Share

Bab 2 Seorang Ahli

Auteur: Jovita Tantono
“Surat pengunduran diri.”

Ia menjawab jujur, tak pernah membohonginya.

Dulu dia pernah bilang, ia paling benci dibohongi orang, bahkan sekalipun kebohongan itu demi kebaikan.

Wajah Felix semakin gelap. “Mulai sekarang, siapa pun yang menyerahkan surat pengunduran diri, langsung serahkan ke bagian HR. Jangan lakukan hal-hal yang bukan tanggung jawabmu. Kalau kamu terlalu senggang, lebih baik temani nenekmu saja.”

Diiringi suara pintu yang dibanting keras, senyum di wajah Adeline pun runtuh sedikit demi sedikit. “Felix, ini surat pengunduran diriku.”

Pukul enam sore.

Adeline ikut Felix menuju rumah Keluarga Valencia. Begitu mobil baru berhenti, Valencia sudah berlari ke arah mereka sambil menggendong anjing putihnya. Tatapan penuh suka cita dan malu-malu tertuju pada Felix. Namun anjing dalam pelukannya tampaknya tak menyukai Felix sama sekali, menggonggong keras padanya tanpa henti.

“Choko, jangan ribut. Ini Ayah,” suara Valencia membuat sudut bibir Adeline sedikit berkedut. Ia diam-diam melirik Felix.

Ia tidak menyukai hewan peliharaan seperti anjing atau kucing, karena ia alergi terhadap bulu mereka.

Namun di detik berikutnya, Felix justru mengulurkan tangan dan mengetuk kepala si anjing. “Choko jangan ya? Lain kali kalau galak lagi ke aku, suruh mama kamu kirim kamu pergi.”

Adeline terpaku di tempat, menatap tangan yang mengetuk kepala anjing itu. Hatinya tiba-tiba seperti disiram air lemon, asam, getir, dan dingin.

Dulu ia pernah memelihara seekor kucing, bahkan dikurung di kandang. Tapi karena Felix alergi, ia menyuruhnya menyerahkan kucing itu ke orang lain.

Kini dia justru berbicara pada anjing milik Valencia, bahkan menyentuhnya.

Ternyata, alergi pun bisa sembuh ketika berhadapan dengan orang yang disukai.

“Felix, orang tuaku sedang menunggu di dalam,” kata Valencia. Ia belajar tari, tubuhnya ramping dan lentur, bahkan nada bicaranya serta tatapannya pun penuh kelembutan.

Gadis manis dan lembut seperti itu, siapa yang tak akan menyukainya?

Sebagai sesama wanita pun, Adeline tak bisa menahan diri untuk tidak meliriknya lebih lama.

Keduanya berjalan mesra berdampingan ke dalam. Sementara di belakang mereka, Adeline dan sopir membawa kotak-kotak hadiah besar dan kecil.

Pertemuan kali ini tak lain untuk membicarakan detail pernikahan antara kedua keluarga. Adeline duduk di sisi ruangan, memegang buku catatan dan mencatat dengan cepat dan rapi.

Profesional dan berdedikasi.

“Itu saja yang bisa kami pikirkan,” kata Ayah Valencia saat Adeline sudah mencatat satu buku penuh.

Namun Ibu Valencia masih belum tenang, dan kembali bertanya, “Nona Adeline, sudah dicatat semua? Tak ada yang terlewat, kan?”

“Mama, jangan khawatir. Mama sih belum pernah dengar pepatah orang-orang, Felix mudah dicari, tapi Adeline susah dicari?” Ia menoleh dan tersenyum pada Adeline.

“Asisten Adeline memang sangat luar biasa, itu sebabnya bisa bertahan di sisi Felix selama bertahun-tahun.”

Selesai bicara, ia menggandeng lengan Felix dan menggoyangnya manja. “Iya, kan, Felix?”

“Asisten Adeline bekerja sangat teliti, Paman dan Bibi tak perlu khawatir,” sahut Felix, melirik sekilas pada Adeline. Pandangan itu tenang dan tak terlihat emosi, namun sudah cukup menjadi peringatan, peringatan agar ia tidak melakukan kesalahan.

Seperti yang dikatakan Valencia, Adeline sudah bersamanya selama bertahun-tahun. Dari urusan besar hingga kecil, baik profesional maupun pribadi, semua diurus Adeline sendiri. Tak pernah sekalipun ada kesalahan.

Semua orang boleh meragukannya, tapi Felix seharusnya tidak.

Terlebih lagi, kenapa harus memperingatkannya?

Hati Adeline yang sudah lama tak hangat, kini menjadi semakin dingin.

“Felix, bagaimana kalau nanti saat pernikahan, Asisten Adeline jadi pendamping pengantin wanita?” Valencia seperti biasa bertindak sesuka hati, menatap Adeline sambil tersenyum manis. “Asisten Adeline, kau bersedia?”

Adeline teringat jadwalnya hari itu. “Maaf, hari itu saya tidak ada waktu.”

“Felix...” Valencia merengek manja pada Felix. “Hari itu jangan beri tugas lain pada Asisten Adeline, biarkan dia pakai gaun pendamping dan berdiri di sisi kita, jadi saksi kebahagiaan kita.”

Membunuh sampai ke hati, Valencia memang ahli dalam hal itu.

Kelihatan polos dan tidak berbahaya, tapi diam-diam sudah mengangkat pisau dan menebas lawannya, Adeline, sang saingan cinta.

Dalam perjalanan pulang, Adeline diam saja tanpa berkata sepatah pun. Felix tampak lelah, memijat-mijat pelipisnya.

Mobil akhirnya tiba di Apartemen The Grandview. Adeline dengan nada profesional dan sopan berkata, “Selamat malam, Tuan Felix.”

“Aku alergi. Carikan salepku,” kata Felix sambil melepas dasi. Di lehernya, di sekitar jakun, mulai tampak titik-titik merah.
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 100 Katanya Aku Sudah Tidur dengan Banyak Pria

    Di belakang Adeline adalah meja hidangan penutup. Ia tak sempat menghindar dan memang tak bisa sembarangan bergerak. Kalau sampai menabrak meja itu, harga dirinya bisa jatuh.Tubuh Valencia menimpanya secara langsung. Bahkan dia sempat berteriak kecil, membuat semua mata di ruangan langsung beralih menatap ke arah mereka.Meski tubuhnya menimpa Adeline, kekuatan Valencia sebenarnya tidak besar. Adeline langsung sadar, ini adalah trik terakhirnya setelah cara halus maupun kasar gagal. Sekarang mulai main licik. “Valencia, kamu benar-benar tak tahu malu.”“Tak ada pilihan, siapa suruh kamu tidak kerja sama?” meski dihina, wajah Valencia masih penuh kepuasan.Adeline mendorongnya, “Seperti plester murahan.”“Ada apa ini?” suara Stella terdengar lebih dulu saat ia datang menghampiri.Belum sempat Adeline menjawab, Valencia sudah lebih dulu berdiri sambil memijat pelipis, “Maaf, Nyonya Brown. Tadi aku tiba-tiba merasa pusing, untung saja Nyonya Muda Brown sempat menolongku.”Penjelasan Vale

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 99 Silakan, Nyonya Galvin

    Valencia tak berani, juga tak bisa.Tujuannya datang ke sini hari ini, ia sangat paham. Hanya saja Adeline benar-benar membuatnya emosi, hingga hilang kendali sesaat.Valencia diam-diam mengatur napasnya. Wajah yang tadi dipenuhi amarah kini diganti dengan senyum palsu, “Nyonya Brown, jangan salah paham. Aku hanya ingin sedikit lebih akrab, supaya orang lain tak melihat kita saling berseteru.”Ucapannya menyentuh titik yang tepat. Meski para nyonya dan sosialita di acara ini tampak ramah dan penuh senyum di depan mereka, siapa tahu apa yang dibicarakan di belakang. Mereka pasti sibuk mengarang cerita tak senonoh tentang dua wanita yang pernah berhubungan dengan pria yang sama.Bagaimanapun juga, dua wanita yang pernah terlibat dengan satu pria akan cukup bagi mereka untuk membayangkan seribu satu kisah liar tanpa batas.Valencia memberi dirinya sendiri jalan keluar yang sopan, namun Adeline tak memberinya muka sama sekali. Ia hanya menanggapi dengan senyum sinis, “Nyonya Galvin, aku pa

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 98 Karena Aku Bisa Menenggelamkan Cahayamu

    Mengikuti arah pandangan Stella, Adeline melihat sosok yang dikenalnya, Valencia.Ucapan Stella barusan membuat Adeline tersenyum geli, hatinya pun terasa hangat.Kebanyakan ibu mertua pasti menyimpan keberatan terhadap masa lalu menantu mereka, terlebih jika berkaitan dengan wanita lain dari hubungan suaminya. Tapi Stella tidak seperti itu. Ia bahkan mengingatkan Adeline agar berhati-hati terhadap mantan kekasih suaminya.Stella menarik lengan Adeline sedikit dan berbisik pelan, “Perempuan itu begitu datang langsung sibuk cari perhatian.”Wajah Stella penuh dengan rasa tak suka yang tak ditutupi sedikit pun.“Mama, aku tahu kok. Tenang saja,” Adeline merespons santai sambil mengedipkan mata genit.“Kalau ada yang berani macam-macam sama kamu, langsung datang ke Mama. Mama akan membelamu,” ucap Stella mantap. Panggilannya yang terus-menerus menyebut “Mama” itu, secara tak terduga, mengisi kekosongan yang sejak lama ada dalam hati Adeline.“Pergilah, makanannya di sini cukup enak hari i

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 97 Ditimpa Keberuntungan

    “Edric, akhir-akhir ini cukup uang nggak?”Besoknya di pagi hari, saat Edric baru bertemu Leo, ia langsung dilempar pertanyaan seperti itu.Edric sempat melongo, belum sempat merespons, Leo sudah menyusul dengan ucapan, “Mulai bulan ini, gajimu naik dua kali lipat. Tambahan liburan sepuluh hari dengan gaji penuh di akhir tahun.”Apa?Edric merasa seperti sedang berhalusinasi. Apa yang sudah dia lakukan sampai tiba-tiba ditimpa keberuntungan sebesar ini?“Kenapa? Masih kurang puas?” suara datar Leo bikin Edric langsung siuman.“Terima kasih, Tuan Leo,” Edric buru-buru mengucapkan terima kasih meski masih bingung tak karuan. Dalam hatinya bertanya-tanya, sebenarnya apa yang membuatnya dapat bonus segila ini?“Bukan ke aku, tapi terima kasihnya ke Nyonya,” Leo menjelaskan sambil lalu.Namun hingga akhir hari, Edric tetap tidak menemukan jawaban. Ia yakin dirinya nggak merasa pernah melakukan sesuatu yang berarti untuk Nyonya. Tapi kalau bos sudah bilang, ya catat saja dalam hati.Akhir pe

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 96 Semoga Kau Bisa Sepenuh Hati

    Keluarga Brown.Unit besar yang ada tepat di seberang apartemennya.Dan sekarang, sebuah rumah bergaya taman pribadi.Apakah Leo ingin mengurungnya dengan rumah-rumah ini?“Leo, kamu sepertinya lupa kalau pernikahan kita hanya untuk tiga bulan, dan sekarang bahkan kurang dari tiga bulan lagi,” ujar Adeline mengingatkan.Leo yang masih setengah mengantuk hanya menjawab dengan malas, “Bukankah masih dua bulan dan dua belas hari?”Dia bahkan mengingat tanggalnya lebih jelas daripada dirinya.“Kalau kamu tahu, kenapa repot-repot melakukan semua ini?” Rumah ini, mulai dari taman kecil hingga interiornya, semuanya dibangun sesuai seleranya.Leo bahkan tahu ukuran pakaiannya dengan tepat, jadi Adeline tidak heran dia bisa menebak apa yang disukainya.Apa yang dia sukai belum tentu disukai orang lain. Ketika mereka berpisah nanti, rumah ini jelas akan berpindah tangan. Pada saat itu, dia harus merenovasi ulang, dan itu jelas merepotkan.Tapi yang membuat Adeline cemas adalah sikap Leo. Ia teru

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 95 Nyonya Brown, Pinggangku

    “Temani aku keliling sebentar!”Dengan satu kalimat itu, Leo sukses menyeret Adeline keluar dari Sanatorium hingga sampai di gerbang depan.Mobil mencolok dan penuh gaya yang sempat dipuji oleh Brilliant masih terparkir di sana dengan sikap arogan. Leo melingkarkan lengannya di pinggang Adeline, melirik mobil itu lalu melirik Adeline, “Aku bilang kan, mobil ini cocok sama kamu, tapi rasanya masih kurang sedikit. Untuk sekarang, kita pakai ini dulu. Nanti kita pilih yang lebih bagus lagi.”Jadi... mobil ini hadiah darinya?Adeline sempat tertegun. Ia tak menyangka. Mobilnya yang lama sebenarnya masih bisa dipakai setelah diperbaiki, tidak perlu beli yang baru.Tapi mobil ini sudah ada di depan matanya, menolak pun hanya akan membuang energi. Lagi pula, barang-barang dari Keluarga Brown sudah terlalu banyak ia terima. Pada akhirnya toh semua tak akan ia ambil. Jadi satu tambahan ini pun tak ada bedanya.Begitu seseorang mulai berpikir lebih ringan, banyak hal pun jadi lebih sederhana dan

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status