Home / Romansa / Pelakor itu Adikku / Bab 159. Surat Cerai

Share

Bab 159. Surat Cerai

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2025-08-28 23:13:03

"Kita ke ruanganku." Felix menggiring Alma berjalan di sampingnya.

Sesekali Alma melirik pria itu dengan ekspresi sulit ditebak. Hatinya masih berkecamuk, kira-kira apa yang akan ditunjukkan Felix padanya? Apa sudah ada kabar dari persidangan? Sejak awal dia memang menyerahkan sepenuhnya pada pengacara.

Alma berdebar, ia sampai lupa pada tujuan utamanya, menanyakan alasan Felix menyembunyikan jabatannya.

“Masuklah,” ucap Felix lembut ketika sampai di depan ruangannya. Perlahan membuka pintu.

Alma melangkah masuk. Suasana ruangan terasa berbeda dari biasanya. Lampu meja menyala redup, dan di atas meja kerja yang rapi tergeletak sebuah map cokelat. Alma memicingkan mata, perasaannya langsung menegang.

Felix berjalan ke meja, mengambil map itu, lalu duduk di kursi berhadapan dengannya. Perlahan, ia mengeluarkan selembar kertas resmi berkop pengadilan.

“Alma,” suaranya pelan namun tegas. "Ini ... semua sudah selesai. Silakan kamu baca."

Alma menatap lembaran di tangannya ketika Fel
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Rina Novita
hahahaha,gak kak, cuma Elkan aja
goodnovel comment avatar
Gde Adona Sitha
perempuan sok kuat...
goodnovel comment avatar
Naelu Rasyida
elkan lg, trs abis ini ktmu jg sm Rein, Maira, analea, fabiyan, wkwkwk
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pelakor itu Adikku   Bab 186. Hari Bahagia

    Senja mulai turun perlahan di langit Jakarta ketika mobil-mobil mewah memasuki halaman hotel berbintang lima milik keluarga Mahesa. Gedung megah dengan lampu-lampu kristal yang menggantung di lobi seakan menyambut para tamu undangan dengan cahaya keemasan. Malam itu, hotel tersebut berubah menjadi saksi peristiwa besar, pertunangan Felix Alexander Mahesa dengan Alma Azzahra Kusuma. Sejak sore, Alma sudah tiba di rumah kediaman keluarga Mahesa yang letaknya tidak jauh dari rumahnya sendiri. Ia datang bersama beberapa kerabat yang turut mendampingi. Dari sana, rombongan bergerak bersama menuju hotel tempat acara berlangsung. Di kamar khusus yang disediakan untuk pengantin wanita, Alma sedang dirias. Rambutnya ditata anggun dalam sanggul modern yang dihiasi dengan bunga melati segar dan aksesori mutiara. Gaun kebaya modern berwarna putih gading melekat indah di tubuhnya, dipadukan dengan kain batik motif parang klasik bernuansa emas yang menjuntai anggun. Wajahnya dipulas dengan make-

  • Pelakor itu Adikku   Bab 185. Maaf yang tulus

    Kebahagiaan yang memenuhi dada Alma sejak menerima undangan pertunangannya dengan Felix semalam masih ia rasakan. Senyumnya masih sering terbit tanpa ia sadari, seakan hari-hari kelam yang ia lalui perlahan digantikan cahaya baru. Namun di sela rasa syukurnya, ada bayangan yang terus menghantui pikirannya, Nadine. Sehari sebelum pertunangan, Alma menepati niatnya untuk membesuk adiknya itu. Hati kecilnya mengatakan, apa pun yang sudah dilakukan Nadine, hubungan darah mereka tidak bisa diputus begitu saja. Walau rasa sakit akibat pengkhianatan Nadine masih membekas, Alma ingin memastikan adiknya tidak benar-benar sendirian. Ia berangkat ditemani seorang pria berjas abu-abu, pengacara Nadine, yang kini mengurus kasusnya. Di dalam mobil menuju penjara, Alma mendengarkan penjelasan dengan wajah serius. “Sidang terakhir sudah diputuskan, Bu Alma. Nadine divonis lima belas tahun penjara karena terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan yang kemarin,” ujar pengacara itu dengan nada berat.

  • Pelakor itu Adikku   Bab 184. Undangan Pertunangan

    Ruang rawat VIP itu sunyi, hanya suara detak mesin pemantau yang sesekali terdengar. Maharani berbaring di atas ranjang dengan wajah pucat, tatapannya kosong menatap langit-langit. Meski sudah dipindahkan dari ICU ke ruang rawat, keadaannya masih lemah. Orang tuanya duduk di sisi ranjang, terlihat letih sekaligus pasrah. Clara melangkah masuk perlahan. Senyum sopan ia berikan pada kedua orang tua Rani. “Selamat siang, Pak, Bu. Bagaimana keadaan Rani hari ini?” Sang ibu hanya menggeleng pelan, matanya sembab. “Masih sama, Bu Clara. Dia jarang bicara. Hanya mengangguk kalau ditanya. Kami sudah pasrah … apa pun keputusan keluarga Mahesa, kami terima. Kalau memang pertunangan ini harus dibatalkan, kami tak bisa memaksa.” Clara menarik kursi, duduk di sisi ranjang Rani. Tangannya lembut meraih tangan Rani yang terkulai lemah. “Rani … maafkan Tante, ya.” Maharani menoleh perlahan. Bibirnya bergerak, berusaha tersenyum, meski gagal. Matanya yang sendu seakan mengerti apa yang hendak disa

  • Pelakor itu Adikku   Bab 183. Makan malam yang hangat

    Tiba waktunya acara makan malam di rumah William. Alma berdiri lama di depan cermin sebelum berangkat. Tangannya sempat bergetar ketika merapikan gaun sederhana berwarna biru muda yang jatuh anggun hingga lutut. Potongannya tidak mencolok, namun memberi kesan elegan. Rambutnya ia biarkan terurai natural, hanya disematkan jepit kecil di sisi kanan. Hatinya berdebar kencang. Meski jarak ke rumah keluarga Mahesa tidak jauh, rasanya perjalanan ini seperti akan membawanya ke sebuah persimpangan besar dalam hidupnya.“Tenang, Alma … ini hanya makan malam biasa,” bisiknya pada diri sendiri. "Ya, ini hanya makan malam sebagai ucapan terima kasih karena aku sudah menolong calon menantu mereka, Maharani." Pukul tujuh malam, mobil Alma memasuki gerbang besar rumah keluarga Mahesa. Rumah megah dengan taman luas itu tampak sedikit ramai oleh tamu. Lampu-lampu gantung dari kaca kristal menyala terang, memberi kesan hangat sekaligus berwibawa. Seorang pelayan segera menyambut, mempersilakan Alma

  • Pelakor itu Adikku   Bab 182. Perubahan Drastis

    Felix menyalakan mesin mobilnya kembali, namun pikirannya masih berputar. Nama Aditya Kusuma terus memenuhi kepalanya. Itu bukan nama asing. Sosok yang dulu dihormati banyak kalangan medis dan di dunia bisnis, salah satu pendiri Permata Grup. “Alma … dia memang bukan perempuan dari kalangan biasa,” gumam Felix, setengah tak percaya. Ia melajukan mobilnya pulang. Jalanan malam yang sepi tidak membuat pikirannya tenang. Justru semakin banyak pertanyaan yang menyesakkan dadanya. Apa alasan Alma merahasiakan tempat tinggalnya? Apa karena Maharani? Sesampainya di rumah besar keluarga Mahesa, Felix langsung disambut oleh keheningan. Hanya lampu ruang tamu yang masih menyala. Ia melepas jas, menaruhnya di sandaran sofa, lalu melangkah masuk. Namun, langkahnya tertahan. Clara sudah duduk di sana, lengkap dengan gaun santainya, wajahnya masih menyisakan bekas tangis namun kali ini terlihat lebih tenang. Di sampingnya, William Kusuma duduk tegap, wajahnya tenang penuh wibawa. “Felix,” s

  • Pelakor itu Adikku   Bab 181. Rumah Aditya Kusuma

    Lorong rumah sakit yang semula riuh mulai mereda. Operasi Maharani yang menegangkan baru saja selesai, dan kini ia tengah dipindahkan ke ruang ICU untuk masa observasi. Alma masih berdiri di dekat ruang operasi, menatap tim medis yang sibuk mendorong ranjang pasien ke arah lorong panjang. Napasnya masih terengah, wajahnya tampak lelah, tapi sorot matanya tetap menyala dengan profesionalisme. Tiba-tiba, suara langkah sepatu terdengar mantap dari ujung lorong. Semua orang refleks menoleh. Seorang pria paruh baya dengan postur tegap, berjas rapi, masuk dengan wajah serius. Dia adalah William Kusuma, pemilik Majestic Hospital sekaligus figur yang jarang sekali turun langsung ke lapangan. Alma sedikit kaget, tidak menyangka sosok yang biasanya hanya ia lihat di acara resmi kini berdiri tepat di hadapannya. William mendekat, menatap Alma sejenak, lalu mengangguk singkat. “Dokter Alma,” ucapnya, suaranya berat namun tegas. “Kamu memang dokter yang hebat dan berbakat. Saya mendengar bagai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status