Share

Bab 11

Penulis: Vivian Kusuma
Mario memilih untuk tidak menjawab.

Namun, Bima malah diliputi rasa cemburu saat membayangkan keluarga istri Mario berasal dari keluarga yang sangat berpengaruh.

Sejak muda, Mario selalu menonjol di antara para anak kaya ini, dan hubungannya dengan Angel juga sangat manis.

Mario bersinar dalam segala hal. Untungnya, krisis keuangan menghancurkan Sinatra Capital, Bima akhirnya berhasil bangkit dan membalasnya.

Namun kini, Bima menyadari bahwa Mario tampaknya sama sekali tidak menyadari identitas asli Rosa.

Jika tahu, apakah dia masih berani bepergian dengan mantan pacarnya?

Mengenai penyebab pasti perselisihan pasangan ini, dia tidak peduli.

Bima hanya tahu bahwa Mario akan menghadapi nasib buruk.

Untuk sesaat, Bima merasakan sedikit simpati untuknya.

Bagaimanapun, keluarga istrinya sangat berpengaruh, namun Mario begitu buta!

Ini sungguh menarik!

Binar di sorot mata Bima semakin cerah. Dia berkata, "Pak Mario, aku permisi dulu."

Dia berpikir, jika Rosa berselisih dengan Mario, tentu saja dia akan dengan senang hati berada di pihak Rosa!

Mario yang masih diam berdiri, merasa ada yang aneh dengan pertanyaan Bima, tetapi dia tidak bisa menemukan alasannya.

Dia hanya berasumsi bahwa Bima sedang menyindirnya.

...

Di ruang istirahat.

Melihat Mario kembali, Nenek Farida dengan hangat menggenggam tangannya dan berkata, "Terima kasih banyak sudah merawat kami. Kamu juga sudah mencarikan pekerjaan untuk Angel dan menyediakan tempat tinggal buatku. Kalau kamu beneran jadi cucu menantuku, pasti sangat bahagia."

Sedikit penyesalan terpancar di sorot mata Mario. Dia berkata, "Nggak usah sungkan, Nek."

Angel menghela napas. "Nek, jangan bilang gitu. Aku sudah cukup bersyukur dengan keadaan sekarang."

Kesederhanaannya membuat Mario merasa tidak nyaman.

Maka, dia meyakinkan Nenek Farida, "Jangan khawatir, Nek. Angel kerja bareng aku, jadi dia nggak akan diperlakukan buruk."

Nenek Farida mengangguk berulang kali. "Bagus, bagus. Dia sudah menderita bertahun-tahun. Hubungan kalian dulu sangat baik, tapi sekarang..."

Kirana mengingatkan dengan pelan, "Nenek, Papa sudah menikah."

Ketiga orang dewasa di ruangan itu pun tercengang.

Mereka sama sekali tidak menyangka kedua anak itu sudah mengerti situasi.

Nenek Farida tersenyum dan berkata, "Nenek tahu. Nenek cuma kasihan sama Mamamu. Dia sudah melahirkan kalian berdua dengan susah payah."

Kirana tidak menjawab, tetapi menatap Mario. "Papa, aku nggak enak badan. Apa aku boleh pulang sekarang?"

Reyan ikut bicara, "Mama belum lihat kita, pasti kangen."

Nenek Farida mendorong Angel ke arah mereka. "Dasar, anak bodoh. Ini Mama kalian."

Kirana mengerutkan bibirnya dan tidak berkata apa-apa. Reyan balas berbisik, "Bukan dia."

"Anak nakal..."

Nenek Farida mulai mengomel, "Mario, aku nggak bermaksud jahat, kamu boleh menikah, tapi kamu harus memperhatikan karakter pasanganmu. Kudengar anak-anakmu sering sakit. Itu karena orang tuanya kurang perhatian."

"Mana mungkin seorang ibu tiri bisa menyayangi lebih dari ibu kandung?"

Angel kemudian tampak khawatir. "Rosa itu sangat baik, tapi dia belum pernah melahirkan, jadi dia mungkin belum bisa memahami perasaan seorang ibu."

Mario terdiam, merenung cukup lama. "Nek, Rosa memang belum melahirkan, tapi dia sangat peduli sama anak-anak."

"Kudengar dari Angel kalau Kirana demam karena istrimu. Mana bisa itu disebut peduli? Dia cuma pura-pura saja. Kalau kamu menyinggungnya, dia pasti nggak akan peduli lagi sama anak-anakmu." Nenek Farida berbicara dengan nada seperti seseorang yang pernah mengalami hal itu.

Mario sedikit mengernyit.

Kata-kata Nenek Farida seperti mengingatkannya pada sesuatu.

Demam Kirana kali ini memang disebabkan oleh kepergian Rosa yang ceroboh.

Dia selalu mengaku menyayangi dan merawat anak-anaknya, tetapi ketika dia marah, dia langsung tidak peduli pada mereka.

Itulah perbedaan antara ibu tiri dan ibu kandung.

Angel menyadari kesunyian Mario, dia lalu menggenggam lengan Mario dan berkata, "Ayo kita pulang ke rumah baru bareng nenek dan makan malam bersama. Sekalian reuni keluarga. Anak-anak nggak usah dibawa pulang dulu. Lusa kan hari ulang tahun mereka."

Nenek Farida mengangguk dan berkata, "Iya, Mario. Kamu juga harus tinggal. Kita rayakan bersama."

Mario sedikit mengernyit.

Tiba-tiba dia teringat bahwa setiap tahun, Rosa selalu sibuk mempersiapkan ulang tahun anak-anak.

Jika mereka tinggal di sini...

Sorot mata Kirana mulai redup. Dia berkata, "Papa, kami mau merayakannya sama Mama."

Angel tersenyum dan berkata, "Mama kan di sini."

Namun, begitu dia selesai berbicara, tubuh kecil Kirana tiba-tiba jatuh ke lantai.

"Kirana!" seru Mario.

"Kakak!"

...

"Demamnya hampir empat puluh derajat. Apa kalian orang dewasa nggak tahu soal ini?" Dokter itu tampak cemas.

Mario menyalahkan dirinya sendiri, "Tadi dia kelihatan..."

"Anak itu nggak enak badan. Emang kamu kira dilihat saja langsung bisa tahu?" Dokter itu lanjut berkata, "Dia pingsan dan masih panggil-panggil “Mama”. Di mana Mamanya?"

Angel segera berkata, "Saya di sini, saya Mamanya!"

Reyan segera membalas dengan nada menantang, "Dia bukan Mama!"

Mario mengerutkan kening dan memperingatkan, "Reyan."

Tanpa ibunya, dan kakaknya yang pingsan, Reyan berdiri tegar di sana, tubuh mungilnya terus-menerus melindungi kakaknya agar tidak ada yang mendekat.

Bahkan tak gentar oleh ayahnya, Reyan bersikeras berkata, "Dia bukan Mama kami! Dokter, apa bisa bantu carikan Mama kami?"

Dokter itu tiba-tiba merasa curiga, lalu menatap Mario dan bertanya, "Apa maksud anak itu?"

Mario yang tak mampu menjelaskan, berbalik dan berjalan keluar untuk menelepon Rosa.

Angel terus menyeka air matanya, tetapi Reyan tidak menunjukkan belas kasihan padanya.

Semua ini karena kecerobohan wanita itu dan ayahnya, sampai kakaknya jatuh pingsan!

...

Rosa sedang mengemudi arah pulang, hujan masih turun.

Mario menelepon, dan hal pertama yang dia katakan adalah, "Cepat datang ke rumah sakit."

Rosa sudah mati rasa.

Dia sampai heran, Mario itu sudah hampir berusia tiga puluh tahun, tetapi kenapa bisa selalu berakhir di rumah sakit setiap kali membawa anaknya keluar!

Dia menggertakkan gigi dan bertanya, "Ada apa?"

"Kirana... dia pingsan karena demam." Mario merasa benar-benar bersalah kali ini.

...

Empat puluh menit kemudian.

Rosa bergegas sampai di rumah sakit. "Di mana anak itu?"

Mario mengerutkan kening, dan bertanya, "Kenapa lama banget sih?"

Rosa ingin sekali menamparnya. "Di luar hujan, apa kamu nggak bisa lihat?"

Sorot mata Mario meredup, dia terdiam.

Di ruang perawatan, Rosa bergegas ke samping tempat tidur.

Kirana sudah sadar, tapi terlihat lebih lemah daripada kemarin. Dia mengenakan kompres penurun demam dan infus terpasang di punggung tangannya.

Melihat kedatangannya, Kirana memaksakan diri untuk tersenyum. "Ma, Mama sudah datang?"

Angel memperhatikan, dia merasa sedikit kesal.

Kedua anak itu bahkan belum pernah tersenyum padanya sampai sekarang.

Rosa sangat sedih melihatnya. Dia berkata, "Sayang, ini salah Mama. Mama terlambat."

"Ini memang salahmu."

Mendengar suara yang tak dikenal itu, Rosa berbalik.

Itu adalah Nenek Farida yang duduk di kursi roda, sorot matanya dipenuhi amarah. "Sebagai ibu tiri, apa begini caramu mengasuh anak? Walaupun mereka bukan anak kandungmu, kau nggak boleh seenaknya, kan?"

Rosa mengabaikan tuduhannya.

Karena tidak mengenal wanita tua itu, jadi Rosa tidak peduli dengan kata-katanya.

Namun yang membuatnya merasa begitu menyedihkan adalah, saat Nenek Farida menuduhnya, dia sebenarnya berharap Mario akan membelanya.

Dia merasa benar-benar sudah gila.

Rosa menunduk, dia hanya ingin menemani Kirana. "Mama di sini, jangan takut. Mama akan ceritakan dongeng ya."

Saat itu, Mario tiba-tiba berkata, "Nenek, tubuh Kirana memang lemah dari lahir."

Hal itu mengejutkan Rosa, dia terdiam sejenak.

Ternyata dia membawa anak-anak keluar untuk menemani Angel dan neneknya.

Karena anak-anak itu dalam masalah, jadi Mario menyeretnya untuk disalahkan.

Hatinya terasa bergetar hebat.

Reyan yang sedari tadi menahan rasa takut dan air matanya, tiba-tiba marah, "Mamaku yang terbaik! Aku nggak suka kalian bicara begitu tentang Mamaku! Kalian semua keluar!"

Dia tampak marah, seperti anak kucing yang bulunya berdiri tegak.

Dia sedang melindungi saudari kucing yang lemah dan induk kucing yang dizalimi.

Histeria Reyan yang tiba-tiba mengejutkan Mario. "Reyan, kamu..."

"Papa juga keluar!"

Reyan menunjuk ke arah pintu. "Papa nggak pernah bela Mama. Kamu nggak pernah peduli kalau ada orang lain menghina Mamaku. Aku benci Papa!"

Rosa berdiri di sana dengan linglung, memperhatikan Reyan yang sedang membelanya dalam diam.

Putra kecilnya telah tumbuh dewasa.

Rosa tiba-tiba memeluk Reyan erat-erat. "Mama nggak apa-apa. Jangan nangis ya."

Namun, Reyan malah menangis tersedu-sedu di pelukan Rosa.

Keluh kesah seorang anak meledak ketika disentuh orang yang paling mereka percayai.

Tadi, ibunya tidak ada, kakaknya pingsan, dan Ayahnya malah memihak orang lain. Dia tentu sangat takut.

Namun, Ibu pernah bilang bahwa seorang pria harus kuat dan melindungi kakaknya.

Jadi, sampai Rosa tiba, Reyan tidak mengizinkan siapa pun mendekatinya kecuali dokter.

Mario bahkan tidak berani memaksa mendekati Kirana.

Rosa memeluk dan menenangkannya, dia merasa pedih sekaligus lega.

Apa yang harus dia sesalkan?

Bayi-bayi yang sudah dibesarkannya baik-baik saja, itu sudah cukup.

Sedangkan Mario, Rosa sudah tidak menginginkannya lagi.

Maka, Rosa mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor yang dilihatnya tadi pagi.

Suara seorang pria yang berat dan santai segera terdengar, "Halo?"

Itu adalah Vincent Brudi.

"Aku di rumah sakit swasta pusat kota sekarang. Aku mau bawa kedua anak ini ke rumah sakit lain. Apa kamu bisa mengirim orang untuk menjemputku?"

Rosa meminta bantuannya karena jika dirinya sendiri mencoba membawa anak-anak ini sendirian sekarang, Mario pasti tidak akan mengizinkannya.

Vincent langsung menjawab, "Sepuluh menit."

Panggilan berakhir.

Mario menatapnya dan bertanya, "Kamu mau bawa anak-anak ke mana?"

Angel tampak sedikit ketakutan. "Rosa, anak ini sedang demam. Tolong jangan ganggu dia lagi, oke? Aku mohon."

Dia berbicara seolah-olah Rosa yang berdosa!

Rosa bahkan tidak menatap Angel, melainkan hanya berkata kepada Mario, "Kita belum bercerai, jadi aku masih ibu resmi mereka. Aku punya hak bawa anak-anak."

Angel panik dan menangis tersedu-sedu. "Tapi aku ibu kandung mereka!"

Rosa masih mengabaikannya. "Aku yang sudah membesarkan anak-anak ini. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama mereka. Kalau kamu masih punya hati, minggir."

Kirana sudah lemah, Rosa telah merawatnya selama bertahun-tahun, jadi tentu tahu. Jika demamnya terus berlanjut, kemungkinan besar kondisinya akan semakin parah.

Jadi, satu-satunya cara agar anak ini aman sekarang adalah menjauh dari kedua orang ini.

Mario mengerutkan kening.

Angel menggoyangkan tangan Mario, suaranya memelas, "Mario, mereka itu anakku. Kenapa kamu diam saja? Dia mau bawa anak-anak kita. Dia demam! Hatiku sakit!"

Rosa menggendong Kirana, dan Reyan menarik roknya saat mereka berjalan keluar bersama.

Mario sendiri tidak bergerak.

Angel segera berhenti di depan Rosa, menghalangi, matanya merah. "Aku ibu kandung mereka."

Tatapan Rosa tetap tenang.

Saat itu, dia merasa tubuhnya seperti ditusuk duri tajam. "Bilang saja itu sama hakim. Lagian, mereka sudah enam tahun, bisa buat pilihan sendiri. Apa artinya ibu kandung?"

Kata-kata terakhirnya menusuk hati Angel, membuatnya terhuyung mundur setengah langkah.

Namun sebelum Rosa sempat berjalan dua langkah, Mario refleks mengulurkan tangan untuk menghentikannya. "Siapa yang jemput kamu? Apa aku kenal?"

Mario seperti mengenali suara pria di ujung sana.

Rosa mengabaikannya, mendorong lengannya ke samping, dan meninggalkan kamar bersama anak-anak.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 50

    Angel terdiam, mengambil sampul buku itu, lalu berkata, "Ini... bersih. Jadi, kelihatan sangat rapi."Pengasuh menjawab, "Anak-anak punya desain favorit mereka sendiri." Angel melirik pengasuh yang telah menyela dengan tajam.Pengasuh ini sama seperti kepala pelayan itu, benar-benar tidak tahu sopan santun. Bibir Angel pun melengkung menjadi senyuman. Dia berkata, "Aku tahu kamu sudah merawat anak-anak tanpa lelah. Tapi sebagai pengasuh, sebaiknya kamu mundur saat keluarga berbicara. Kalau nggak, anak-anak juga jadi terbiasa menyela seenaknya."Kirana segera membelanya, "Bibi sangat baik pada kami." "Mama bilang pengasuh dan pelayan juga bagian dari keluarga, dan kita harus menghormati mereka." Reyan mengulang kata-kata yang pernah diucapkan Rosa.Meskipun mereka tidak lagi menunjukkan perlawanan terbuka terhadap Angel, tatapan mata mereka semakin jauh dan asing.Bagi mereka, Angel adalah orang luar yang bersama-sama ayahnya, telah membuat ibu mereka pergi dari rumah. Dalam hati, ke

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 49

    Yaitu kesabaran dan lapang dada!Hal kecil seperti ini, seharusnya Rosa mengerti dan percaya padanya.Namun, bukan hanya berulang kali meminta cerai, Rosa kini pergi meninggalkan rumah.Dia ingin melihat seberapa lama Rosa bisa bertahan di luar sana, sendirian dan tidak berdaya.Pak Suradi langsung terdiam, berbalik pergi tanpa berkata apa-apa....Mulai hari berikutnya...Mario sama sekali tidak menyebut sedikit pun tentang Rosa.Di meja sarapan, Kirana tidak melihat ibunya, jadi bertanya, "Papa, Mama mana?""Dia sudah pergi."Mario meletakkan sendoknya, wajahnya serius saat menatap anak-anaknya. "Sudah waktunya Papa beri tahu kalian ini. Mama Angel dan Papa itu orang tua kandung kalian, sedangkan Mama Rosa itu cuma ibu tiri kalian. Dia nggak mau tinggal di sini lagi, jadi kalian nggak boleh mencarinya terus. Kalian sekarang sudah masuk SD, sudah harus mengerti." Angel buru-buru menambahkan, "Benar, Kirana. Mama ngerti kalau kalian nggak suka Mama, itu karena kita belum dekat saja. T

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 48

    Angel seakan teringat sesuatu, lalu berkata, "Mario, aku tahu orang tuaku dulu mungkin pernah menyinggung beberapa rekan kerja, jadi mereka sekarang mau ambil kesempatan menjelek-jelekkan namaku. Keluarga Andara contohnya, dan orang-orang yang tiba-tiba muncul belakangan ini, mereka semua berniat memfitnah masa laluku. Aku beneran..."Angel sengaja mengungkit hal itu untuk memperingatkan Mario, supaya jika nanti dia dengar sesuatu, tidak langsung percaya. Mario bertanya, "Maksudmu orang-orang dari Kuil Awan Suci?""Dan orang yang baru saja memberikan hadiah kepada Rosa, dia juga bilang aku kenal seorang pengusaha kaya atau semacamnya."Angel menunduk dan berkata, "Sekarang aku nggak punya keluarga, nggak bisa membela diri. Tapi aku paham, mereka semua hanya peduli pada Rosa. Kamu jangan marah ya." "Iya, Kak."Laras berlari turun ke bawah dan membela Angel, "Orang yang tadi bawa hadiah untuk Rosa bilang Kak Angel dulu kenal seorang pengusaha kaya. Kalau dia beneran mengenal seorang pe

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 47

    Angel tampaknya sangat khawatir pada Mario, dia menggunakan tongkat dan turun perlahan. "Mario, sudah jangan marah lagi. Semua keributan ini, sampai ulang tahun Rosa pun terganggu, semua karena aku yang ceroboh." Rosa meliriknya sebentar sebelum berpaling ke Mario dengan senyum, dan berkata, "Menurutmu aku punya hubungan apa dengan mereka?" "Seharusnya kamu yang jawab," balas Mario, tidak menghiraukan Angel.Rosa menatap Mario yang wajahnya penuh keraguan. "Kalau aku bilang sudah kenal mereka sejak kecil, kamu percaya?" Mata Mario melebar tanpa sadar.Teman masa kecil?Angel ikut menyela, "Kenal siapa sejak kecil?" Keduanya pun terdiam.Angel mendekat ke Mario. "Mario? Apa yang kalian bicarakan?"Angel sepertinya tidak mau ada hal yang tidak diketahuinya di antara mereka. Angel sangat khawatir bahwa pria dengan jas itu mungkin telah mengatakan sesuatu yang memicu kecurigaan Mario, jadi dia ingin mengawasi pembicaraan mereka.Pak Suradi untuk pertama kalinya menunjukkan ketidaksuk

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 46

    "Nggak perlu," jawab Vincent ke Mario.Vincent menoleh ke Rosa, dan berkata, "Selamat ulang tahun. Jaga dirimu baik-baik, karena banyak orang yang peduli padamu."Kata-kata itu terdengar mengganggu telinga Mario.Banyak orang yang peduli pada Rosa?Siapa saja?Apakah termasuk dia, Vincent?Setelah berkata demikian, Vincent melirik Mario sebelum masuk ke mobil dengan santai.Pintu mobil tertutup. Para pengawal Keluarga Sinatra pun mulai keluar satu per satu saat lampu mobil menyala, begitu terang hingga menyilaukan....Di dalam Kediaman Sinatra.Pandangan Arga melayang santai ke arah Angel sebelum dia berkomentar, "Bu Angel memang suka jadi pusat perhatian, bukan? Selalu suka di tempat yang ramai."Ronald langsung membalas, "Jangan tindas perempuan!"Senyum Angel sedikit goyah. "Apa maksudmu?"Arga mengangkat alisnya, dan berkata, "Saya ingat Bu Angel dulu tinggal di luar negeri, kenal banyak para konglomerat, bukan?"Wajah Angel memucat sejenak.Apa maksud mereka?Bagaimana mereka bis

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 45

    Mario merasa dia bisa saja memaklumi jika Rosa sedang emosional. Untuk kejadian hari ini, selama dia mau mengalah dan minta maaf, tamparan itu tidak akan Mario permasalahkan. Namun, Rosa justru menatap dengan sinis wajah-wajah mereka yang penuh sikap penjilat. Penghinaan di matanya sama sekali tidak disembunyikan. Laras menyadarinya. "Apa maksudmu dengan menatap begitu? Apa kamu meremehkan Keluarga Sinatra?" Tepat saat itu, Pak Suradi memandang ke arah luar pintu dan bertanya, "Maaf, kalian siapa...?" Di tengah keributan, tidak ada yang menyadari deretan mobil mewah yang kini parkir di luar kediaman Sinatra.Lampu dari tiap mobil menyala terang, menerangi hampir seluruh sisi rumah. Sekelompok pria dengan seragam berjalan menuju pintu, masing-masing membawa kotak kado mewah dalam tangan mereka. Mereka berdiri rapi di depan pintu. Serempak berseru, "Bu Rosa, selamat ulang tahun." Rosa terpaku. Pandangan matanya jatuh ke salah satu mobil di depan. Rosa mengenali mobil itu. Mob

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status