Cie ... Cie ... Ada yang baper nggak nih?
Bab 62Handi menyantap makan malamnya dengan segera karena dia tak ingin membuang waktu. Apalagi Putri sejak tadi tampak menatapnya dengan pandangan yang cukup aneh dan Handi merasa kurang nyaman.Handi meletakkan sendok ke atas piring dan mengelap mulutnya menggunakan tissue. "Terimakasih atas makanannya," pujinya sambil beranjak dari kursi.Setelahnya pria itu langsung masuk kembali ke ruang kerja karena ingin menghindari Putri. Handi harus segera menyelesaikan pekerjaan dan mempersiapkan dokumen untuk rapat besok pagi.Namun sejak tadi jantungnya terus saja berdetak dengan kencang kala mengingat Siti. Aneh, pikirnya.Bahkan saat mencoba untuk memeriksa dokumen dia terus saja tak bisa fokus. Setelah sekian lama membolak-balikkan dokumen tanpa mendapatkan hasil apapun, Handi memilih untuk menutupnya.Pria itu tampak memijat keningnya yang kini terasa berdenyut nyeri. Memikirkan Siti membuatnya merasa lelah dan juga bingung. Padahal saat dia memikirkan soal pekerjaan, Handi tak perna
Bab 63Handi mengusap wajahnya dengan kasar. Semalam dia tak bisa tidur dengan nyenyak karena terus saya cuma memikirkan Siti. Rasanya hari ini dia tak bisa melihat wanita itu karena Handi sangat yakin kalau dirinya pasti akan merasa canggung.Suara pintu yang diketuk membuat pria itu menoleh dengan kening yang tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu."Om, Putri boleh masuk?"Setelah Handi mendengar suara celoteh gadis kecil dari balik pintu ruang kerja. Pria itu baru memberi persetujuan."Masuk saja," jawabnya.Untungnya seseorang yang mengantarkan makanan adalah Putri. Andai Siti yang mengantarnya pasti pria itu akan merasa sangat kikuk dan tak bisa mengatakan apapun.Setelah pintu terbuka, Putri berjalan masuk sambil membawa sepiring sarapan. Gadis kecil itu menatap lekat sosok pria yang tampak sibuk mengemas tas kerjanya.Putri lantas meletakkan nampan ke atas meja. "Om sibuk hari ini, ya?" tanyanya penasaran.Handi mengangguk pelan. Bahkan pria itu tak menoleh sama se
Bab 64Siti membuka pintu rumah setelah selesai berbelanja. Wanita itu berjalan seraya menenteng keranjang belanjaannya. Tiba-tiba seorang gadis kecil berlari mendekat sambil mengulas senyum tipis saat melihat ibunya telah pulang."Ibu!"Siti melirik ke arah Putri. Pagi tadi dia memang sengaja tak membawa anaknya untuk ikut pergi berbelanja. Sebab ada banyak barang yang harus dibeli dan Siti yakin kalau dia akan kerepotan jika harus menjaga anaknya juga.Wajah Putri tampak sedikit cemberut. Siti pergi cukup lama dan dia merasa sedikit khawatir. Namun pada akhirnya dia bisa bernapas lega karena ibunya kembali dalam keadaan yang baik-baik saja."Kamu nunggu lama, Put?"Putri mengangguk pelan. Pandangan Siti berlatih menatap sosok wanita yang umurnya jauh lebih tua darinya. Kening Siti tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu."Eh, Bi Yati sudah pulang. Sampai jam berapa, Bi?""Belum lama, kok. Kamu habis belanja dimana, Ti?""Supermarket, Bi. Nggak keburu kalau ke pasar," jel
Bab 65Rosa tampak menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis usai mempresentasikan isi dari proposal yang hendak menjadi pertimbangan dari kliennya. "Untuk contoh jelasnya bisa dilihat di formulir," ujarnya ramah.Pandangan Rosa kini beralih menatap sang atasan yang sejak tadi hanya diam. Awalnya Rosa pikir atasannya itu tengah serius mendengar dirinya bicara, sayangnya dugaan wanita itu salah.Handi sejak tadi justru melamun. Entah kenapa pikirannya melayang. Tapi Rosa yakin kalau ada sesuatu yang terjadi pada atasannya."Saya setuju dengan rencananya proyek kali ini. Tak perlu membuang waktu, saya akan segera menandatangani kontrak kerjanya."Mendengar hal itu, Rosa tak bisa menahan senyum yang kian mengembang. Rosa kini berbalik dan menatap atasannya. Bahkan Handi masih tidak bisa fokus. Rosa mendekat perlahan dan berbisik."Pak Handi," panggilnya lirih. Handi tersentak kaget. Dia baru sadar kalau pikirannya melayang jauh. Pria itu lantas bangkit dari tempat duduknya
Bab 66Handi membuka pintu rumahnya. Baru saja melangkah masuk, pandangan mata pria itu kini beralih menatap sosok gadis kecil yang tengah sibuk mengeja kata perkata yang tertera di bungkus makanan."Bum-bu pe-nye-dap," ejanya lirih dengan serius.Handi menarik sudut bibirnya sedikit. 'Ternyata dia sudah cukup bisa membaca,' batinnya.Meski Putri memang belum terlalu fasih, namun setidaknya dia paham tentang isi tulisannya dan itu cukup untuk ukuran seorang gadis kecil sekitar enam tahunan.Putri yang merasa tengah diperhatikan, lantas menoleh dan kini wajahnya dipenuhi dengan binar penuh kebahagiaan. Diletakkannya bungkus mie instan ke atas meja dan dia lantas beralih dari tempat duduk untuk mendekati Handi.Setelah jarak semakin dekat, Putri memperlambat langkahnya."Kok pulangnya lebih sore, Om?" tanyanya penasaran.Biasanya, Handi sudah sampai di rumah sekitar tiga puluh menit yang lalu. Namun entah mengapa pria itu justru terlambat dan wajahnya juga kuyu karena kelelahan."Ada pek
Bab 67"Apa kamu tidak ada niat untuk menyekolahkan Putri?"Sejurus dengan pertanyaan Handi, Siti tampak membelalakkan matanya. Wanita itu merasa cukup terkejut karena selama ini dia tak membahas apapun mengenai pendidikan Putri. "Maaf? Kenapa Bapak menanyakan hal ini?" tanyanya balik sambil mengerutkan kening.Sejujurnya, Siti merasa kurang nyaman saat hal pribadi dikorek lebih dalam oleh Handi. Walau pria itu memang bersikap baik dan ramah, Siti tetap saja tak nyaman. "Maaf jika pertanyaanku barusan membuatmu tersinggung."Siti menggeleng pelan. "Bapak nggak perlu sungkan. Hanya saja saya heran karena Bapak menanyakan hal ini secara mendadak," pungkasnya."Putri sempat mengatakan sesuatu," ujar Handi."Mengatakan apa, Pak?"Handi perlahan mulai menceritakan soal tanda tanya besar yang sempat muncul dalam hatinya. Lagi, Siti tampak terkejut. Apalagi saat dia tahu kalau suaminya sempat mengatakan sesuatu yang buruk pada Putri.Jelas wajahnya kini tampak memerah. Bukan karena malu,
Bab 68Besok paginya, keadaan masih terasa cukup canggung. Bahkan Siti juga tak banyak bicara sejak semalam. Bukannya dia marah ataupun kecewa pada Handi, Siti hanya ingin menenangkan dirinya sendiri agar tak tersulut emosi.Semalam Siti menatap lekat putrinya yang tengah tertidur. Ada rasa bersalah yang terus muncul. Sebagai seorang ibu, Siti merasa perannya masih kurang. Dia ingin merubah segalanya. Tapi satu hal yang paling penting, Siti ingin membalut luka di dalam diri Putri. Gadis kecil yang tak tahu apapun itu harus menerima banyak hal mengejutkan karena Adi. Handi turun dari lantai atas dan bersiap untuk pergi bekerja. Pandangan pria itu kini beralih menatap sosok wanita yang berada di dapur.'Bagaimana caranya aku bisa menebus kesalahan kemarin?' batinnya.Tiba-tiba seorang gadis kecil mendekat dan membuyarkan lamunan Handi. Putri tampak menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis."Pagi, Om!"Handi mengangguk pelan. Sudut bibirnya tampak terangkat sedikit. Tapi se
Bab 69"Putri sayang Ayah, Ibu. Tapi Ayah nggak sayang Putri," cicitnya.Siti terhenyak mendengar penuturan putrinya. Dia lantas melonggarkan pelukan dan melepasnya. Ditatapnya lekat netra hitam milik Putri."Kenapa Putri ngomong kayak gitu? Ayah sayang kok sama Putri," lirihnya sambil mengusap air mata yang masih menghiasi wajah putrinya.Saat Siti melihat anaknya menangis, dia juga ikut merasakan kesedihan yang begitu kentara. Padahal Putri bukanlah anak yang mudah menangis karena hal-hal sepele. Tapi gadis kecil itu menangis hanya karena berpikir kalau ayahnya tak menyayanginya.Putri menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Kalau Ayah emang sayang sama Putri, kenapa kita diusir dari rumah?"Pertanyaan gadis kecil itu kembali mengejutkan Siti. Dia tak memiliki jawaban atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh putrinya.Semenjak diusir dari rumah, ini juga merasa kalau suaminya tak lagi peduli pada dirinya dan juga Putri. Jika Adi memang masih menyayangi anaknya, setidaknya pria