Home / Romansa / Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan / Bab 1 Aku Menunggumu Tujuh Tahun

Share

Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan
Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan
Author: Jovita Tantono

Bab 1 Aku Menunggumu Tujuh Tahun

Author: Jovita Tantono
Saat Adeline selesai menulis surat pengunduran dirinya, ia mendongak menatap ke luar jendela. Di layar elektronik raksasa di seberang jalan, kabar pernikahan Felix dan Valencia Quinn sudah diputar berulang selama tujuh hari penuh.

Semua orang berkata Felix mencintai Valencia setengah mati, tapi tak ada yang tahu bahwa Adeline telah menemani Felix selama tujuh tahun penuh.

Dari usia delapan belas hingga dua puluh lima, masa terbaik dalam hidupnya telah ia berikan kepada pria itu.

Namun kini, pria itu justru akan menikahi wanita lain. Maka sudah sepatutnya ia mengundurkan diri dari kehidupannya.

Di hari pernikahan itu, di dunia milik Felix, tak akan ada lagi Adeline.

Adeline menarik kembali pandangannya, melipat surat pengunduran diri itu, dan memasukkannya ke dalam amplop putih. Pada saat bersamaan, pintu kantor terdorong dari luar.

Felix melangkah masuk. Kemeja hitam dengan kerah sedikit terbuka, celana panjang berwarna senada membungkus sepasang kaki jenjang, langkahnya penuh percaya diri, aura angkuhnan terhormat begitu mendominasi.

Adeline masih ingat pertama kali ia melihat pria itu, juga sedang mengenakan kemeja hitam, duduk di sudut bar sambil minum, tampak seakan anjing kehilangan rumah.

Saat itu keluarganya baru bangkrut, bahkan uang untuk minum pun ia dapat dari menggadaikan jam tangannya.

Adeline menebus jam itu, dan juga membawa pria itu pergi bersamanya.

Tapi naga, sekalipun jatuh ke lumpur, tetap mampu terbang menembus langit. Belakangan, Felix bangkit kembali dan menjadi pria terpandang di ibu kota seperti sekarang.

“Kenapa kau tak membalas pesanku?” Tatapan angkuh Felix jatuh ke amplop di tangan Adeline.

Adeline mencengkeram amplop itu dan menunjuk ke luar jendela. “Sedang menonton video promosi pernikahanmu dengan Nona Adeline.”

Tatapan Felix sedikit menggelap. “Video itu kan kamu sendiri yang menyusun naskahnya, masih ada apa yang perlu ditonton?”

Benar. Naskah video pernikahan itu disusun olehnya sendiri. Setiap foto Felix dan Valencia, setiap momen manis mereka, bahkan setiap kalimat cinta yang ditampilkan, semua ia pilih sendiri dan tulis dengan tangannya sendiri.

Saat itu, kata-kata Felix padanya adalah “Adeline, urus ini sendiri. Valencia tidak akan tenang kalau orang lain yang mengerjakannya.”

Felix dan Valencia memang baru bersama tiga bulan belakangan, tapi cinta mereka sudah dimulai sejak masa sekolah.

Sayangnya, tujuh tahun lalu Valencia pergi ke luar negeri, Keluarga Galvin bangkrut, dan pasangan sempurna itu pun berpisah.

Tiga bulan lalu, Valencia kembali ke tanah air bersama keluarganya. Felix segera memperbarui hubungan lama mereka, bahkan melamarnya secara terbuka.

Adeline telah bersamanya selama tujuh tahun. Orang-orang di sekeliling mereka yakin bahwa Felix pasti akan menikahinya. Bahkan Adeline sendiri pun percaya. Bahkan ketika tiga bulan lalu Felix memintanya memilih cincin, ia memilih berdasarkan ukuran jarinya sendiri.

Namun di tengah malam penuh kembang api yang menerangi seluruh kota, Felix berkata padanya, “Adeline, berikan cincinnya padaku.”

Ia menerima cincin yang telah Adeline pilih dengan hati-hati, lalu berlutut di hadapan Valencia dan menyematkannya ke jari wanita itu.

Di tengah cahaya kembang api yang gemerlapan, Adeline mendengar Felix berkata kepada Valencia, “Aku telah menunggumu tujuh tahun, lebih dari dua ribu lima ratus hari dan malam. Tidak ada hari di mana kamu benar-benar ada, tidak ada hari yang terbebas dari bayanganmu.”

Saat itu juga, hati Adeline meledak seperti kembang api di langit, hancur berkeping-keping dan mustahil untuk disatukan kembali.

Dua ribu lima ratus hari dan malam yang disebut-sebutnya milik Valencia. Lalu selama dua ribu lima ratus hari dan malam itu, siapa yang menemaninya bekerja? Siapa yang ia panggil saat mabuk? Siapa yang ia peluk saat tidur? Apa semua itu tak berarti?

Pertanyaan itu tak pernah ia lontarkan.

Karena pernikahan Felix dan Valencia sudah menjadi jawaban yang paling telak. Tujuh tahun pendampingan tak sebanding dengan cinta pertama yang bersemi di masa muda.

Terlebih lagi, selama tujuh tahun itu, pria itu tak pernah memberinya janji apa pun.

Sejak awal hingga akhir, semua harapan itu datang dari dirinya sendiri. Dan kini, ketika semuanya pupus, bukan salah Felix.

Adeline menyingkirkan segala pikiran yang berkecamuk, menatap tenang pria yang telah ia cintai selama tujuh tahun. “Ada yang perlu saya siapkan, Tuan Felix?”

“Nanti malam ikut aku ke rumah Keluarga Quinn. Kamu tahu harus siapkan hadiah apa,” ujar Felix dengan nada formal.

“Baik.” Adeline adalah asistennya, dan seorang asisten harus siap memenuhi segala permintaan.

Tatapan Felix menyapu wajahnya, merasa ada yang ganjil. “Adeline, kau…”

Baru mengucapkan dua kata, ia sudah terdiam. Karena ia sendiri tak bisa menjelaskan perasaan itu.

“Akhir-akhir ini kau jarang tersenyum,” akhirnya Felix berkata demikian.

Betapa langkanya seorang Felix yang tengah tenggelam dalam cinta terhadap Valencia, masih sempat menyadari bahwa ia sudah tak tersenyum lagi.

Adeline langsung menarik sudut bibirnya membentuk senyum profesional yang sempurna. “Maaf, saya akan lebih perhatian ke depannya, Tuan Felix.”

“Adeline,” Felix memanggilnya pelan. “Jabatan asisten khusus presiden ini tidak akan berubah karena apa pun. Tahun depan, aku akan promosikanmu jadi wakil direktur.”

Dari seorang sekretaris kecil, menjadi asisten pribadi presiden, lalu calon wakil direktur. Itulah peningkatan status yang diberikan Felix kepadanya selama tujuh tahun terakhir. Tapi ia tak pernah tahu, bahwa yang Adeline inginkan bukanlah jabatan.

Yang ia inginkan hanyalah menjadi Nyonya Galvin.

Namun itu hanyalah sebuah ilusi indah yang kini menguap tanpa jejak.

“Baik,” jawab Adeline sambil tersenyum, menerima janji itu.

Selama tujuh tahun ini, apa pun yang pria itu berikan, ia terima sepenuhnya. Dan apa yang tidak diberikan, ia tak pernah meminta.

Namun entah kenapa, perasaan tak nyaman di hati Felix justru semakin menguat. Tatapannya pun mengeras. “Dengan syarat, jangan sampai ada kesalahan apa pun. Terutama di hari pernikahan.”

“Tuan Felix tenang saja. Saya akan berusaha semaksimal mungkin memberikan Anda dan Nona Valencia sebuah pernikahan yang sempurna,” janji Adeline.

Felix menatapnya lekat-lekat selama beberapa detik, lalu berbalik. Sudut matanya sekilas menangkap amplop putih di tangan Adeline, langkahnya tiba-tiba terhenti. “Apa yang kamu pegang itu?”
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Aluh Alvrida
as ku suka ceritax
goodnovel comment avatar
Angela Daely
menarik dan penasaran
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 411 Sekarang Dia Punya yang Lebih Baik

    “Urusan Keluarga Stefani tak mendesak sampai harus diselesaikan hari ini. Mereka punya fondasi yang kuat, tidak akan goyah begitu saja.” Leo menarik Adeline untuk duduk di sampingnya.“Sekarang yang terpenting, kamu selesaikan dulu pekerjaan di sini. Besok pagi kita langsung pulang.” Mendengar itu, Adeline menghela napas pelan, lalu menyalakan laptop dan kembali bekerja.Leo tahu kapan harus diam. Ia hanya menemani di sisi, sesekali menyodorkan segelas air hangat.Adeline menutup mata sejenak, menikmati perhatiannya, lalu tiba-tiba bertanya,“Menurutmu... bagaimana kelanjutannya antara Frans dan Tias?”Leo menatapnya dengan sudut mata. “Kenapa tiba-tiba tertarik membahas itu?”“Aku hanya merasa... Tias memang agak manja, tapi dari tatapannya, dia tulus. Dia tidak punya niat buruk, hanya terlalu menyukai Frans.”Leo mengangkat alis. “Kamu cukup memperhatikan dia, ya.”Adeline tersenyum samar. “Mungkin karena... aku melihat bayangan diriku yang dulu padanya.”Gerakan Leo seketika terhent

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 410 Tatapan yang Menyingkap Rahasia

    Orang sering berkata, ketika menyukai seseorang, mulut bisa berbohong, tapi mata tak akan pernah menipu. Dan kini, tatapan Frans adalah bukti paling jelas.Tias tertawa sinis. Emosinya memuncak hingga suaranya bergetar.“Kalau memang cuma urusan bisnis,” ujarnya tajam, “Lalu apa penjelasanmu soal album kliping di laci ruang kerjamu? Setiap kali ada wawancara Adeline di majalah ekonomi, kau selalu gunting dan simpan sendiri, bukan?”Mendengar itu, wajah Frans langsung berubah. Ia menoleh dengan cepat, menatapnya tajam. “Kau menggeledah barang-barangku?”“Aku hanya…” Tias terkejut oleh tatapan tajamnya dan refleks mundur selangkah. Tapi segera ia merasa dirinya tak bersalah, lalu menegakkan tubuh lagi.“Kemarin aku ke rumahmu untuk mengantar barang, ibumu yang memintaku menunggu di ruang kerja, bukan aku yang sengaja mencari!”Adeline dengan cepat menangkap ketegangan yang kian menebal di antara mereka, dan segera memutuskan untuk menengahi. “Pak Frasn, sepertinya hari ini bukan waktu ya

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 409 Saingan Cinta yang Tiba-tiba

    Di aula pesta, Adeline tengah berbincang pelan dengan Leo tentang urusan Keluarga Stefani.“Ternyata kau Adeline, ya?” Suara seorang gadis muda yang manja tiba-tiba terdengar dari belakang mereka.Adeline menoleh, melihat seorang gadis bergaun merah muda berdiri di depannya. Gadis itu sedikit mendongakkan dagu, menatapnya dengan sorot mata penuh penilaian.“Ada perlu?” tanya Leo dengan nada dingin, tubuhnya tanpa sadar sedikit bergeser, berdiri di depan Adeline untuk melindunginya.Gadis itu meliriknya sekilas, lalu mendengus pelan. “Hmph, aku bukan mencarimu.”“Aku Adeline,” ujar Adeline dengan tenang. “Dan kamu?”“Aku tunangan Frans, Calon Nyonya Muda Keluarga Slamat, Tias Solastika.”Saat memperkenalkan diri, Tias mengangkat dagunya sedikit lebih tinggi. Nada suaranya sarat dengan permusuhan yang tak disembunyikan.Melihat gaya menantang yang begitu terang-terangan, Adeline langsung paham. Ia ingin tertawa, jadi ini maksud kedatangannya, untuk “menandai kepemilikan”.Namun Adeline t

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 408 Tak Bisa Menjadi Orang yang Tak Berperasaan

    “Keluarga Stefani? Keluarga konglomerat itu?”“Ya, benar. Kudengar mereka kolaps. Utang menumpuk, dana beku di mana-mana. Selama ini kemewahan mereka cuma topeng belaka...”Hati Adeline seolah tenggelam. Ia segera menoleh pada Leo. “Keluarga Stefani bermasalah?”Leo mengerutkan kening. “Aku belum dengar apa pun.”Adeline tak sempat menjawab. Ia bergegas menuju teras luar aula dan menekan nomor Adelia di ponselnya.“Tut... Tut...”Nada sambung berdering cukup lama, namun tak seorang pun menjawab.Perlahan, kecemasan mulai merayap di dada Adeline. Ia menatap layar ponsel yang tetap gelap, lalu menarik napas dalam-dalam dan kembali ke aula dengan langkah tergesa.“Telepon Adelia tak bisa dihubungi,” katanya dengan suara rendah pada Leo. “Benarkah kabar tentang keluarganya?”Leo tidak terkejut, hanya mengangguk pelan. “Ya.”Adeline langsung menangkap ketidakwajaran dalam nada suaranya. “Kapan kamu tahu?”“Masalah arus kas Keluarga Stefani sudah berlangsung lebih dari setengah tahun,” jelas

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 407 Wajar Jika Ingin Menunjukkan Kepemilikan

    Leo mengernyit. “Apa yang tidak benar?”“Lihat dari raut wajahmu, sepertinya masalahnya tidak sesederhana itu.” Adeline menatap dalam ke matanya, seolah ingin membaca sesuatu dari sana.Leo tersenyum tipis, berusaha terlihat santai. “Tentu saja tidak sederhana. Dokter bilang meski dia sudah sadar, cedera otaknya cukup rumit, butuh waktu panjang untuk rehabilitasi.”Ia melontarkan beberapa istilah medis sembarangan, mencoba mengaburkan keadaan sebenarnya.Adeline tidak menaruh curiga, hanya mengangguk mengerti. “Yang penting dia sudah sadar. Dokter dulu bilang peluangnya hampir nol, jadi sekarang bisa bangun saja sudah keajaiban. Nanti pasti bisa pulih perlahan.”Melihat senyum lega kembali ke wajahnya, Leo tak melanjutkan topik itu lagi. Ia hanya menariknya ke dalam pelukan, dagunya bertumpu di puncak kepalanya. Dalam bayangan yang tak bisa dilihat Adeline, tatapan matanya menjadi suram.Ia menyembunyikan sebagian kebenaran.Dalam panggilan tadi, Stella sebenarnya juga mengatakan bahwa

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 406 Gangguan di Saat yang Tak Tepat

    Leo menurunkannya perlahan ke atas ranjang, lalu menundukkan tubuhnya, kedua tangannya menahan sisi kepala Adeline, sepenuhnya mengurungnya di bawah tubuhnya.Tatapan mata hitamnya menelusuri wajahnya, di kedalamannya berpendar kilatan merah panas...Melihat gelagatnya yang tampak akan benar-benar melanjutkan, Adeline segera menahan dadanya dengan tangan, panik berkata, “Leo, jangan... aku masih harus... file-ku belum...”Ia menundukkan kepala perlahan, suaranya berat dan rendah, membawa nada berbahaya yang dalam. “Nyonya Brown, tahu tidak... mulut kamu ini... benar-benar perlu diajari belajaran.”Begitu kata itu meluncur, bibirnya pun sudah menekan miliknya.Ciuman Leo begitu dalam dan mendesak, panasnya membuat Adeline nyaris kehilangan napas. Ujung jarinya menyusuri pinggangnya, gerakannya lambat namun penuh penguasaan, setiap sentuhan menimbulkan getar halus yang menjalar ke seluruh tubuh.Adeline terperangah dalam napas yang berantakan, kedua tangan yang semula mendorong kini tak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status