Share

Bab 12

Author: Bemine
last update Last Updated: 2025-05-06 20:00:34

Ninik menundukkan muka. Dia tidak mampu berkutik meski hanya sedetik.

Wajah cantiknya yang berpoles riasan juga tidak mampu menutupi betapa gelisahnya dia saat ini. Bahkan saat hendak berdiri dari sofa, Ninik goyah, hampir saja dirinya rubuh ke samping.

“Enak saja kamu, Ninik! Ini tugasmu jagain anak-anak. Aku sudah bilang, aku tidak sempat mengurus anak-anak, jadi kukirimkan uang nafkah mereka tiap bulan. Tapi kemarin aku ngalah karena kukira kamu beneran kesulitan dan sakit, rupanya kamu ngecar suami orang, Ninik? Dari dulu sampai sekarang kamu sama busuknya! Untunglah kita pisah, kalau tidak entah berapa kali aku harus menanggung malu karena kelakuan ganjenmu itu.”

Pria itu berseru kembali. Dia menunjuk Ninik yang berdiri ketakutan. Belum ada kata yang keluar dari mulut setiap orang. Mereka hanya saling berpandangan, bingung.

“Ambil anak-anak ini, urus mereka, itu kesepakatan kita saat di pengadilan.” Pria itu berteriak lagi. “Uang yang tiap bulan masuk ke rekeningmu itu adalah tu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 179

    "Bang... ini berlebihan sekali!" bisikku padanya saat kami memasuki rumah. "Satu saja sudah mahal, ini langsung tiga! Kita tidak perlu sebanyak ini, Bang. Aku bisa mengurus anak-anak sendiri, kok."Bang Zul menuntunku menuju ranjang di kamar utama yang sudah diatur senyaman mungkin, lengkap dengan bantal-bantal empuk dan selimut hangat."Tidak ada yang berlebihan, Dek. Kamu baru saja melewati masa sulit. Kamu harus fokus pada pemulihanmu. Anak-anak ini butuh perawatan ekstra karena mereka kembar tiga. Abang tidak mau kamu terlalu lelah atau jatuh sakit lagi." Bang Zul duduk di tepi ranjang, menatapku serius, kedua tangannya menggenggam tanganku. "Pokoknya, Abang mau kamu sehat dan baik-baik saja. Kamu mengerti? Istirahatlah. Biarkan mereka yang mengurus semuanya. Ini perintah Abang, bukan cuma permintaan."Aku hanya bisa menghela napas, takjub dengan keputusan Bang Zul. Dia selalu saja melakukan hal-hal di luar dugaanku, selalu memprioritaskan kesehatanku.Aku tahu berapa biaya untuk

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 178

    Aku membuka mata perlahan. Langit-langit putih rumah sakit yang steril menyambut pandanganku. Samar-samar kudengar suara mesin infus di samping ranjang, ritmis dan menenangkan. Seluruh tubuhku terasa lemah, nyeri di bagian perut masih sangat terasa, namun rasa pusing hebat yang kemarin kurasakan sudah jauh berkurang. Sebuah kelegaan membanjiri diriku. Aku berhasil melewati ini. Aku selamat.Sebuah gerakan kecil di samping ranjang membuatku menoleh. Bang Zul duduk di kursi lipat, wajahnya tampak sangat lelah dengan kantung mata menghitam, namun matanya memancarkan kelegaan luar biasa saat melihatku sadar. Bang Zul langsung sigap menggenggam tanganku."Dek... kamu sudah sadar?" Suaranya serak, seperti menahan tangis. Bang Zul mengecup punggung tanganku berulang kali.Aku mengangguk lemah, berusaha tersenyum. "Bang... anak-anak kita bagaimana?"Senyum lebar merekah di wajahnya, mengalahkan segala kelelahan. Diusapnya keningku yang berpeluh walau ruangan luas ini berpendingin udara."Alha

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 177

    Perjalanan ke rumah sakit terasa seperti neraka. Setiap kontraksi yang menghantam membuatku menggigit bibir hingga perih, berusaha menahan suara. Bang Zul terus menoleh ke belakang, khawatir dengan aku yang tidak bisa menahan rasa sakit ini. Seperti, tubuhku dirobek menjadi dua bagian."Sabar ya, Dek. Sebentar lagi sampai. Kamu kuat, Sayang. Demi anak-anak kita," suaranya bergetar, lebih dari biasanya. Aku tahu dia juga panik.Akhirnya, mobil berhenti di depan IGD rumah sakit. Tanpa menunggu, Bang Zul langsung menggendongku lagi keluar dari mobil, menerobos keramaian menuju pintu masuk. Ayah, Ibu Tiri, dan Bi Sumi mengikuti di belakang, wajah mereka semua dipenuhi kecemasan."Dokter! Suster! Istri saya mau melahirkan! Kembar tiga!" teriak Bang Zul, suaranya lantang, menarik perhatian para petugas medis.Beberapa perawat dan seorang dokter jaga segera menghampiri kami dengan ranjang dorong. "Segera bawa ke ruang bersalin!" perintah dokter. Aku dipindahkan ke ranjang, dan para perawat m

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 176

    Kabar kehamilan kembar tiga membawa kebahagiaan tidak terhingga, namun juga menjadi kenyataan baru yang menantang. Dokter Arini yang Bang Zul pilih sebagai dokterku telah menjelaskan bahwa kehamilan ini akan jauh lebih berat daripada kehamilan tunggal. Aku harus ekstra hati-hati, menjaga asupan nutrisi, dan sangat membatasi aktivitas fisik. Bang Zul menjadi sangat protektif, bahkan lebih dari sebelumnya."Dek, Abang sudah siapkan supir pribadi untukmu. Jadi kamu tidak perlu naik taksi online lagi," katanya pagi ini saat aku menemaninya sarapan di meja. "Pokoknya, jangan sampai kamu kecapekan. Kalau ada apa-apa, langsung bilang Abang atau Bi Sumi, ya."Aku mengangguk patuh, merasa beruntung memiliki suami seperti Bang Zul. Dia benar-benar memastikan semua kebutuhanku terpenuhi, bahkan hal-hal kecil sekalipun. Bi Sumi juga sangat perhatian, selalu menyiapkan makanan bergizi dan mengingatkanku untuk beristirahat.Semester terakhir kuliahku adalah ujian sesungguhnya. Perutku mulai membesa

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 175

    Setelah keluar dari klinik dokter, perasaan syok bercampur kebahagiaan masih menyelimuti kami berdua. Bang Zul sesekali mengusap keningnya, dan aku masih sering melamun, membayangkan tiga bayi mungil di dalam perutku. Rasanya seperti mimpi. Selama ini kami hanya membayangkan satu atau dua anak, tapi ini... tiga sekaligus."Jadi, kamu mau kita langsung ke desa atau bagaimana, Dek?" tanya Bang Zul, memecah keheningan saat mobil melaju di jalanan kota. Pria itu melirikku.Aku berpikir sejenak. Aku tahu Ayah dan Ibu Tiri pasti akan sangat senang mendengar kabar ini. Tapi..."Bagaimana kalau kita pulang dulu, Bang? Kita bereskan barang-barang, lalu nanti sore atau besok pagi kita ke desa. Abang juga kan harus ke pabrik lagi." Aku merasa perutku sedikit tidak nyaman dan ingin segera beristirahat di rumah. Ada rasa mual yang tiba-tiba menyeruak saat mobil melaju. "Oke, kalau begitu kita pulang saja dulu, ya," jawab Bang Zul, mengangguk setuju. "Apa kamu mau belanja perlengkapan bayi?""Eh?

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 174

    Pagi itu, aku terbangun dengan perasaan berdebar. Semalam aku nyaris tidak bisa tidur, terus memikirkan hasil tes kehamilan yang akhirnya garis dua setelah sekian lama. Bang Zul sudah bangun lebih dulu, dan saat aku keluar dari kamar, pria itu sedang menyiapkan teh hangat."Sudah siap, Dek?" tanyanya, senyumnya cerah seperti matahari pagi. "Abang sudah booking dokter kandungan yang bagus. Kita berangkat sekarang saja biar tidak terlalu siang."Aku mengangguk, masih merasa sedikit melayang. Antara bahagia dan tidak percaya. Kami sarapan dengan cepat, Bi Sumi masak nasi goreng super lezat, tapi aku terlalu bersemangat hingga tidak bisa makan banyak..Lalu Bang Zul menuntunku ke garasi, membantuku naik ke mobil. Diiringi lambaian tangan dari Bi Sumi serta doa dan harapan yang membuncah, Bang Zul melajukan mobilnya menuju rumah sakit swasta di pusat kota. Sepanjang perjalanan, kami tidak banyak bicara, namun genggaman tangan Bang Zul di tanganku cukup untuk menyampaikan semua perasaannya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status