Bab 9
KEDATANGAN HISYAM"Aku mau buat kejutan di hari pernikahan kami," sahut Sekar sembari mengulas sebuah senyuman."Apa kali ini aku juga harus turun tangan?""Tentu saja! Kamu kan sahabat terbaikku! Kalau bukan kamu, siapa lagi yang akan bantu aku!" sahut Sekar."Sahabat!" ujar Vano lirih.Vano menghembuskan nafas panjang."Apa yang harus aku lakukan?" tanya Vano."Sini, aku bisikin!" ujar Sekar.Vano mendekatkan telinganya."Sekar, geli ah! Jadi bisikan gak?" protes Vano."Ha … iya … iya! Sini!" ujar Sekar."Gimana?" ujar Sekar usai membisikkan sesuatu ke telinga Vano."Oke, bisa diatur," sahut Vano."Terimakasih!" sahut Sekar kegirangan. Tanpa sadar, dia memeluk Vano dengan erat."Sekar! Aku gak bisa bernapas! Lepasin!" ujar Vano tersengal."Aduh, Van! Maaf, ya! He ….""Seneng sih, seneng! Tapi, jangan gitu juga!" ujar Vano sewot."Maaf, deh! Jangan ngambek dong! Aku belikan es krim, mau?" rayu Sekar."Es krim? Kamu kira aku anak TK apa? Nyuap pake es krim," ujar Vano semakin kesal.Sekar terbahak dibuatnya. Dia memang suka sekali menjahili sahabatnya itu."Halo! Kamu Sekar, kan?" sapa seorang wanita.Sekar mendongak."Bu Nasha! Selamat sore, Bu!" sapa Sekar ramah."Sore juga! Aku kira tadi aku salah orang! Ini … pacar kamu?" tanya Nasha."Bu—." Belum sempat Sekar berbicara, Vano sudah menyela."Kenalkan, saya Vano, pacarnya Sekar," ujar Vano mendahului Sekar."Halo! Saya Nasha!" Mereka pun berjabat tangan. Nasha tampak mengernyitkan dahi."Kamu … sepupunya Airin, kan?" tanya Nasha.Vano tersenyum."Ingatan kamu boleh juga!" sahut Vano."Mereka siapa, Sha?" tanya Mamanya."Sekar ini sekretarisnya Mas Aldi, Ma! Kalau Vano, dia sepupunya Airin," sahut Nasha.Sekar menganggukkan kepala tanda hormat.Winda, Mama Nasha, memperhatikan Sekar dengan seksama. Dia merasa familiar dengan wajah itu. Sekar yang diperhatikan merasa sedikit gugup."Apa aku mengenalmu?" tanya Winda."Tidak, Bu! Ini pertama kalinya kita bertemu!"Winda tersenyum sinis."Tentu saja! Aku pasti salah orang! Mana mungkin aku bisa mengenal orang rendahan seperti kamu!" ujar Winda."Nasha, ayo kita makan disana!" ujar Winda lagi, lalu meninggalkan meja Sekar."Oke, aku pergi dulu! Lanjutin aja acaranya!" pamit Nasha."Pacar kamu tampan," lanjut Nasha sembari berbisik di telinga Sekar."Bisikin apa dia tadi?" tanya Vano setelah mereka pergi."Gak penting. Kenapa kamu bilang kalau aku pacar kamu?” tanya Sekar."Buat manas-manasin Aldi," sahut Vano cuek."Lha, kan orangnya gak ikut!" protes Sekar.Udah, gak usah dibahas! Yuk, lanjutin makannya!" ujar Vano.********"Nasha, mana Aldi?" tanya Papanya pagi ini."Mas Aldi sudah berangkat ke kantor, Pa!""Kan, Papa sudah bilang, suruh dia temui Papa dulu!""Gak bisa,Pa! Mas Aldi tadi buru-buru, ada meeting pagi katanya!""Kokom!" teriak Hisyam.Kokom yang merasa dipanggil tuannya, segera berlari tergopoh-gopoh."Iya, Tuan! Ada apa?" ujar Kokom."Bilang sama Supri, suruh siapkan mobil. Saya mau keluar. Suruh Agus ikut juga!""Papa mau kemana?" tanya Winda."Papa mau nengok kantor.""Gak usahlah, Pa! Kan, sudah ada menantu kamu yang handel. Papa percaya sajalah!""Ma, bukannya Papa gak percaya. Papa hanya pengen lihat ada masalah apa di kantor.""Tapi, kan, Papa masih sakit.""Papa gak papa. Ada Agus juga yang nemenin!" sahut Hisyam."Terserah Papa sajalah! Yang penting, jangan sampai kecapekan!" ujar Winda."Ma, bantuin Papa ganti baju!""Ayo, Pa!"Winda segera mendorong kursi roda suaminya ke kamar. Setelah selesai bersiap-siap, Hisyam segera berangkat.Kedatangan Hisyam ke kantor menghebohkan kantor. Pasalnya, sudah cukup lama sang bos besar mereka tak pernah datang."Selamat pagi, Pak Hisyam!" sapa Pak Widodo, manager keuangan perusahaan."Selamat pagi!" sahut Hisyam.“Pak hisyam apa kabar?” tanyanya basa-basi.“Seperti yang amu lihat, kondisi saya sudahjauh lebih baik. Bagaimana kondisi kantor? Saya dengar sedang ada masalah keuangan,” ujar Hisyam.“Emm ... mengenai masalah itu, silahkan Bapak tanyakan langsung saja kepada Bapak Aldi,” sahut Pak Widodo gugup.“Tentu saja! Dia ada di ruangannya, kan?”“Iya, Pak. Pak Aldi sudah datang dari tadi.”“Ya sudah, saya naik dulu.”“Iya, Pak Hisyam. Silahkan!” ujar Pak Widodo.Hisyam terkenal sebagai atasan yang ulet dan disiplin. Meskipun begitu, dia termasuk atasan yang ramah dan peduli. Jika ada karyawan yang sakit, beliau tak segan-segan untuk menjenguknya dan memberikan santunan. Itulah sebabnya, para karyawan sangat menghormatinya. Selain itu, dalam kurun waktu dua puluh lima tahun, perusahaan yang dia rintis dari nol berkembang pesat. Jatuh bangun dan pahit getirnya telah dia lewati. Beberapa karyawan senior pun masih setia dan tetap bekerka kepadanya. Loyalitas mereka sudah tidak perlu diragukan lagi.Awalnya, Aldi hanya menempati posisi sebagai manager pemasaran, itupun karena koneksi dari Nasha. Sebenarnya, kemampuannya dibawah manager yang lain. Namun, karena dia dekat dengan Nasha, maka dia bisa mendapatkan posisi itu. Apalagi, semenjak kecelakaan yang menimpa mertuanya dan Nasha memutuskan untuk tidak bekerja lagi, puncak pimpinan perusahaan diserahkan kepada Aldi.Saat itu, Hisyam ada pertemuan dengan klien di daerah puncak. Bersama seoranag supir, Hisyam berangkat ke lokasi. Perbincangan itu berjalan alot sehingga selesai hingga larut malam. Usai rapat, Hisyam segera kembali ke rumah karena esok pagi akan ada rapat dengan klien yang lain. Bisa saja dia mewakilkan rapat itu kepada orang kepercayaannya, namun karena itu salah satu klien penting, jadi Hisyam lebih memilih menemuinya sendiri. Naas, di sebuah tikungan, mobil hilang kendali dan membentur pembatas jalan. Kecelakaan tunggal itu merengut nyawa sang sopir. Hisyam sempat kritis selama dua minggu sebelum akhirnya sadar, namun mengalami kelumpuhan. Karena kondisinya itulah maka pucuk pimpinan perusahaan disrahkan kepada menantunya."Agus! Kita langsung ke ruangan Aldi, ya!" ujar Hisyam."Iya, Pak!" sahut Agus, lalu mendorong kursi rodanya ke arah lift. Usai keluar dari lift, Agus segera mendorong kursi rodanya ke ruangan Aldi.Saat pintu ruangan Aldi terbuka, Hisyam tampak syok. Dia sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya.Bab 10MASA LALU HISYAM"Aldi! Apa yang kamu lakukan?" bentak Hisyam.Aldi dan wanita dipangkuannya pun tampak terkejut saat pintu tiba-tiba terbuka dan mendapat teriakan dari sang big bos. "Pa—pa!" ujar Aldi gugup. Dia segera berdiri. Sekar pun segera berdiri dan merapikan pakaiannya. Dia tak kalah terkejut. Setelah sekian lama, ini pertama kalinya mereka berada pada jarak sedekat ini. Sekar tak berani menatap wajah ayahnya. Dia memilih menunduk menyembunyikan wajahnya."Menjijikkan! Bisa-bisanya kamu berbuat mesum di kantorku!" ujar Hisyam kecewa."Maaf, Pa!" ujar Aldi menundukkan kepala."Keluar kamu!" perintah Hisyam tanpa memandang Sekar.Dengan tergesa, Sekar segera berlari meninggalkan ruangan tersebut.Hisyam memegang dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri."Agus!" ujar Hisyam.Sigap, Agus menyerahkan sebutir obat. Setelah meminumnya, Hisyam sudah sedikit lebih tenang dan rasa nyeri itu berangsur menghilang."Ternyata begini, kelakuan kamu di kantor?" ujar Hisyam kecewa."Maaf,
Bab 11PERTEMUAN HISYAM DENGAN IRMA"Irma!" ujarnya lirih."Apa, Pak?" tanya Agus. Sekils, dia mendengar bosnya bergumam, namun kurang jelas."Dia pemiliknya?" tanya Hisyam."Iya, Pak!" Agus segera melangkah mendekati Irma dan mengatakan maksudnya. Irma memicing heran, namun dia tak menolak. Dia segera melangkah ke arah meja Hisyam yang posisinya membelakanginya."Selamat siang, Pak!" sapa Irma ramah.Hisyam menoleh."Ternyata aku tidak salah lihat! Kamu benar-benar Irma!" ujarnya.Irma pun tampak terkejut. "Mas Hisyam!" ujarnya lirih.Untuk sesaat, mereka membeku dan saling menatap. Tak lama kemudian, Irma meninggalkan meja tersebut. Hisyam masih tertegun di tempatnya."Pak! Bapak kenapa?" tanya Agus.Hisyam terdiam."Tolong bantu saya!" ujarnya kemudian."Iya, Pak! Apa yang bisa saya bantu?""Saya mau bicara dengannya.”"Tadi kan, sudah, Pak!" ujar Agus.Hisyam menghela nafas panjang. "Katakan saja, saya ingin bicara," ujar Hisyam lagi. Agus tampak berfikir. Tampaknya, ada ses
Bab 12PENOLAKAN SEKAR"Kalau kamu ingin rasa sakit itu hilang, maka lepaskan dendammu!"Sekar terkesiap. Dia tidak siap dengan jawaban Bundanya."Maksud Bunda?""Dendam akan terus membawa rasa sakit dalam hatimu. Untuk sesaat, mungkin kamu akan merasa puas. Namun, rasa sakit itu akan terus membayangi," ujar Irma menasehati putrinya. Sekar terdiam. Dia mencoba mencerna ucapan Bundanya. "Kamu gak percaya?" tanya Bundanya."Bukan gak percaya, Bun, hanya saja, jika aku melepaskannya, mereka tidak akan pernah merasakan sakit seperti yang pernah kualami.""Jika kamu tetap bertahan dengan rencanamu, maka bersiaplah! Rasa sakit itu akan terus menggerogotimu!" ujar Irma.Sekar tak menyahut."Bukankah Allah Maha Adil? Walau tidak melalui tangan kamu, mereka pasti akan merasakan pembalasan. Percayalah, hukum tabur tuai itu ada," lanjut Irma."Bun!" ujar Sekar gamang.Irma tersenyum."Istirahatlah! Kamu pasti lelah!" ujar Irma. *****"Bik, Ibu mana?" tanya Hisyam kepada Kokom, asisten rumah t
BAB 13PERMINTAAN RUJUK"Halo, Beb!" ujar Winda melalui sambungan seluler."———.""Kita mau ke puncak, nih? Kamu ikut, ya?""———."Ayolah! Kan, sudah lama kita gak bersenang-senang! Kamu gak kangen sama aku?" "———.""Iya, deh! Aku tunggu pokoknya!" "———.""Oke. See you!"Klik. Winda menutup sambungan teleponnya."Gimana?" tanya Sinta."Bisa, tapi sejam lagi dia baru bisa sampe sini. Masih ngerjakan tugas kuliah katanya.""Widih … rajin amat!" puji Dea."Iya, dong! Dia kerja kayak gini kan, buat biayain kuliahnya!""Gimana rasanya main sama anak kuliahan?" tanya Sarah penasaran."Mantap deh pokoknya! Bikin ketagihan!" ujar Winda. Mereka tertawa terbahak bersamaan.Kring …Ponsel Winda berbunyi. Tampak, nama suaminya tertera disana."Halo, Pa! Ada apa?" tanya Winda."———.""Maaf, Pa, tadi perginya gak pamit! Kayaknya,malam ini aku juga gak pulang! Ini teman-teman ngajak nginap di vila!""———.""Gak bisa dong, Pa! Kan, gak enak kalau menolak! Lagian hanya semalam, kok!""———.""Iya, sa
Bab 14HARI PERNIKAHAN"Bukan begitu. Aldi itu suaminya Nasha. Kalau Arum mau, aku akan carikan suami yang tampan dan kaya. Tapi jangan dengan merebut suami orang."Brak ….Irma menggebrak meja."Jaga ucapan kamu! Putriku tidak butuh suami yang tampan dan kaya. Bahkan, dia juga tidak butuh ayahnya yang kaya raya," ujar Irma."Benar, Sekar memang menjalin hubungan dengan Aldi dan asal kamu tahu, aku sudah mengizinkannya.""Bagaimana bisa kamu mengizinkan Arum melakukannya?" ujar Hisyam tak percaya."Suatu saat nanti, kamu pasti akan tahu alasannya. Ingatlah, saat kamu mengetahuinya, kamu akan menjadi orang yang paling menyesal karena semua ini berawal gara-gara kamu," ujar Irma, lalu beranjak hendak meninggalkan Hisyam."Satu lagi, putriku bernama Sekar. Jangan pernah memanggilnya Arum lagi," lanjut Irma, lalu segera meninggalkan Hisyam sendirian. Hisyam terdiam. Dia benar-benar bingung. Apa yang sebenarnya telah terjadi kepada Sekar. Kenapa dia memilih jalan ini dan mendapat dukunga
BAB 15MENANG BANYAKUcapan penghulu terhenti seketika.Aldi terkesiap. Dia hafal betul dengan suara itu. "Na—Nasha!" ujarnya tergeragap. "Maaf, Pak Penghulu! Pernikahan ini tidak sah! Saya istri pertamanya dan saya tidak mengizinkan pernikahan ini!" teriak Nasha. Dia datang bersama sang Mama."Mohon maaf, Pak! Silahkan selesaikan urusan kalian dulu! Saya tidak bisa menikahkan kalian! Permisi!" ujar penghulu tersebut.Aldi terdiam. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Semua rencananya hancur berantakan.Plak ….Sebuah tamparan mendarat di pipi mulus Sekar."Nasha, apa yang kamu lakukan?" bentak Aldi."Kamu bentak aku, Mas? Demi bela dia?" ujar Nasha tak terima."Bukan begitu, Sayang!" ujar Aldi lembut."Dasar menantu tak tahu diuntung! Nasha sudah begitu percaya sama kamu, begini balasanmu?" bentak mertuanya."Maaf, Ma!" Nasha mendekati Sekar dan menyerangnya. "Dasar wanita murahan! Berani sekali kamu sudah menggoda suamiku! Apa tidak ada laki-laki lain sampai harus menggoda suami ora
BAB 16PERMINTAAN NASHA"Sekar!" panggil Bundanya. Sekar segera melepaskan pelukannya kepada Vano."Ayo, ajak Vano makan dulu!" ujar Bundanya."Iya,Bun! Ayo, Van! Teman-teman kamu tadi mana?""Sudah pulang duluan tadi! Lagi ada perlu!""Bunda masak apa tadi?" tanya Vano.Kedekatan mereka sejak SMU, membuat Vano tak sungkan lagi untuk ikut memanggil Bunda. Apalagi, sejak kecil dia sudah kehilangan Ibunya."Masak besar! Ayo, kamu makan yang banyak!""Jangan banyak-banyak!" sahut Sekar. "Biarin aja! Bunda ngizinin kok!" sahut Vano."Kalau kamu kebanyakan makan, trus gemuk, kapan punya pacarnya? Body perfect aja gak ada yang mau, apalagi kalau gemuk," ejek Sekar."Mana ada? Setiap hari makanku memang banyak dan aku rajin olahraga," sahut Vano."Sudah, jangan bertengkar terus! Ayo, makan dulu!" ujar Irma melerai keduanya."Bun, makanan sebanyak ini mau diapakan? Kan kemarin aku sudah bilang, gak usah nyiapkan makanan banyak-banyak!" ujar Sekar."Mana bisa? Namanya ngunduh mantu ya harus
BAB 17USAHA ALDI"Mana Winda?" tanya Hisyam."Winda siapa?" ujarnya tergeragap."Jangan bohong kamu! Dimana dia?" tanya Hisyam lagi. "Saya benar-benar tidak tahu!" sahut Erlangga sembari menahan rasa sakit di tangannya."Sayang ... kenapa lama sekali?" teriak Winda, lalu melangkah keluar hanya dengan melilitkan selimut."Pa—pa!" ujar Winda gugup."Ternyata, begini kelakuan kamu saat diluar?" bentak Hisyam. "Maafkan aku, Pa! Aku ....""Mau beralasan apa lagi kamu? Kamu sudah berkali-kali menghianati aku, tapi masih kumaafkan. Kali ini, aku tidak bisa memaafkan kamu lagi. Winda Amalia binti Suroso, aku jatuhkan talak satu atas kamu!" ujar Hisyam."Pa! Jangan lakukan itu! Aku mohon!" teriak Winda."Ini sudah keterlaluan. Hari ini, aku bebaskan kamu! Silahkan bersenang-senang sesuka hatimu! Agus, ayo kita pulang!" ujar Hisyam."Baik Pak!" Sambil mengeratkan lilitan selimut di tubuhnya, Winda berlari mengejar Hisyam dan bersimpuh di depannya. "Pa, aku mohon, jangan lakukan ini!" ujarn