Home / Romansa / Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan / Bab 3 Siapa Bilang Kamu Tersingkir

Share

Bab 3 Siapa Bilang Kamu Tersingkir

Author: Jovita Tantono
“Tuan Felix, lebih baik panggil dokter saja!” Adeline menolaknya.

Untuk pertama kalinya, dari mulutnya terdengar sebuah “tidak” yang ditujukan padanya.

Alis Felix yang sudah mengerut, kini mengerut lebih dalam. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung mencengkeram pergelangan tangan Adeline dan menyeretnya masuk ke dalam apartemen. Saat mereka melangkah masuk, pintu dibanting tertutup dengan keras.

“Adeline, jangan kira aku tak bisa lihat kamu sedang marah,” ucap Felix dingin menatapnya.

Ternyata dia tahu.

Tapi tetap saja, dia tega menyakitinya.

Hati Adeline terasa perih, seakan ada air lemon yang tiba-tiba pecah dalam dadanya, mengalir perlahan dan akhirnya menggenang hingga ke ujung hidung. “Felix, kamu sudah tidur denganku selama tujuh tahun, sekarang kamu malah mau menendangku keluar tanpa sepatah kata pun, sementara aku tak boleh merasa tersinggung sedikit pun?”

Dia akan bersama Valencia, tapi tak ada sepatah pun pemberitahuan pada Adeline. Bahkan jika dia hanya dianggap sebagai selingkuhannya, jika dia ingin menikah dan tak membutuhkannya lagi, setidaknya beri tahu dia.

Tapi Felix tidak melakukannya. Dia justru bermesraan dengan Valencia di depan matanya, seolah Adeline hanyalah seorang asisten biasa.

“Siapa bilang kamu tersingkir?” Felix merasa sangat tak nyaman, ia menarik paksa bagian kerah bajunya, suara kancing-kancing yang tercabut jatuh ke lantai hingga membunyikan suara nyaring. Kemejanya pun terbuka, memperlihatkan dadanya yang penuh bercak merah akibat alergi.

Selama beberapa tahun ini, Adeline sudah beberapa kali melihatnya alergi, dan tahu betul betapa menderitanya dia saat ini.

Meski suara hatinya terus berteriak agar tidak peduli, bahwa pria ini tak ada hubungan lagi dengannya, namun ia tetap tak tega melihatnya kesakitan. Ia akhirnya pergi mengambil salep dan kembali mendekat.

Namun tangannya, bersama tabung salep itu, langsung digenggam oleh tangan Felix yang panas membara. “Adeline, aku tak pernah bilang tak menginginkanmu. Dan kamu pun bilang tak akan meninggalkanku. Kita berdua tak boleh melupakan kata-kata itu.”

Ternyata dia masih ingat kata-kata itu. Adeline pikir dia sudah melupakannya.

Dulu, setelah ia membawanya pulang ke rumah, ia tergoda oleh ketampanan pria itu. Saat itu mereka tinggal di kontrakan sempit, dan selain makan, sisanya hanya tidur dan bercinta. Sampai akhirnya, keduanya benar-benar kehabisan uang.

Felix pun pergi menjadi boneka badut untuk mencari uang. Saat itu musim panas terik, dia mengenakan kostum panda besar, menarik perhatian anak-anak di jalanan demi mendapat pesanan. Uang yang dia dapatkan dipakai untuk membelikan Adeline makanan dan minuman. Sampai suatu hari, dia pingsan karena saking panasnya.

Saat itu Adeline bertanya, kenapa dia nekat seperti itu. Tapi pria itu berkata “Aku tidak bisa membiarkan wanita yang kucintai hidup menderita bersamaku.”

Satu kalimat itu mencuri habis hatinya, membuatnya rela mengikutinya selama tujuh tahun tanpa menoleh ke belakang.

Adeline mengakui bahwa selama tujuh tahun ini, Felix telah memberinya segala kelembutan dan kebaikan. Bahkan ketika teman-temannya meragukan cinta Felix padanya, dia dengan lantang membela, “Felix seumur hidupnya tak akan menikah selain denganku.”

Namun kenyataan selalu keras dan suka menampar. Pada akhirnya, Felix tetap akan menikahi wanita lain.

“Felix, kamu bahkan sudah mau menikah, apa kata-katamu ini tidak keterlaluan?” Mata Adeline menatapnya, lampu menyinari pupil matanya, membuat air mata di sudutnya berkilau seperti pecahan kristal.

“Adeline, yang benar-benar ingin kunikahi adalah kamu.” Felix mengangkat satu tangannya, menyentuh wajahnya dengan lembut. “Sedangkan kenapa aku harus menikahi Valencia, kamu akan tahu saat hari pernikahan tiba.”

“Adeline, kamulah yang menemaniku melewati masa-masa paling kelam dalam hidupku. Tak ada seorang pun yang bisa menggantikanmu.” Tatapan mata Felix dalam dan pekat seperti malam tanpa ujung.

“Adeline, kamu harus percaya… hubunganku dengan dia hanya sandiwara belaka. Kapan pun itu, percayalah bahwa yang kucintai adalah kamu.” Felix mengecup lembut tangan Adeline. “Percayalah padaku, ya?”

Namun dia tak akan mempercayainya.

Jika dia benar-benar ingin menikahinya, dalam tujuh tahun saat dia sukses dan berjaya, dia pasti sudah melakukannya sejak lama.

“Felix…” Kata-kata Adeline tertahan di ujung lidah, belum sempat terucap, tiba-tiba ponsel Felix berdering.

Ponsel itu tergeletak di sofa, dan Adeline langsung melihat nama penelepon. Itu telepon dari sanatorium.

Gawat! Ponselnya tertinggal di mobil, dan telepon ini pasti untuknya. Pasti ada sesuatu yang terjadi pada neneknya.

Adeline cepat-cepat mengambil ponsel itu dan menjawabnya, “Halo, saya Adeline… baik, saya segera ke sana…”

Begitu telepon ditutup, Adeline menoleh ke arah Felix. Dalam telepon, neneknya memanggil-manggil ingin bertemu Felix. Tapi sekarang, ia tak tahu… apakah dia masih perlu mengajaknya ikut bersamanya atau tidak.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
PNsalsyabila
Kalo nggak jadi murahan ya jadi begok ato dua2x skalian
goodnovel comment avatar
PNsalsyabila
Teman tidur ternyata, yah didunia ini kata cinta memang bisa bikin orang jadi murahan
goodnovel comment avatar
Kinanty Prihasto
cewenya terlalu naif,tidak punya HARGA diri. rela hidup bersama 7 tahun hanya jadi pemuas nafsu!
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 411 Sekarang Dia Punya yang Lebih Baik

    “Urusan Keluarga Stefani tak mendesak sampai harus diselesaikan hari ini. Mereka punya fondasi yang kuat, tidak akan goyah begitu saja.” Leo menarik Adeline untuk duduk di sampingnya.“Sekarang yang terpenting, kamu selesaikan dulu pekerjaan di sini. Besok pagi kita langsung pulang.” Mendengar itu, Adeline menghela napas pelan, lalu menyalakan laptop dan kembali bekerja.Leo tahu kapan harus diam. Ia hanya menemani di sisi, sesekali menyodorkan segelas air hangat.Adeline menutup mata sejenak, menikmati perhatiannya, lalu tiba-tiba bertanya,“Menurutmu... bagaimana kelanjutannya antara Frans dan Tias?”Leo menatapnya dengan sudut mata. “Kenapa tiba-tiba tertarik membahas itu?”“Aku hanya merasa... Tias memang agak manja, tapi dari tatapannya, dia tulus. Dia tidak punya niat buruk, hanya terlalu menyukai Frans.”Leo mengangkat alis. “Kamu cukup memperhatikan dia, ya.”Adeline tersenyum samar. “Mungkin karena... aku melihat bayangan diriku yang dulu padanya.”Gerakan Leo seketika terhent

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 410 Tatapan yang Menyingkap Rahasia

    Orang sering berkata, ketika menyukai seseorang, mulut bisa berbohong, tapi mata tak akan pernah menipu. Dan kini, tatapan Frans adalah bukti paling jelas.Tias tertawa sinis. Emosinya memuncak hingga suaranya bergetar.“Kalau memang cuma urusan bisnis,” ujarnya tajam, “Lalu apa penjelasanmu soal album kliping di laci ruang kerjamu? Setiap kali ada wawancara Adeline di majalah ekonomi, kau selalu gunting dan simpan sendiri, bukan?”Mendengar itu, wajah Frans langsung berubah. Ia menoleh dengan cepat, menatapnya tajam. “Kau menggeledah barang-barangku?”“Aku hanya…” Tias terkejut oleh tatapan tajamnya dan refleks mundur selangkah. Tapi segera ia merasa dirinya tak bersalah, lalu menegakkan tubuh lagi.“Kemarin aku ke rumahmu untuk mengantar barang, ibumu yang memintaku menunggu di ruang kerja, bukan aku yang sengaja mencari!”Adeline dengan cepat menangkap ketegangan yang kian menebal di antara mereka, dan segera memutuskan untuk menengahi. “Pak Frasn, sepertinya hari ini bukan waktu ya

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 409 Saingan Cinta yang Tiba-tiba

    Di aula pesta, Adeline tengah berbincang pelan dengan Leo tentang urusan Keluarga Stefani.“Ternyata kau Adeline, ya?” Suara seorang gadis muda yang manja tiba-tiba terdengar dari belakang mereka.Adeline menoleh, melihat seorang gadis bergaun merah muda berdiri di depannya. Gadis itu sedikit mendongakkan dagu, menatapnya dengan sorot mata penuh penilaian.“Ada perlu?” tanya Leo dengan nada dingin, tubuhnya tanpa sadar sedikit bergeser, berdiri di depan Adeline untuk melindunginya.Gadis itu meliriknya sekilas, lalu mendengus pelan. “Hmph, aku bukan mencarimu.”“Aku Adeline,” ujar Adeline dengan tenang. “Dan kamu?”“Aku tunangan Frans, Calon Nyonya Muda Keluarga Slamat, Tias Solastika.”Saat memperkenalkan diri, Tias mengangkat dagunya sedikit lebih tinggi. Nada suaranya sarat dengan permusuhan yang tak disembunyikan.Melihat gaya menantang yang begitu terang-terangan, Adeline langsung paham. Ia ingin tertawa, jadi ini maksud kedatangannya, untuk “menandai kepemilikan”.Namun Adeline t

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 408 Tak Bisa Menjadi Orang yang Tak Berperasaan

    “Keluarga Stefani? Keluarga konglomerat itu?”“Ya, benar. Kudengar mereka kolaps. Utang menumpuk, dana beku di mana-mana. Selama ini kemewahan mereka cuma topeng belaka...”Hati Adeline seolah tenggelam. Ia segera menoleh pada Leo. “Keluarga Stefani bermasalah?”Leo mengerutkan kening. “Aku belum dengar apa pun.”Adeline tak sempat menjawab. Ia bergegas menuju teras luar aula dan menekan nomor Adelia di ponselnya.“Tut... Tut...”Nada sambung berdering cukup lama, namun tak seorang pun menjawab.Perlahan, kecemasan mulai merayap di dada Adeline. Ia menatap layar ponsel yang tetap gelap, lalu menarik napas dalam-dalam dan kembali ke aula dengan langkah tergesa.“Telepon Adelia tak bisa dihubungi,” katanya dengan suara rendah pada Leo. “Benarkah kabar tentang keluarganya?”Leo tidak terkejut, hanya mengangguk pelan. “Ya.”Adeline langsung menangkap ketidakwajaran dalam nada suaranya. “Kapan kamu tahu?”“Masalah arus kas Keluarga Stefani sudah berlangsung lebih dari setengah tahun,” jelas

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 407 Wajar Jika Ingin Menunjukkan Kepemilikan

    Leo mengernyit. “Apa yang tidak benar?”“Lihat dari raut wajahmu, sepertinya masalahnya tidak sesederhana itu.” Adeline menatap dalam ke matanya, seolah ingin membaca sesuatu dari sana.Leo tersenyum tipis, berusaha terlihat santai. “Tentu saja tidak sederhana. Dokter bilang meski dia sudah sadar, cedera otaknya cukup rumit, butuh waktu panjang untuk rehabilitasi.”Ia melontarkan beberapa istilah medis sembarangan, mencoba mengaburkan keadaan sebenarnya.Adeline tidak menaruh curiga, hanya mengangguk mengerti. “Yang penting dia sudah sadar. Dokter dulu bilang peluangnya hampir nol, jadi sekarang bisa bangun saja sudah keajaiban. Nanti pasti bisa pulih perlahan.”Melihat senyum lega kembali ke wajahnya, Leo tak melanjutkan topik itu lagi. Ia hanya menariknya ke dalam pelukan, dagunya bertumpu di puncak kepalanya. Dalam bayangan yang tak bisa dilihat Adeline, tatapan matanya menjadi suram.Ia menyembunyikan sebagian kebenaran.Dalam panggilan tadi, Stella sebenarnya juga mengatakan bahwa

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 406 Gangguan di Saat yang Tak Tepat

    Leo menurunkannya perlahan ke atas ranjang, lalu menundukkan tubuhnya, kedua tangannya menahan sisi kepala Adeline, sepenuhnya mengurungnya di bawah tubuhnya.Tatapan mata hitamnya menelusuri wajahnya, di kedalamannya berpendar kilatan merah panas...Melihat gelagatnya yang tampak akan benar-benar melanjutkan, Adeline segera menahan dadanya dengan tangan, panik berkata, “Leo, jangan... aku masih harus... file-ku belum...”Ia menundukkan kepala perlahan, suaranya berat dan rendah, membawa nada berbahaya yang dalam. “Nyonya Brown, tahu tidak... mulut kamu ini... benar-benar perlu diajari belajaran.”Begitu kata itu meluncur, bibirnya pun sudah menekan miliknya.Ciuman Leo begitu dalam dan mendesak, panasnya membuat Adeline nyaris kehilangan napas. Ujung jarinya menyusuri pinggangnya, gerakannya lambat namun penuh penguasaan, setiap sentuhan menimbulkan getar halus yang menjalar ke seluruh tubuh.Adeline terperangah dalam napas yang berantakan, kedua tangan yang semula mendorong kini tak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status