Bab 8
RUMAH UNTUK SEKAR"Iya, kenapa? Kok, kelihatannya kaget banget gitu?" tanya Aldi heran."Gak gitu, cuma ... aku pikir dia ada saudara gitu!" sahut Sekar."Gak ada. Makanya aku masih berat lepasin dia. Secara, warisannya kan nanti jatuhnya ke dia. Aku mau porotin dulu," sahut Aldi Santai."Kamu yakin bisa dapetin semuanya?""Yakin dong! Nasha itu bucin banget sama aku!""Dia itu kan anak tunggal. Pasti, orang tuanya sangat memanjakan dia," lanjut Sekar lagi."Kalau Mamanya sih, iya! Apapun yang diinginkan Nasha, pasti dituruti! Kalau Papanya, walaupun bukan ayah kandung, dia kelihatannya juga sayang banget sih!""Nasha bukan anak kandung Papanya?""Iya, jadi waktu itu Mamanya janda saat menikah dengan Papanya yang sekarang ini," sahut Aldi."Trus, Mamanya gak punya anak lagi setelah menikah dengan Papa tirinya?""Gak punya. Dulu katanya pernah hamil sih, trus keguguran. Jadi, sampai sekarang, mereka gak punya anak. Kenapa? Kok, kelihatannya penasaran banget.""Enak ya, jadi Nasha. Walaupun hanya Papa tiri, tapi dia mendapatkan kehidupan mewah.""Gak usah iri sama Nasha. Aku akan memberikan kemewahan sama kamu. Apapun yang kamu inginkan, pasti aku berikan," rayu Aldi."Serius?""Iya, dong! Buktinya, aku sudah memberikan rumah mewah ini untuk kamu. Asalkan kamu mau sabar dan menerima walau hanya jadi istri siri!""Memangnya, kamu gak ada niat menikahi aku secara resmi?""Niat pasti ada, tapi belum bisa dalam waktu dekat. Aku harus bisa menguasai perusahaan itu dulu.""Kalau boleh tahu, perusahaan itu atas nama siapa?""Di aktanya sih, masih atas nama Papa mertua. Aku akan membujuk Nasha agar segera memindahkannya atas nama dia atau lebih baik lagi, atas namaku. Kamu mau kan, bersabar dulu?""Tentu, Sayang!" sahut Sekar."Kapan rumah ini mau ditempati?" tanya Aldi."Ntar deh, aku bicarain dulu sama Bunda!""Oke, kalau bisa secepatnya! Itu rumah lama dijual saja!""Kalau masalah itu sih, terserah Bunda saja! Udah ah, balik yuk!" ajak Sekar."Kenapa buru-buru sih? Aku masih pengen disini!" rajuk Aldi."Tangan kamu udah gak bisa dikondisikan. Takutnya malah kebablasan. Ayo!"Aldi menggeleng-gelengkan kepalanya."Hadeh … ayo deh! Punya pacar gak bisa diapa-apain! Kecut!" oceh Aldi sembari melangkah meninggalkan rumah itu.Sekar melangkah disampingnya sembari bergelayut manja di lengan kekasihnya. Dia terkikik geli."Sabar, Bos! Tinggal satu bulan!" sahut Sekar."Awas aja kamu! Kalau sudah resmi, gak akan aku lepaskan! Aku kurung kamu dikamar terus!"Sekar tertawa terbahak."Emang mau ngapain di kamar terus?" tanya Sekar."Malah mancing lagi! Mau aku praktekin sekarang?" ujar Aldi frustasi. Dia tiba-tiba menghentikan langkahnya."Jangan dong! Ampun!" sahut Sekar sembari terbahak."Kita balik kantor?" tanya Sekar setelah mobil melaju ke jalanan."Gak, kita pesan perhiasan sekalian untuk seserahan! Kamu pilih sendiri, ya!" ujar Aldi."Siap, Bos!"***"Ma, apa perusahaan gak bisa dialihkan atas nama kita?" tanya Nasha."Gak tahu ini! Mama juga bingung! Pak Pramono itu gak bisa disuap!""Kita paksa aja Papa buat tandatangan pengalihan aset," usul Nasha."Gak bisa. Mama sudah pernah coba. Pengalihan aset tidak bisa hanya bermodalkan tanda tangan Papa, tapi juga pernyataan papa secara langsung," sahut Mamanya."Yach … gak bisa dong! Mama gak bisa bujuk Papa? Masak kita dikasih rumah ini doang?""Gak bisa, Sha! Papa kamu keukeuh mau memberikan perusahaan sama anak kandungnya. Papa kamu merasa bersalah karena selama ini tidak menafkahi dia." Mama Nasha memberi penjelasan."Si Arum itu?""Iya. Makanya, dulu Papa keukeuh mencari keberadaan mereka. Untungnya, sampai sekarang belum ketemu.""Trus, apa gunanya kita ngrawat pak tua itu? Gak ada gunanya, dong!" omel Nasha."Ya … kita baik-baikin dulu lah! Semoga hatinya luluh, trus perusahaan dikasihkan ke kita. Lagian, walaupun perusahaan punya Arum, tapi kan kita yang menikmati hasilnya. Gak usah dipikirin.""Iya sih, Ma! Cuma kan, aku pengennya jadi pemilik perusahaan itu! Apalagi nanti kalau aku hamil dan punya anak. Aku kan juga perlu menjamin kebutuhan mereka," sahut Nasha."Nanti kita pikirkan lagi. Semoga saja anak itu tidak pernah muncul! Ngomong-ngomong, kamu gak pengen ikut promil gitu? Udah dua tahun lho, kamu nikah!" tanya Mamanya."Pengen sih, Ma! Cuma mas Aldi lagi sibuk banget! Ntarlah, kalau sudah agak longgar!”"Kamu gak curiga gitu sama Aldi? Dia kan, sering pulang telat! Kadang-kadang, sampai larut banget!" tanya Mamanya."Gaklah, Ma! Aku percaya sama Mas Aldi! Dia memang lembur, kok! Kadang-kadang, dia nongkrong di cafe sama teman-temannya. Sudah izin aku kok!" sahut Nasha."Ya sudah, terserah kamu! Pesan Mama, jangan terlalu percaya sama orang!""Iya, Ma!""Lagi ngomongin apa sih? Kok, kayaknya seru banget," ujar Hisyam, Papa Nasha yang tiba-tiba muncul bersama kursi rodanya. Satu tahun yang lalu, Hisyam mengalami kecelakaan hingga mengakibatkan kelumpuhan pada kedua kakinya. Beruntung, dia masih selamat. Sejak saat itu, kondisi kesehatannya semakin menurun sehingga dia tidak lagi ke kantor."Papa! Kok keluar sih? Katanya tadi pusing?" ujar Winda, istrinya, sedikit gugup."Papa bosan di kamar terus! Sekali-kali, Papa pengen jalan-jalan. Lagi bahas apa tadi?""Itu … tadi Mama nyaranin Nasha buat ikut promil. Kan, mereka sudah menikah hampir dua tahun," sahut Winda."Mama kamu benar, Sha! Kenapa gak dicoba saja?" ujar Papanya."Iya, Pa! Nanti ya, setelah Mas Aldi gak terlalu sibuk!""Memangnya dia sibuk terus?""Iya, Pa. Akhir-akhir ini, perusahaan sedang dalam masalah.""Masalah apa? Kok Aldi gak pernah cerita?""Mas Aldi kan, berangkat pagi-pagi dan pulangnya malam. Jadi, jarang ketemu Papa.""Sudahlah, Pa! Percayakan saja perusahaan sama menantu kamu! Papa jangan banyak pikiran! Nanti malah ngedrop lagi!""Papa hanya gak mau ada apa-apa sama perusahaan. Itu Papa merintisnya dari nol, lho!""Iya, Pa! Mas Aldi pasti bisa mengatasi kok!" ujar Nasha."Suruh dia menemui Papa besok pagi sebelum berangkat ke kantor!""Iya, Pa!" Sahut Nasha."Ayo, Pa! Kita balik ke kamar! Papa harus istirahat!"***"Halo, Van! Udah lama nunggu?" tanya Sekar. Sore ini, sepulang kerja Sekar punya janji temu dengan Vano."Gak, barusan kok! Gimana tadi?" tanya Vano."Beres. Rumahnya sesuai dengan keinginanku," sahut Sekar."Hebat juga laki-laki itu! Dia menggadaikan rumah mertuanya untuk membelikan kamu rumah mewah!" puji Vano.Sekar tersenyum tipis."Hebat dan bodoh beda tipis!" ejek Sekar."Dia tak bodoh, hanya terlalu bucin sama kamu!" sahut Vano."Kayak pernah ngalamin saja!" ejek Sekar. Vano tersenyum tipis."Apa rencana kamu selanjutnya?" tanya Vano.“Terima kasih karena kamu sudah menyelamatkan aku hari ini,” ujar Vano dengan mimik wajah serius. Sekar menatap menatap wajah sahabatnya tersebut dengan mimik wajah yang semakin kebingungan. “Apaan sih? Aku gak ngerti deh!” ujar Sekar lagi. Vano terkekeh geli menatap wajah wanita di hadapannya yang menurutnya terlihat lucu dan menggemaskan.“Lho, Van, dari tadi?” tanya Irma yang tiba-tiba muncul.“Bunda!” seru Vano, lalu bangkit dari posisinya dan mencium punggung tangan wanita paruh baya tersebut.“Barusan, Bun. Aku kangen sama masakan bunda, makanya main kesini,” sahut Vano seraya terkekeh.“Ayo langsung ke ruang makan. kebetulan bunda hari ini masak kesukaan kamu,” sahut Irma. “Asyik ... kayaknya bunda sudah ada feeling aku mau main nih!” ujar Vano. Dengan santai, dia menggandeng lengan wanita paruh baya tesebut menuju ruang makan meninggalkan Sekar yang masih bengong di tempatnya. Selang tak berapa lama kemudian, Sekar pun sudah menyusul mereka.***“Van!” panggil Sekar. Saat ini
BAB 39TERJEBAKVano melepaskan jasnya dan melonggarkan dasinya untuk mengurai rasa panas yang menguasai tubuhnya. Sayangnya, usaha yang dia lakukan sia-sia, tubuhnya semakin tak dapat dikendalikan. Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Airin masuk ke dalam ruangan dengan membawa secangkir minuman. Pakaian yang melekat erat ditubuhnya, ditambah lagi dua kancing yang terbuka di bagian atas membuat Vano menatapnya tanpa berkedip. Vano meneguk ludahnya kasar.“Kamu kenapa, van? Sakit?” tanya Airin. Vano tak menjawab. Pandangannya masih terfokus pada gundukan kenyal yang terlihat menantang di hadapannya. Airin tersenyum tipis penuh kemenangan, lalu dengan santainya duduk di pangkuan pria tersebut.“Wow ... aku bahkan bisa merasakannya. Mau aku bantu melepaskannya?” ujar Airin dengan gaya manjanya seraya mengusap dada Vano dengan lembut. Tubuh Vano semakin memanas. Spontan, dia meraih tengkuk wanita tersebut, lalu menyambar bibirnya dengan lumatan yang panas. Airin semakin diatas angin. Ta
BAB 38KEJUJURAN VANO“Berdasarkan bukti-bukti dan kesaksian para saksi, maka saudara Aldi Wiratama dinyatakan bersalah dengan hukuman tujuh tahun penjara.” Ketuk palu hakim, mengakhiri jalannya sidang hari ini. Aldi menghembuskan nafas lega. Meskipun dia harus mendekam dalam penjara, setidaknya hukumannya jauh lebih ringan dari tuntutan yang seharusnya yaitu dua belas tahun penjara. Nasha pun tak kuasa menahan air matanya. Kini, dia harus berjuang seorang diri membesarkan anaknya nantinya.Usai sidang selesai, Nasha menghampiri sang suami sebelum kembali di bawa lapas."Mas!" ujar Nasha lirih."Jaga anak kita baik-baik. Maaf aku tidak menemani kamu membesarkan anak kita nantinya!" ujar Aldi."Mas!" Spontan, Nasha mendekap tubuh sang suami dengan erat. Dia menangis tergugu dalam pelukan sang suami.“Aku akan membebaskan kamu, Sha. Aku tidak akan mengikatmu dalam ikatan pernikahan yang tidak sehat ini. Nasha Syakilla binti Suwito, aku ja---“ Belum selesai Aldi menyelesaikan kalimatnya
BAB 37PERMINTAAN ALDI “Saudara Aldi, anda yang ingin bertemu dengan Anda!” ujar seorang petugas sipir, lalu membuka pintu penjara. Dengan penuh semangat, Aldi bangkit dari posisinya, lalu melangkahkan kakinya. Dia mendengus dengan kesal saat tahu siapa yang datang menjenguknya.“Sayang ... bagaimana keadaan kamu?” tanya Nasha seraya memeluk tubuh sang suami. “Sha ... apaan sih?” protes Aldi seraya mendorong tubuh sang istri perlahan agar menjauh.“Mas ... kamu kenapa sih?” tanya Nasha bingung.“Gak enak dilihat petugas,” sahut Aldi cuek, lalu melangkahkan kakinya dan duduk di kursi yang telah disediakan. Nasha pun mengernyitkan dahinya heran. Namun, tak urung, dia mengikuti langkah sang suami dan duduk di hadapannya. “Kamu kenapa, Mas?” tanya Nasha.“Apanya yang kenapa?” tanya Aldi.“Sejak kemarin, kamu berubah jadi cuek,” sahut Nasha.“Biasa saja.”“Gak, aku yakin pasti ada sesuatu. Katakan, ada apa sebenarnya?” desak Nasha.“Sudah ku bilang tidak ada. Untuk apa kamu kesini?” tan
BAB 36SIDANG PERDANA‘Aku tidak rela wanita itu menguasai perusahaan. Enak saja, aku yang mendampingi Mas Hisyam hingga seperti sekarang, malah dia yang dapat warisan. Rugi dong perjuanganku selama ini!’ ujarnya dalam hati.“Maaf, Bu, untuk keperluan administrasi, saya tetap meminta pembayaran di depan!” ujar Pak Adnan.“Tentu saja, Pak! Berapa saya harus membayarnya?” tanya winda dengan gaya elegannya. Pak Adnan menyerahkan sebuah kertas yang berisi rincian dana yang harus dibayarkan. Wind amenelan ludah kasar melihat angka tersebut. Sebenarnya itu memang harga yang pantas untuk pengacara sekelas Adnan Wijaya. Masalahnya, saat ini dia sedang pailit. Uang segitu tentu saja sangat berharga untuknya.“Em ... saya akan membayarnya separuh. Untuk sisanya ... bagaimana kalau saya bayar dengan cara lain!” ujar Winda.“Maksudnya?” tanya Pak Adnan bingung. Dengan penuh percaya diri, Winda melangkah mendekati pria paruh baya tersebut seraya melepaskan beberapa kancingnya sehingga menampakkan p
BAB 35KEDATANGAN AIRINKring .... Tiba-tiba, ponsel Vano berbunyi.“Halo, Pa! Ada apa?” tanya Vano.“_____.”“Sudah, Pa. Dia ada disini sekarang,” sahut Vano smabil melirik kesal pada Airin.“____.”“Gak bisa gitu dong, Pa! Dia itu tidak kompeten!” “____.”“Tapi, Pa ....”“____.”“Iya, iya!” sahut Vano sambil bersungut-sungut. Airin mendengarkan pembicaraan mereka sambil senyum-senyum. Meski tidak tahu pasti, namun dia bisa menebak arah pembicaraan mereka.Klik. Vano memutusukan panggilan teleponnya. Dia menghela nafas panjang beberapa kali untuk menenangkan diri.“Bagaimana, Pak Vano?” ujar Airin sambil tersenyum manis. Vano merasa semakin muak.“Baiklah, kamu diterima, tapi ____.”“Yey ... terima kasih, Van!” ujar Airin gembira sambil bertepuk tangan.“Aku belum selesai bicara!” bentak Vano. Airin segera menghentikan aksinya sebelum Vano benar-benar marah padanya. “Oke, lanjutkan!” ujar Airin.“Kamu diterima, tapi, jika dalam masa percobaan selama satu bulan kinerja kamu mengece