Tampak dari kejauhan Kala melihat Kasih berdiri tepat di depan gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat. Ia melihat raut wajah Kasih yang seakan sedang menggerutu kesal.
“Tuh kan gue telat. Rekor banget ini pertama kalinya gue telat selama gue sekolah di sini. Dan semuanya gara-gara Abadi. Ngeselin banget sih tu bocah. Bilang kek kalau nggak bisa jemput. Gue udah nungguin lama jadi telat gini kan.” Kata Kasih sambil menghentakkan kakinya. “Duh kasihan banget tanahnya, sabar ya tanah. Cewek cantik lagi emosi.” Kata seseorang di sebelah Kasih. betapa terkejutnya Kasih melihat seseorang itu adalah Kala. Yah setidaknya di hari pertama kali Kasih telat dia telah bersama seseorang yang dia kenal. “Kala lu ngapain di sini?” tanya Kasih. “Yang harusnya tanya itu gue. Kok lu bisa telat sih? Ini gue mimpi apa gimana?” “Udah lu jangan ngeledek gue deh.” “Dih gueSetelah pertengkaran hebat antara Kasih dan Abadi berakhir. Abadi masih terlihat bingung sebenarnya apa kesalahannya? Apa yang membuat Kasih semarah itu padanya. Dan apa yang telah dilakukan Dave pada Kasih. Dengan segala pertanyaan yang memenuhi otaknya tanpa sadar Abadi berjalan dan sampailah dia di kelasnya. Dan tanpa sepengetahuan Abadi Magenta sudah mengikutinya dari belakang sejak pertengkarannya dan Kasih berakhir.“Bad, lu kok bisa berantem sama Kasih? Perasaan seminggu terakhir ini hubungan lu sama Kasih baik-baik aja.” Tanya MagentaAbadi yang mendengar perkataan Kala kembali terkejut. Yang ia ingat momen terakhirnya dengan Kasih adalah pertengkaran mereka. Mana mungkin setelah pertengkaran trsebut hubungannya dengan Kasih bai-baik saja.“Baik-baik aja dalam artian apa nih?” tanya Abadi“Bad, lu sehat kan? Gila gue kayak ngomong sama orang lain tahu nggak? Lu kayak orang linglung yang lupa sama kejadian se
Kasih yang mendengar keberadaan Abadi segera menuju ke UKS. Sesampainya di UKS Kasih melihat Abadi sedang tertidur lemas sambil tersenyum kearahnya. Kasih yang melihat sambutan hangat Abadi hanya bisa membalasnya dengan senyuman.Lu itu siapa Bad? Kenapa gue ngerasa lu bukan Abadi yang dulu keberadaan lu bikin gue penasaran. Sebenarnya lu siapa? Apa lu seseorang yang pantas gue pertahankan?“Bisa bisanya ya lu senyum habis marah-marah nggak jelas.” Kata Kasih sambil duduk di kursi sebelah ranjang Abadi.“Gue? Marah-marah nggak jelas?”“Iya elu siapa lagi. Kenapa muka lu anti banget marah-marah nggak jelas? Lupa? Atau emang amnesia?”“Kas, omongan makin kasar aja. Oke, kalau gue ada salah sama lu gue minta maaf.”“Gimana gue mau terima maaf dari lu. Kalau lu aja nggak tahu apa kesalahan lu.”“Ya lu maunya gue gimana?”Ribet banget si Kasih, kalau bukan demi kepentinga
“Aaaargh.” Teriak Abadi sambil memegangi kepalanya. Iya, kepalanya kembali berdenyut dan rasanya sangat sakit. Abadi kesakitan, ia ingin kembali melawan keberadaan Dave yang kembali menguasai kesadarannya. Sudah hampir satu jam lebih Abadi berperang melawan dirinya sendiri. Dan beruntungnya Abadi, ia berhasil merebut kesadarannya dan kembali menguasai tubuhnya lagi. Abadi pun terkulai lemas di lantai kamarnya. Ia tersadar bahwa kondisinya saat ini semakin memburuk. Bahkan Dave yang awalnya hanya muncul ketika ia sedang tidur, sekarang justru bisa merebut kesadaran Abadi sesuka hati. Dan mulai saat itu juga Abadi bertekad untuk merebut kembali hati Kasih yang mungkin saja sedikit goyah karena keberadaan Dave beberapa hari terakhir ini. Karena hanya Kasih yang membuat Dave jarang muncul atau bahkan untuk ke depannya Dave akan menghilang karena keberadaan Kasih. Dengan kesadaran yang belum sepenuhnya pulih, Abadi merasa ada yang berbeda dari kamarnya. Abadi pun perlah
Bagaikan tersambar petir, Sedia hanya mampu terdiam. Harapan yang sudah ia bangun sedari tadi rusak dan runtuh begitu saja.“Kasih lagi.” Batin Sedia sambil tersenyum kecut menyadari nasibnya yang kini selalu berada tepat di belakang Kasih.Dari kejauhan terlihat Magenta yang sedang membeli nasi goreng untuk makan malamnya. Sedia yang menyadari keberadaannya sudah tidak lagi dibutuhkan, pamit kepada Kala untuk pulang bersama Magenta saja.“Kal, gue balik sendiri aja.” Kata Sedia.“Lah kenapa? Gue anterin nggak apa-apa kok.”“Udah lu balik aja. Masak lu mau nembak Kasih pake seragam sekolah. Lu pasti mau siap-siap kan?” kata Sedia dengan senyum yang dipaksakan.“Terus lu baliknya gimana?”“Tu abang gue lagi beli nasi goreng. Gue balik bareng dia aja.”Kala pun mengikuti arah pandang Sedia dan mendapati Magenta sedang menatapnya tajam samb
Kasih dan Senja segera menuju UKS setelah mendengar Sedia pingsan ketika melaksanakan hukuman dari Bu Susan. Sesampainya di UKS, Kasih yang terburu-buru memasuki ruang UKS mendadak memutar balik badannya dan keluar ruang UKS.“Lah kenapa lu balik lagi?” tanya Senja yang bingung dengan tingkah Kasih.“Ke kelas aja yuk!” ajak Kasih.“Kasih, kan Sedia lagi sakit.”“Lu lihat ke dalam deh.”Senja menuruti perintah Kasih dan melihat ke dalam UKS. Ia menemukan Sedia tengah tertidur atau mungkin pingsan? Entahlah yang jelas Sedia tengah berbaring lemas dengan Kala yang duduk di sampingnya.“Ada Kala sama Sedia. Yang harusnya duduk di samping Sedia itu kita Kas, bukan si Kala.”“Ya gue ngerasa kalau kehadiran gue nggak dibutuhin sekarang.”“Kenapa?”“Ya mungkin Dia lebih seneng kalau Kala yang jaga.”
Ya sekarang Kala sedang berada di sini. Di pojok café beradu dengan segala argumen yang berkecamuk di otaknya. Saat ini yang bisa ia lihat hanya seorang gadis yang baru saja singgah di hatinya kini berpaling dari hadapannya. Oh mungkin ia salah atau mungkin ia yang berlebihan? Kasih tidak singgah saja namun terus memaksa masuk ke hatinya. Lalu apakah salah jika Kala mencintainya? Gadis yang sudah berhasil merobohkan benteng pertahanannya. Ia rasa tak ada larangan untuk mencintai dan dicintai. Hanya Kala saja yang terlalu bodoh. Mencintai gadis yang dicintai orang lain.Dan sekarang Kala melihat gadis itu bersama Abadi, laki-laki yang ia cintai. Saling menatap yang sarat dengan kepedihan. Saling berpegangan tangan yang terlihat saling menguatkan. Lalu apakah pantas Kala memiliki rasa ini? Rasa yang ingin Kala bunuh sebelum rasa itu perlahan membunuhnya sendiri. Rasa yang ingin ia hilangkan sebelum rasa itu menghilangkan hatinya sendiri. Kasih. Satu nama itu yang telah mempor
Entah ada angin apa hari ini Abadi terlihat sangat menawan. Bukan karena parasnya yang rupawan namun karena sikapnya yang penuh perhatian. Pagi tadi tiba - tiba saja Abadi datang. Duduk bersampingan dengan Kasih menunggu jingga datang. Hanya satu yang tak dapat ia ucapkan, rasa bahagianya yang tertahan. Hanya karena sikapnya yang selalu menawan. Pagi tadi Abadi dan Kasih menikmati fajar datang, menghembuskan nafas dengan menyebutkan nama. Bukan nama awan atau tumbuhan tapi nama mereka yang kembali dipersatukan.“Terima kasih Tuhan setidaknya Kau beri kesempatan kami merasakan indahnya cinta dalam takdir yang sudah Kau rencanakan.” Kata Kasih dalam hati.Dan di sinilah Kasih sekarang. Di parkiran motor menunggu sang empunya motor datang. Ya siapa lagi kalau bukan Abadi Dirgantara. Seseorang yang memiliki masa kelam namun masih bisa tertawa ditengah guncangan. Ia tak pernah tertawa sendiri, ada Kasih di sampingnya. Bukan hanya untuk menemaninya tertawa namun karena Kasih p
Semalaman Kasih tidak bisa melupakan raut wajah Sedia yang menyiratkan kekecewaan. Mungkin tindakan Kasih kemarin memang sedikit keterlaluan. Ya mau bagaimana lagi, Kasih terpaksa melakukannya. Ia sendiri terkejut dan ketakutan dengan perilaku Abadi yang tiba-tiba saja berubah. Bagaimana tidak? Abadi yang mungkin memang ketus padanya berbeda dengan Abadi yang kemarin hampir membahayakan nyawanya. Saat ini kondisi Kasih sangat berantakan. Matanya yang memerah, kantong mata menghitam dan rambut yang berantakan. Semalaman Kasih tidak tidur karena merasa bersalah pada Sedia dan memikirkan penyebab perubahan sikap Abadi yang terjadi secepat kilat. Kasih pun melihat jam dinding di kamarnya yang menunjukkan pukul 07.00 WIB. Kasih segera ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk ke rumah Sedia. Saat Kasih melewati ruang makan, Maya yang melihat anak semata wayangnya pergi dari rumah tanpa sarapan segera meneriakinya.“Kasih, mau kemana kamu? Tumben pagi-pagi udah rapi?” tanya Maya.