terseret arus."Jelas salah satu warga yang mengelilinginya. "Matursuwun pak." "Rumahmu mana le? biar dianterkan saja, tubuhmu masih sangat lemah untuk pulang sendiri. Apa mau istirahat dulu dirumah bapak? kebetulan rumah saya tidak jauh dari sini." Tukiman menolak dengan halus. Dia merasa raganya baik-baik saja, namun jiwanyalah yang justru sedang hancur-hancurnya. Tukiman menyebutkan alamat rumahnya setelah terus didesak warga untuk seg
Ada perasaan bahagia, namun juga sedih yang membayangi Sumini.Bahagia karena sebentar lagi dia akan menikah dengan lelaki yang dia inginkan, sebentar lagi dia akan memiliki status baru. Akhirnya, akan ada sosok lelaki dalam keluarganya. Namun Sumini juga sedih, karena lelaki yang dia cintai, tidak menginginkan pernikahan ini. "Westalah nduk, tresno iku jalaran Soko kulino. Kalau saat ini Tukiman tidak mencintaimu, benih-benih cinta itu akan tumbuh dengan seiring berjalanya waktu!" "Tapi, bagaimana dengan Menik Mak?" "Mikirin kok orang lain, apa kamu cukup selamanya hanya berteman dengan Menik? Nangis terus tiap kali melihat kemesraan mereka? Justru karena kalian sudah dekat, akan mudah bagi Menik untuk menerima kamu, sudahlah tidak perlu memikirkan hal itu, yang paling penting sekarang sandang pangan mu akan terjamin dengan menikahi Tukiman, bagaimanapun kelak dia harus adil! Sebantar lagi status sosia