"Ssst, diam Lily."
Mungkin puluhan kali Rose mengatakan hal itu saat Lily memanggilnya dengan sendu. Bahkan ingin mengatakan sepatah kata pun Lily tak mampu. Tubuh kecil itu di dekapan ibunya semalaman hingga fajar tiba.
Yang benar adalah Rose sama sekali tidak mau memulai pembicaraan, entah bertanya ataupun menginterogasi putrinya, pun tidak mau mendapatkan kejelasan juga. Sudah cukup bagi Rose mengetahui jika Lily sudah tahu sandiwaranya, cukup malu juga karena ia tidak tahu-menahu bagaimana asal mulanya.
Sedangkan Lily yang saat ini sedang mengguyur tubuhnya dibawah shower lantas berhembus nafas kasar beberapa kali. Inginnya menceritakan perihal dirinya yang tahu begitu saja hingga membentuk lakon bagai pemeran sebuah drama bersama ayahnya. Namun, ingin mengecap sepatah kata sudah dihentikan dengan perintah yang layak untuk dilakukan.
Semalaman Lily tidur bersama Rose, ia tahu ibunya tidak benar-benar memejamkan mata, karena dirinya pun juga sama.
Haaaaai, makasih ya yangbudah dukung sampai sini❤️❤️❤️
"Daddy." "Hm, ada apa sweety?" Saat ini mereka berdua sudah berada dalam mesin beroda, menuju sekolahan Lily. Vee yang fokus menyetir menjawab tanpa menoleh kesamping. Tentu saja keselamatan harus digiring dan ditempatkan paling depan. Vee masih ingin hidup berdampingan dengan orang yang saat ini diperjuangkan, tidak mau mati konyol karena kecelakaan—apalagi membawa putrinya juga. "Boleh Lily bertanya?" "Tentu saja." Lily tak langsung berucap saat ijin untuk bertanya dilegalkan ayahnya tanpa pemikiran panjang. Gadis kecil itu memilin roknya, tampak ragu jika yang ingin ia tanyakan menciptakan boomerang baru dalam hidupnya. "Rachel," Lily tampak menjeda saat ekor matanya melirik Vee yang nampak kaku akibat kejut kata yang baru saja Lily sebutkan, bahkan kalimat pertanyaan belum muncul untuk melengkapi sampai akhir. Lily membuang jauh rasa takut, penasaran lebih mendominasi dan mengerubung bagai lebah yang berbondong-bondon
Persahabatan mungkin bisa mengalahkan persaudaraan, tapi walau bagaimanapun keluarga tetap nomer satu. Mungkin juga tak banyak orang yang tahu jika keluarga bisa dibentuk meski tak terhubung darah sekalipun. Seperti Lala yang sangat mencintai Rose; sahabat lemahnya yang selama ini menutup kedoknya. Bahkan jika Rose saat ini berkata jujur sekalipun, Lala masih akan mengambil langkah seribu untuk menentukan apa yang akan ia lakukan. Tapi tidak untuk sekarang, emosinya terlanjur meletub-letub sampai-sampai mendiami suaminya sedari pulang kerja.Sean, dengan semangat membara mengatakan pada ibunya perihal kenyataan yang baru saja ia dengar dari ayahnya saat sepulang dari sekolah di perjalanan dalam mobil. Mengatakan jika om-nya yang bernama Vee Kanesh Bellamy adalah ayah kandung dari sahabatnya Lily Berna Samanta. Kenyataan itu tak ayak menikam hati Lala yang sejak Sean bercerita sudah terlanjur terjerumus di dalam, hingga kenyataan yang mulai tampak jelas itu terdengar begitu ny
Rose tambah pusing saat sepagi tadi Laura mengatakan akan mengambil alih untuk acara penjemputan Jeffry. Alhasil, Rose yang memang hari ini sedang libur, terpaksa berdiam diri dirumah yang masih teramat asing baginya. Baru saja sehari, tapi hati Rose meronta-ronta dengan keras akan ketidak sukaannya dengan suasan ini. Ia belum terbiasa, atau mungkin memang perasaannya menolak untuk tinggal dibawah atap yang sama bersama mantan kekasihnya. Mengenai Vee, pria itu baru saja pulang dari kantor. Rose tahu, karena mulut imut putrinya begitu histeris dibawah sana melihat tubuh jangkung ayahnya yang sudah tenggelam masuk ke dalam rumah. Rose menengok lewat celah pintu kamarnya, ia bahagia melihat Lily yang saat ini cekikikan dengan berbagai cerocosan bersama Vee di atas sofa. "Ah, ada apa dengan jantungku." Rose bergeming sembari meremat baju yang tepat melapisi dadanya. Setelah mengatakan itu, Rose kembali lagi ke kamarnya. Berdiam diri, masih sangat malu terhadap L
"Daddy." Lily semakin melebarkan langkahnya lagi, jarak dari pintu samping menuju sofa tidaklah teramat jauh namun, pekikan yang ia keluarkan begitu memekkakan telinga hingga Rose yang tengah mencocol pipi tirus penuh lebam milik Vee dengan kapas yang dibasahi alkohol lantas tak sengaja tertekan lebih dalam dan pria itu meringis, sakit, sudah pasti. "Ups, sorry, beneran nggak sengaja, ulah anakmu itu," ucap Rose lirih, ia sedikit melunak dari sebelumnya. Mungkin karena keadaan Vee. Vee tidak marah, malahan ia tersenyum tipis dengan menimpali, "Anak kita, bukan aku doang, kita buatnya barengan kok." "Aw, sakit sayang." Rose menghela napas berat, total mengabaikan sampai menulikan telinga setelah menekan sengaja kapas lebih dalam sampai Vee memekik dengan panggilan sayang. Hello. Pria itu terlalu gamblang dengan ucapannya, pun saat mulut sexynya spontan menyebut kata sayang, ada gelenyar aneh yang mendadak menyerbu hati Rose. "Eh mommy,
Langit mulai menggelap dengan taburan bintang yang begitu meriah. Mungkin jika rumah Vee ditengah perkotaan, hiasan langit itu tidak akan terlihat sempurna. Pria itu sedang berdiri di balkon, menyesap rokok dengan nikmat. "Daddy," teriak Lily yang terdengar setelah suara keras hasil bantingan pintu. Vee sontak kelimpungan, membuang asal putung rokok yang masih menyala ke tanah, lalu tangannya mengibas udara hasil asap yang bengitu menyengat di kerongkongan hidung. Takut jika ketahuan Lily nya, Vee segera berlari ke dalam kamar. Matanya menemukan Lily yang sedang kebingungan mencarinya dengan membawa boneka Tata. "Oh, daddy habis dari balkon?" tanya Lily setelah membalik badan dan menemukan keberadaan ayahnya. Vee tersenyum, "Ada apa sweety? Mau tidur bareng daddy?" tanyanya mengalihkan. Lily mendaratkan bokongnya ke pinggir ranjang, raut mukanya menunjukkan kefrustasian. "Daddy, sepertinya mommy masih marah sama Lily?" adunya. Vee meng
Terkadang dunia nampak begitu adil bagi beberapa orang dengan kehidupan beruntung, nampak jahat untuk orang yang selalu tertindas, oleh sebab materi, permasalahan yang membelenggu ataupun urusan yang tak kunjung menemukan jalan keluar. Begitupun dengan Vee Kanesh Bellamy yang saat ini tengah dikerubung dua orang pria dengan tatapan menyeramkan. Pikir Vee dengan wajah yang awalnya seperti tahapan sempurna dari sang ahli yang sedang beralih mejadi zombie babak belur akibat kekuatan super dari Lala tempo hari akan mengurangi sedikit efek kebencian, namun nyatanya nol besar, Jeffry pun Candra tak menurunkan dadanya yang dibusungkan secara sengaja tepat di hadapannya. "Aku nggak mau ada acara kelahi-kelahian ya, aku udah cukup pusing." Suara Rose yang berasal dari arah dapur pun menyeruak memperingati. Candra nampak memutar bola matanya, sedangkan Jeffry kesal setengah mati. Hal ini sangat ditunggu; terbongkarnya kebenaran sekaligus acara adu jotosan-cukup adil me
Tidak seperti firasat Vee, justru sejak hari dimana pria itu merelakan lututnya tertumpu dengan paping akibat bentuk tanda syukur atas kesempatan yang, ya, sebenarnya belum tentu ia berikan, dari hari ke hari keadaan selalu nyaman, tentram dan damai sejahtera. Hal baiknnya lagi adalah; sejak dua hari belakang, Rose tidak dibuntuti oleh Vee lagi. Bahkan. Rose sendiri merasakan bagaimana tidak ada hambatan yang berlalu lalang seperti lakon di sinetron yang menjelaskan keretakan rumah tangga akibat terbongkarnya rahasia dan kembalinya sang mantan, yang sudah pasti bakalan banyak drama yang menghantui. Seperti contoh, ini yang dipikirkan Rose tentang Zara, mantan istri pria yang tengah satu minggu penuh tinggal bersamanya. Pernah sekali Rose tidak sengaja berpapasan dengan wanita itu di supermarket, hal lain yang membuat Rose lega adalah; Zara terlihat baik-baik saja, namun ada hal tak terduga yang mampu membuat Rose sampai melongo seperti orang bloon. Sa
Akhir-akhir ini Vee selalu disibukkan dengan urusan kantor. Setelah merasa lega selama semingguan penuh, pria itu mampu menyerahkan keselamatan Rose beserta putrinya kepada orang-orang kepercayaan, bahkan James teman sekaligus kaki tangannya terjun langsung untuk mengawal Rose kemanapun wanita itu pergi, seperti yang ia katakan pagi ini. Setelah teruangkapnya segala kebenaran namun sama sekali belum menemukan dalangnya, Vee selalu bersikap waspada. Apalagi tentang Mafia bernama Robert yang sama sekali belum menunjukkan gerak-geriknya. Jujur Vee penasaran dengan apa yang akan dilakukan pria bule itu hingga sampai membuatnya datang ke Indonesia. Nyaris pukul sebelas siang saat Vee melirik ke arah meja yang di kelilingi sofa di dalam ruangannya. Terdapat majalah Forbes edisi terbaru yang baru saja diserahkan oleh sekertarisnya. Vee beranjak untuk mengambil dan membaca sederetan wajah-wajah yang terpampang sebagai businessmen dengan urutan terkaya di dunia. Vee m