Senandung lirih dari bibir berwarna cherry itu terlihat biasa-biasa saja, bahkan kakinya terlalu sibuk untuk menata adonan di atas meja. Jangan lupakan juga tepung yang berserakan beserta alat-alat yang sudah tak berwujud rupa.
Rose bisa juga dikatakan gila, atau mungkin tidak, tapi satu fakta setelah dirinya hampir dilecehkan tak bisa membuatnya lantas bisa bersikap layaknya orang bahagia. Tapi lihat, wanita itu masih bisa menyempatkan diri membuat kue manis dengan tiga penonton yang sedari tadi duduk mengamati dirinya.
"Shane. Sahabatmu itu kenapa sih tidak bisa jujur?"
"Itu juga sahabatmu, La. aku juga tidak mengerti. Tapi seharusnya kita juga paham jika keras kepalanya itu melebihi tempurung besi."
Rose dengan jelas mendengar percakapan Lala dan Shane yang sama sekali tak jauh dari jangkauannya. Pun Rose juga sangat tahu jika kedua sahabatnya itu sedang menyindir dirinya.
"Rose. Kau mau begini terus? Keadaanmu sedang tidak baik-baik saja. Apa s
Rose menekan bibir pada cangkir berisikan cokelat panas. Menyesap sedikit demi sedikit, perutnya nyeri, sumpah demi Tuhan, tamu bulanan itu tidak bisa diajak kompromi. Jika biasanya Rose tidak kesakitan, tapi jika rasa lelah di campur kehilangan banyak darah serta pikiran yang tidak terarah, apalagi yang akan terjadi, semua akan lari memukul perut, mual, sudah pasti. Tapi, biarpun begitu, setelah Leon dan Lily pergi ke sekolah, tubuh lemah lunglai itu memaksa mengendarai mobil menuju perumahan Dealova—rumah yang ditempatinya dulu, bersama Jeffry, serta memohon pada pria itu untuk tidak masuk kerja. "Kamu mau membentuk aliansi pengangguran masa kini? Tidak memperbolehkan aku kerja?" Jeffry yang baru saja selesai berganti pakaian dari berjas rapi sampai hanya memakai kaos dan celana pendek itu pun bertanya. Rose mengangguk, menanggapi sarkasme pria itu. Jujur, Jeffry tidak keberatan. Justru ia ingin melakukan sedikit candaan. Tapi gagal total sebab Rose
"Saya tidak suka kebisingan atau keributan. Silahkan tulis semua yang ingin anda tanyakan. Nanti saya Jawab satu-persatu." Vee mengatakan itu dengan raut begitu datar.Sepasang lima meja kursi bersejejer dengan microphone yang sudah terpasang dengan rapi. Vee duduk paling tengah, disebelah kanannya ada Jeffry dan Fernandez, lalu disebelah kirinya ada James dan Yogi. Dihadapannya beberapa wartawan yang sudah terseleksi bisa memasuki perusahaan Vee.Berita keluar yang begitu heboh tak bisa mencegah Vee untuk langsung ambil tindakan, membuat pengumuman untuk membuat klarifikasi, secara dadakan. Persetan dengan Rose yang sebelum-sebelumnya melarang. Ini sudah termasuk kegawat daruratan, keterlaluan yang bisa merugikan banyak pihak."Vee, kau yakin?""Seratus persen bang." Vee menjawab pertanyaan Yogi yang tepat berada di sisi kirinya."Baik, semua sudah aku siapkan." ucapnya. "Jam, untuk skandal barusan, itu bagianmu." Giliran Yogi berbicara kepada Jam
Bel berbunyi, tepat pukul sepuluh pagi. Selama hidup, Leon tidak pernah merasa bahagia luar biasa setelah mendengar lonceng tanda istirahat seperti yang baru saja terjadi. Sebab, kurang lebih dari 30 menit yang lalu, ia mati-matian, menyelinap, mencuri-curi untuk menyembunyikan tangan yang dengan terang memegang ponsel di bawah meja, menyaksikan dan mendengarkan lewat earphones saat ayahnya berhadapan dengan sepuluh wartawan untuk menuntaskan kontroversi sialan.Belum terlambat. Secara otomatis, Leon menyusun rencana. Huh. Jika saja Mis Kendal adalah guru yang menyebalkan, Leon sudah pasti kabur dari kelas, tapi sayang, wanita berkacamata dan berpoles lipstik merah muda itu adalah idaman para pelajar, jadi Leon mengurungkan niat berbuat keributan."Dek. Mau ikut rencana kakak?" Lily yang membereskan buku di bangku paling depan lantas menoleh karena ucapan Leon menggugah selera.Rencana?Apakah Lily akan menjadi keren seperti kakaknya ini. Gadis itu sangat
Shane menarik tangan Lala yang hendak menerobos kamar Rose. Pasalnya wanita yang sudah pingsan sejak satu jam yang lalu sama sekali tidak memberikan pergerakkan sedikitpun. "Jangan masuk dulu, dia sedang menenangkan diri. Aku yakin kau bakal di diami." "Tapi dia baik-baik saja 'kan?" Shane memijat pangkal hidungnya. Pusing. "Tidak bisa dikatakan baik. Satu-satunya orang yang dibutuhkan hanya Vee." "Kau bercanda." Lala tersungut-sungut. "Vee hanya akan menambah Rose semakin tertekan." Rose memang sering mengatakan jika ingin berpisah, bahkan sudah terealisasiakan. Tapi sebagai Shane yang tahu sejarah keduanya, beranggapan jika Vee disini, Rose pasti akan lebih tenang. Benar saja, secara mendadak sosok Vee menerobos masuk. "Dimana kamar Rose?" "Disana." Jawab Shane tanpa sedikitpun ragu. Lagi, Shane menarik tangan Lala yang akan berlari mengejar Vee, berniat menggagalkan rencana pria itu untuk masuk ke kamar Rose.
Lily merasa pemandangan di depannya adalah hal yang sangat wajar, namun, dalam konteks tontonan anak-anak, jelas saja gadis itu harus menghindar. Tapi mau bagaimana jika yang beradegan seperti itu adalah orang tuanya sendiri, Lily tak harus berpaling. Terlebih. Lily sangat jelas melihat saat ibunya mendorong ayahnya untuk menjauh dengan spontan. Kasian. Lain kali Lily akan permisi, tidak main nyelonong seperti ini. “Ups. Sorry. Tapi Lily tetap akan masuk lho." ucapnya terlewat santai. "Lily sudah bilang, makanya cepat menikah." imbuhnya. Anaknya ini memang sudah kebal dengan kelakuan orang tuanya, atau mungkin terlalu terbiasa, atau juga memang itu yang diharapkannya. Hanya Lily yang tahu. “Mom, dad. Adek minta maaf. Untuk hal yang terjadi hari ini. Tapi jangan hukum Lily." Pintu menyibak lagi sebelum Rose berhasil menanggapi Lily. “Leon yang memaksa mom, dad. Maafkan Leon juga.”
Terkadang Vee tidak begitu memahami bagaimana ia nampak begitu mengesankan dengan ide cemerlang. Disaat genting seperti ini, ia mampu memutuskan perkara yang tak terpikirkan oleh orang-orang disekitarnya, meskipun, ya meskipun Leon putranya begitu tega mengolok dan mengatakan jika rencananya bodoh pun berbahaya. “Jam, Jeffry kenapa lama sekali.” Vee menggerutu di dalam ruangannya, mengantongi banyak rencana yang sangat tidak sabar untuk diutarakan. Seperti janji tempo hari, saat ini Vee menunggu kedatangan Jeffry beserta Fernandez untuk melakukan rencana yang sudah ia susun dengan matang. James memutus pandangan pada jam yang melingkar di pergelangan tangan, titik merah berjalan di dalam benda itu. “Sebentar lagi, mereka baru
Hari minggu, Vee bangun dari tidurnya dan langsung memberi tanda silang sebuah tanggal di kalender meja dekat tempat tidurnya. “Beberapa hari lagi.” Ia berguman.Setelah tempo hari mendapat kesepakatan final bersama Jeffry dan Fernandez, Vee yang sebenarnya sudah menjalani misi kerja sama dengan Folltress sedikit setres.Rose.Wanita itu, sudah lewat berapa hari Vee belum juga memberi jawaban ajakan nikah.Kenapa Rose mengatakan itu setelah Vee nekat membuat rencana untuk menghancurkan Foltress?Kenapa sebelumnya wanita itu ngotot mengajukan perpisahan kalau a
Langit sore begitu berbeda dari hari-hari sebelumnya yang penuh kelabu dan mendung, semburat warna orange yang indah membuat Rose semangat untuk mendapatkan keberuntungan baik. Rose begitu tegang, mengusap peluh di kening sebelum berkonsentrasi lagi untuk memasukkan bola ke hole yang ada di depannya. Untuk pertama kalinya, Rose berhasil memasukkan bola semenjak beberapa hari menekuni bidang olahraga sederhana ini. Ia sangat senang meski enggan mengakui kepada Vee yang sejak pertama Rose tahu begitu sombong karena sudah jago. Apakah Rose tidak bekerja? Jawabannya, iya.