POV AbimanyuHampir sebulan ini aku memang sering pulang terlambat, bahkan dihari Sabtu aku juga harus pergi ke sekolah. Sekolah kami akan ada akreditasi, aku sendiri yang memastikan segalanya berjalan dengan baik. Aku ingin penilaian kualitas dan evaluasi pada institusi pendidikan yang berada dalam pengawasanku ini berjalan baik dan mendapatkan nilai yang memuaskan. Bahkan hari ini saat aku harus mengantar istri dan putriku berbelanja, aku tidak bisa melakukannya. Hanya saja aku meminta supir untuk mengantarkan dan menjaga mereka dan melaporkan jika terjadi apapun pada istri dan anakku. Aku terburu-buru pulang ke rumah saat mendapatkan laporan dari supir jika istriku seperti menahan tangis di mobil saat pulang dari berbelanja. Ada apa dengan wanita itu, apa itu hanya karena kehamilannya yang menyebabkan emosinya naik turun atau ada hal yang lain. Bahkan saat aku sampai di rumah dan masuk ke kamar, Safa tidak menyadarinya karena tengah melamun dan menatap keluar jendela kamar kami.
Aku terbangun karena mencium aroma khas rumah sakit, apa saat ini aku memang berada di tempat orang-orangnya yang tidak sehat itu. Ingatanku langsung tertuju sesaat sebelum aku pingsan tadi. Aku mendapatkan gambar yang menampilkan suamiku dan perempuan itu. Mengingat akan hal itu rasa-rasanya aku ingin segera bangkit dari ranjang pasien ini dan kabur meninggalkan mas Abi. Biar saja, biar dia tahu artinya kehilangan, lalu dia akan menyesalinya seperti yang terjadi pada mantan suamiku dulu. Aku hendak bangun dari posisiku, namun tubuhku terasa lemas tak bertulang. Aku hanya bisa membuka mata dan menatap langit-langit kamar ini. Tidak lama setelah aku sadar, terdengar suara pintu dibuka. Segera aku kembali menutup mataku, pasti itu suamiku. Aku tidak ingin melihat ataupun berbicara dengannya saat ini. Begitu lelaki itu sampai di samping ranjangku, aku merasakan genggaman tangannya yang hangat. Genggaman yang sesungguhnya selalu aku rindukan. Sesaat setelahnya, mas Abi terus mengungk
Setelah akreditasi di sekolahan mas Abi selesai dan suamiku itu tidak terlalu sibuk, akhirnya kami memutuskan untuk pergi bersama berdua saja seperti rencana kami saat menginap di rumah sakit. Kami memilih weekend untuk pergi bersama.Qia kami titipkan di rumah neneknya, gadis kecil itu semakin lama semakin mengerti dan bisa di ajak kerjasama. Kali ini aku dan papanya bisa meninggalkannya tanpa banyak drama. "Kita mau kemana mas?" tanyaku sambil masuk ke dalam mobil dan duduk disampingnya. "Kita akan pergi ke luar kota, staycation aja di hotel. Karena kamu sedang hamil, aku tidak ingin kamu kecapekan. Kamu bilang aku tidak sanggup menyewa hotel untuk bercinta, sekarang aku buktikan jika aku sanggup," tuturnya sambil tersenyum menggodaku. "Kita kesana cuma untuk itu mas?" tanyaku dengan muka memberengut."Enggak sayang, cuma bercanda.""Hai sayang, kita akan jalan-jalan. Baik-baik di dalam sana ya." Mas Abi berkata sambil mengelus perutku. Aku merasa terharu dan dihargai saat bersa
Pagi yang cerah dan suasana yang sangat segar membuat hati terasa nyaman. Aku duduk di sisi ranjang sambil menatap pepohonan hijau yang terbentang dibalik kaca jendela. Mas Abi sedang di kamar mandi, lelakiku itu sedang mandi setelah selepas subuh kami melakukan ritual suami isteri lagi. Semalam aku tertidur lebih dahulu karena kelelahan setelah melakukankannya di sofa saat sore hari. Ah, kelakukan kami benar-benar seperti pengantin baru saja. Tidak melakukannya di malam hari kami lakukan dipagi hari. Usia kandunganku yang sudah menginjak trisemester kedua membuat kami tidak khawatir saat bercinta. Ponselku bergetar diatas meja, segera aku meraihnya. Aku pikir, mungkin saja Qia yang menelpon karena dia merindukanku. Panggilan dari nomor Kaira, ada apa temanku ini sepagian ini sudah menelepon. "Bagaimana honeymoonnya," tanyanya begitu sambungan telepon terhubung. "Honeymoon apaan sih, Kai. Mana ada orang honeymoon dalam keadaan berbadan dua," sahutku sambil tertawa. "Memangnya ada
POV DaniaMenjelang Isya, kami sampai di kota ini. Rumah dua lantai yang megah itu menyambut kedatangan kami, seorang wanita yang sudah tidak muda lagi membukakan pintu untuk kami, katanya beliau itu adalah ibu dari lelaki yang bersamaku dan juga istrinya. Hari ini pertama kalinya aku datang ke kota besar ini. Tetanggaku, yang hanya berjarak tiga rumah dariku beberapa waktu lalu pulang kampung dan mencari karyawan yang bisa dipercaya, begitu yang aku dengar kala itu. Aku yang ingin sekali bekerja di kota tentu saja langsung tertarik untuk mendapatkan pekerjaan itu. Apa lagi katanya bukan sebagai pembantu rumah tangga. Rata-rata orang di desaku, jika bekerja ya jadi pembantu dan semacamnya. Anak perempuan di desa kami kebanyakan hanyalah lulusan Sekolah Menengah ataupun SMA, SMK sederajat. Hanya sedikit yang hingga menjadi sarjana. Mbak Safa, dia gadis yatim piatu yang menikah dengan laki-laki desa sebelah lalu pergi merantau ke kota. Siapa sangka mereka akan menjadi orang yang suks
POV DianaHubunganku dengan mas Galih terus berlanjut, apa lagi kami sudah sah menjadi suami istri meskipun pernikahan kami tidak tercatat di pengadilan agama. Sejak menjadi istrinya aku mendapat apapun yang aku inginkan, lelaki itu juga selalu pulang ke rumah yang aku tempati terlebih dahulu sebelum pulang ke rumahnya sendiri. Tentu saja untuk menuntaskan hasratnya, seolah-olah di rumah dia tidak mendapatkan dari mbak Safa. Entahlah aku tidak peduli, yang penting kehidupanku semakin nyaman. Hingga akhirnya terpikirkan olehku untuk menjadikan mas Galih satu-satunya milikku. Jika dia hanya menjadi suamiku maka miliknya akan menjadi milikku juga, tanpa harus berbagi dengan mbak Safa. Apalagi saat aku menginginkan mobil dia menolaknya dengan alasan takut ketahuan istrinya itu. Namun saat aku mengutarakan keinginanku itu, lelaki itu menolaknya. Dia bilang tidak bisa meninggalkan mbak Safa, tidak ada alasan untuk meninggalkan wanita itu. Apalagi wanita itu begitu perhatian pada ibunya y
POV GALIHSuasana ruko tiga lantai ini sudah mulai sepi, karyawan-karyawan sudah pulang ke rumah masing. Hanya tinggal beberapa orang dibagian mesin jahit saja yang masih tinggal dan bekerja. Mungkin mereka sedang menyelesaikan pekerjaan mereka. Aku memang tidak pernah melarang mereka bekerja hingga jam delapan malam. Aku selesai salat Isya saat mendengar teriakkan dari arah bawah. Sepertinya itu suara Dania. Sudah sebulan ini aku mulai rajin lagi beribadah, seperti dulu saat aku masih bersama Safa seorang. Belum ada hal-hal yang menggoda diriku hingga aku sering melalaikan kewajiban pada Sang Pencipta.Bergegas aku melipat sajadah dan hendak turun kebawah, namun ternyata Dania bersama ke-dua orang lelaki sudah sampai di lantai tiga. Tempat dimana aku tinggal saat ini. Salah satu lelaki dengan tubuh kekar itu mendorong tubuh Dania ke arahku. "Jaga istrinya pak, jangan dibiarkan menggoda suami orang. Atau kalau tidak, orang-orang seperti kami yang akan memuaskan nafsunya," ucap lela
Pulang dari staycation, badan dan hatiku terasa ringan. Mungkin kadangkala memang kami harus menyediakan waktu untuk jalan-jalan dan refreshing keluar kota dan mencari suasana baru. Apalagi nanti saat ada dua anak yang harus kami urus, kami harus berlibur meskipun harus mengajak serta mereka. Itu malah akan menambah keseruan. Semenjak perutku semakin membuncit, mas Abi semakin protektif padaku. Kadang kala ke kamar mandipun ingin diantarnya. "Aku ini hanya hamil mas, bukan sakit," keluhku kala dia terlalu berlebihan memperlakukan diriku. "Aku hanya menghawatirkan dirimu dan calon bayi kita." Padahal ini bukan kali pertama lelaki itu akan memiliki seorang anak. Tapi seakan-akan ini pertama kali baginya. Tengah malam aku terbangun karena rasa lapar diperutku, menjadi wanita hamil memang berat cobaannya. Makan sedikit cepat kenyang, tapi cepat lapar juga, bahkan tengah malam seperti ini. Dengan perlahan aku turun dari tempat tidur, tidak mau menganggu istirahat mas Abi. Jika lela