BAB 39TERJEBAKVano melepaskan jasnya dan melonggarkan dasinya untuk mengurai rasa panas yang menguasai tubuhnya. Sayangnya, usaha yang dia lakukan sia-sia, tubuhnya semakin tak dapat dikendalikan. Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Airin masuk ke dalam ruangan dengan membawa secangkir minuman. Pakaian yang melekat erat ditubuhnya, ditambah lagi dua kancing yang terbuka di bagian atas membuat Vano menatapnya tanpa berkedip. Vano meneguk ludahnya kasar.“Kamu kenapa, van? Sakit?” tanya Airin. Vano tak menjawab. Pandangannya masih terfokus pada gundukan kenyal yang terlihat menantang di hadapannya. Airin tersenyum tipis penuh kemenangan, lalu dengan santainya duduk di pangkuan pria tersebut.“Wow ... aku bahkan bisa merasakannya. Mau aku bantu melepaskannya?” ujar Airin dengan gaya manjanya seraya mengusap dada Vano dengan lembut. Tubuh Vano semakin memanas. Spontan, dia meraih tengkuk wanita tersebut, lalu menyambar bibirnya dengan lumatan yang panas. Airin semakin diatas angin. Ta
“Terima kasih karena kamu sudah menyelamatkan aku hari ini,” ujar Vano dengan mimik wajah serius. Sekar menatap menatap wajah sahabatnya tersebut dengan mimik wajah yang semakin kebingungan. “Apaan sih? Aku gak ngerti deh!” ujar Sekar lagi. Vano terkekeh geli menatap wajah wanita di hadapannya yang menurutnya terlihat lucu dan menggemaskan.“Lho, Van, dari tadi?” tanya Irma yang tiba-tiba muncul.“Bunda!” seru Vano, lalu bangkit dari posisinya dan mencium punggung tangan wanita paruh baya tersebut.“Barusan, Bun. Aku kangen sama masakan bunda, makanya main kesini,” sahut Vano seraya terkekeh.“Ayo langsung ke ruang makan. kebetulan bunda hari ini masak kesukaan kamu,” sahut Irma. “Asyik ... kayaknya bunda sudah ada feeling aku mau main nih!” ujar Vano. Dengan santai, dia menggandeng lengan wanita paruh baya tesebut menuju ruang makan meninggalkan Sekar yang masih bengong di tempatnya. Selang tak berapa lama kemudian, Sekar pun sudah menyusul mereka.***“Van!” panggil Sekar. Saat ini
Bab 1PENGHIANATAN HISYAMTin tiiin ....Terdengar suara klakson dibunyikan panjang. Sekar bergegas menuruni tangga."Bun, Sekar berangkat dulu, ya! Sudah dijemput!" pamit Sekar."Iya, Nduk. Hati-hati!" sahut Ibunya."Bunda istirahat saja. Gak usah ngerjakan apa-apa. Biar Mbok Nah saja.""Bunda bosen, Nduk, kalo gak boleh ngapa-ngapain," sahut Ibunya."Bunda kan, baru sembuh. Jadi, gak boleh terlalu capek.""Iya, Nduk. Udah sana berangkat. Kasihan bosmu nunggu lama.""Iya, Bun. Assalamualaikum," ujar Sekar sembari mencium tangan Ibunya."Waalaikumsalam," sahut Ibunya.Sekar segera meninggalkan rumahnya. Rumah minimalis yang dibeli dari hasil catering Bundanya. "Halo, sayang! Maaf, ya, nunggunya lama!" ujar Sekar setelah masuk ke dalam mobil."Gak papa. Disuruh nunggu berapa lamapun aku siap, kok! Apapun buat kamu, sayang!""Ish ... pagi-pagi sudah gombal. Udah ah, ayo, berangkat!""Oke, sayang!"Aldi, atasan sekaligus kekasih Sekar segera melajukan kendaraannya. Aldi merupakan direkt
Bab 2RESMI BERCERAI"Tinggalkan dia. Mungkin dengan cara itu, aku bisa memaafkan kamu," sahut Irma.Hisyam tampak terkejut."Kenapa? Gak bisa?""Maaf, Ir. Apa gak bisa syarat yang lain? Dia sedang hamil. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Dia menuntutku untuk menikahinya sah secara hukum. Tolong, terima dia menjadi madumu. Aku janji, aku akan adil."Irma tak mampu menjawab. Hatinya begitu sakit. Irma meninggalkan suaminya dan memilih tidur bersama putrinya.Pagi hari, Irma tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Satu yang berubah, tak ada celotehan darinya."Bun, Arum lapar!" ujar Arum. Dia sudah bersiap untuk berangkat sekolah."Selamat pagi, anak Ayah!" sapa Hisyam. Arum tak menanggapi. Dia masih marah dengan kejadian kemarin."Disapa Ayah kok diam saja, sih?"Arum masih diam seribu bahasa. Tak habis akal, Hisyam segera menuju ruang tamu. Tak lama kemudian, dia telah kembali dengan membawa boneka beruang warna merah muda seukuran Arum."Halo, Kak Arum! Mau ma
Bab 3PINDAH KE SURABAYAPagi ini, Arum sangat bersemangat. Pasalnya, dia akan bertemu dengan sang Ayah. Dengan mengendarai sepeda motor milik Bundanya, mereka berangkat. Saat telah sampai di depan rumah tersebut, Irma menghentikan motornya.Arum segera meloncat turun. Tanpa menunggu sang Bunda sedang memarkir kendaraannya, Arum segera berlari menghampiri rumah tersebut. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti. Melihat hal itu, Irma tampak heran. Dia segera menyusul putrinya.Irma tertegun. Disana, tampak Hisyam sedang bermain ayunan dengan seorang gadis kecil seumuran Arum. Tampak wanita itu duduk di kursi tak jauh dari mereka. Mereka tampak seperti keluarga bahagia. Gadis itu tertawa riang. "Papa, ayo dorong lebih kencang!" teriak anak itu."Memangnya kamu gak takut?" sahut Hisyam."Gak dong! Aku kan pemberani!""Oke, siap-siap, ya!" sahut Hisyam.Lalu, Hisyam tampak mendorong ayunan tersebut. Anak itu tertawa kegirangan.Melihat pemandangan itu, hati Irma terasa nyeri. Irma menyent
Bab 4AKAL BULUS ALDI"Pesan dari siapa?" tanya Aldi."Ha … ow dari teman. Mau ngajak ketemuan, mumpung dia disini," sahut Sekar.Aldi mengangguk paham. Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di depan rumah Sekar. Aldi segera turun dari mobil. Dia mengitari setengah badan mobil dan membukakan pintu untuk Sekar."Silahkan, Tuan Putri!" ujarnya."Terimakasih, Pangeranku!" ujar Sekar sembari tersenyum."Mau mampir?" tambahnya"Gak deh. Lain kali saja. Males!" sahut Aldi."Kok males? Kenapa?" tanya Sekar penasaran."Ada satpamnya," jawab Aldi sembari berbisik di telinga Sekar. Mendengar hal itu, Sekar tak dapat menahan tawanya. "Ha ... aku bilangin Bunda, lho!""Jangan dong! Ntar, aku malah gak boleh ngajak kamu jalan lagi!""Habisnya ... kamu ngatain Bunda satpam," rajuk Sekar."Mau gimana lagi. Kalau di rumah kamu, aku gak boleh ngapa-ngapain. Cium kamu aja dilarang. Untungnya sayang," sahut Aldi.Sekar masih melanjutkan tertawa. Memang, saat Aldi main ke rumahnya, Bunda Sekar selalu m
Bab 5MENGGADAIKAN RUMAH"Hm … bagaimana ya ngomongnya?" ujar Aldi gelisah."Sayang, katakan saja. Kalau ada yang bisa aku bantu, pasti aku lakukan. Perusahaan itu kan, milik keluargaku. Aku tidak mau kalau sampai terjadi apa-apa," ujar Nasha berusaha meyakinkan."Apa solusinya?" tanya Nasha lagi."Menggadaikan rumah ini.""Apa?" ujar Nasha terkejut."Iya, sayang! Kita gadaikan rumah ini. Nanti, uangnya bisa untuk menyuplai perusahaan. Untuk cicilannya gak usah kamu pikirkan, aku pasti akan membayarnya," ujar Aldi berusaha meyakinkan istrinya."Duh, bagaimana, ya? Masalahnya, rumah ini kan atas nama Mama," ujar Nasha sanksi."Justru itu lebih mudah, Sayang! Kan, kamu anak Mama satu-satunya. Pasti dikabulkan," bujuk Aldi."Hm … ntar deh, aku coba bujuk Mama. Semoga Mama gak keberatan," sahut Nasha."Terimakasih, Sayang! Kamu memang yang terbaik!" ujar Aldi sembari mengeratkan pelukannya.**************************"Selamat pagi, Ma!" sapa Nasha kepada Mamanya."Pagi! Aldi sudah berangk
Bab 6SEPULUH TAHUN YANG LALUSaat itu, Sekar kelas dua belas. Seperti biasa, Bundanya sedang mengerjakan pesanan catering. Saat itu, Arum sedang bersekolah. "Lagi bikin apa, Ir?" tanya Pak Suwito yang tiba-tiba muncul di depan pintu dapur. Memang, belakang rumah Arum terhubung langsung dengan gang kecil dan hanya dibatasi oleh tembok setinggi pinggang dan pagar kecil. "Pak Suwito? Bikin kaget saja!" ujar Bunda Arum.Pak Suwito terkekeh geli sembari melangkahkan kakinya memasuki dapur. "Eh, Pak Suwito mau ngapain? Sana keluar!" usir Irma, Bunda Arum. "Saya mau nemenin kamu masak, dari pada sendirian.""Saya sudah biasa sendiri. Sana keluar! Gak enak kalau dilihat orang!" usir Bunda Arum lagi. "Ya dibikin enak saja tho!" sahut Pak Suwito santai. Irma hanya geleng-geleng kepala."Pak, tolonglah! Saya gak mau menimbulkan fitnah! Anak saya sedang sekolah! Di rumah gak ada orang!" ujar Ira lagi."Biar gak ada fitnah, bagaimana kalau kamu aku halalin saja?" ujar Pak Suwito sembari meme