"Kakakmu juga ada waktu itu." Vincent berbohong. "Jadi, dia minta aku bawain beberapa barang buatmu."
Menyadari bahwa kakaknya masih peduli padanya, Rosa menahan tangis.
Vincent menatapnya dan merasa bahwa Rosa telah berubah.
Kegigihan dan keyakinan di sorot matanya yang dulu, sangat memesona.
"Aku sekarang ada di Zaruna. Kalau butuh sesuatu, jangan ragu ya, hubungi kapan saja."
Rosa menunduk. "Terima kasih ya, Kak."
Keluar dari mobil, Rosa berpamitan kepada Vincent dan berjalan kembali sendirian sambil membawa barang-barangnya.
Tubuhnya yang kurus membawa begitu banyak barang dengan begitu mudahnya.
Sopirnya masuk dan berseru, "Bu Rosa ternyata kuat juga."
Mereka tidak tahu bahwa Rosa telah menggendong seorang anak di masing-masing tangannya sejak enam tahun yang lalu.
Barang-barang itu beratnya hanya beberapa kilogram, jadi itu bukan hal besar.
Lagipula, itu adalah hadiah dari kakaknya, dia tidak rela kalau sampai disentuh orang lain.
Vincent menatap punggungnya.
Dia tak bisa menceritakan semua ini kepada David.
Entah apa yang akan dilakukan sahabatnya yang begitu menyayangi adiknya itu, jika dia sampai benar-benar tahu kondisi sebenarnya. Dia bisa saja melakukan sesuatu yang tak diinginkan.
"Ayo kita pergi ke Andara Ventura."
Vincent tidak jadi berinvestasi di Sinatra Capital, dia akhirnya memilih Andara Ventura.
Musuh bebuyutannya Mario.
...
Sesampainya di rumah, Rosa mengemasi barang-barangnya dan menyimpannya di gudang, lalu mengirim video kepada Jeslin.
Jeslin turut senang untuknya. "Jadi keluargamu masih peduli. Jangan pernah merasa sendiri. Orang tua mana yang beneran memutus hubungan sama anak-anaknya?"
"Aku tahu." Rosa akhirnya tersenyum. "Ngomong-ngomong, aku akan mengirim lamaran."
Menyadari bahwa dia telah memutuskan untuk melanjutkan hidup, perlahan-lahan melepaskan diri dari Mario dan keluarga yang tak lengkap itu. "Apa kamu sudah punya target? Perlu aku bantu kenalkan?"
"Nggak perlu, aku sudah janji sama anak-anak untuk pulang setiap malam, jadi aku cuma bisa cari perusahaan di Kota Zaruna. Aku sudah lihat-lihat, Andara Ventura cukup bagus. Perusahaannya cukup besar dan memiliki prospek yang bagus."
Jeslin mengerjap. "Kalau nggak salah ingat, kamu pernah bilang Andara Ventura itu musuh bebuyutannya Sinatra Capital?"
Ketika Keluarga Sinatra jatuh dalam krisis, Keluarga Andara malah memanfaatkan kemalangan mereka.
Ekspresi Rosa tetap tenang. "Kamu nggak salah kok."
Jeslin sampai menganga.
Dia sangat terkejut, namun juga bahagia untuk temannya!
Rosa benar-benar sudah bertekad meninggalkan Mario!
"Dulu aku selalu memikirkan dia, merawat anak-anaknya selama bertahun-tahun tanpa mengeluh. Tapi pada akhirnya, hanya ini hasilnya." Rosa kini lebih pasrah, namun penuh keteguhan.
Jeslin bertanya, "Tapi kalau mereka tahu identitasmu, apa menurutmu mereka mau terima?"
Rosa sambil menyusun resume-nya, berkata, "Kalau mereka nggak bodoh, mereka nggak akan mungkin menolakku."
"Oke, kalau gitu aku akan tunggu kabar baiknya!"
Rosa selalu tegas dan lugas. Dia tidak menambahkan basa-basi yang tidak perlu pada resume-nya, hanya menjelaskan pengalamannya dengan jelas, dan mengirimkannya langsung ke alamat email HRD Andara Ventura.
Dia pun menutup komputernya dan memandang ke luar jendela.
Musim panas di Kota Zaruna kali ini sepertinya sering hujan.
Dia akan kembali bekerja dan merayakan ulang tahun terakhir bersama anak-anaknya lusa...
Setelah itu, dia akan bisa tenang menceraikan Mario.
...
Anehnya, kurang dari dua jam setelah mengirimkan resume, dia langsung menerima panggilan dari HRD Andara Ventura, mereka memintanya untuk datang wawancara langsung jika dia ada waktu luang hari ini.
Tentu saja, Rosa tidak menolak.
Dia pergi ke lemari dan mengeluarkan satu-satunya setelan jas wanita putih bersihnya, dipadukan dengan sepatu hak tingginya yang jarang dipakai. Rambutnya tergerai dan wajahnya sedikit dipoles bedak.
Melihat ke cermin, Rosa merasa aneh, seperti merasa asing dengan dirinya sendiri.
Saat merawat anak kecil, seorang ibu umumnya menghindari mengenakan sepatu hak tinggi dan atasan ketat, karena terlalu merepotkan.
Setelah itu, Rosa mengambil tas dan resume-nya, lalu keluar.
Para pelayan melihatnya, mengira mereka melihat wanita asing lain di rumah, mereka semua sontak tercengang.
Setelah Rosa pergi, mereka baru berbicara, "Itu Bu Rosa ya?"
"Iya."
"Dia cantik banget! Jauh lebih cantik daripada Bu Angel."
...
Setelah sampai di kantor Andara Ventura, Rosa melepas sepatu flatnya dan memakai sepatu hak tingginya.
Butuh beberapa langkah baginya untuk membiasakan diri.
Kepala Departemen HRD Andara Ventura pasti sudah diberi tahu, karena begitu dia menyebutkan namanya, seseorang membawanya ke ruang tamu.
Dia pikir tidak ada orang di sana, tetapi dia malah melihat Vincent sedang merokok dan membaca brosur produk.
Tatapan mereka bertemu, Vincent mengangkat alisnya, lalu menjentikkan abu rokoknya.
Mereka baru saja bertemu tadi, tetapi ketika bertemu lagi sekarang, Rosa sudah tampak seperti orang yang sama sekali berbeda.
Berbeda dari masa muda, dia tampak lebih tenang dan tajam, tatapannya penuh wibawa dan aura.
Rosa terkejut. "Anda..."
Karena bos Andara Ventura juga ada di dekatnya, dia tidak memanggil Vincent dengan sebutan Kakak seperti biasa.
"Bu Rosa?" Bima Andara berdiri, lalu berkata, "Tunggu sebentar ya. Kami sedang..."
"Nggak apa-apa." Vincent menutup brosur produk, dan lanjut berkata, "Kalian bicara duluan saja."
Bima merasa ragu, sebelum dia sempat berkata apa-apa, pria di sampingnya berkata, "Ini adikku. Biar dia saja yang duluan."
Adik?
Adik dari putra bangsawan Montiwa, Vincent Brudi?!
Bima sangat terkejut sampai mau teriak, tetapi dia bisa menahannya. Lalu, berkata, "Jadi begitu. Maaf karena nggak menyambut lebih awal. Bu Rosa, silakan duduk!"
Rosa duduk sesuai instruksi.
Bima berpikir sejenak, dia masih merasa ragu, lalu bertanya, "Bu Rosa, apa kamu yakin mau bekerja di sini? Dengan segala hormat, tapi perusahaan Pak Mario juga cukup besar. Kalau kamu tertarik bekerja..."
Keluarga Sinatra dan Andara telah berselisih selama bertahun-tahun. Setelah Mario bangkit kembali, dia sering menyulitkan Andara Ventura.
Jadi, ketika Vincent mempertimbangkan untuk bekerja sama dengannya, Andara Ventura tentu pasang tarif lebih rendah.
Dia hanya ingin mengalahkan Mario!
Jadi, bagaimana mungkin dia bisa percaya ketika istri Mario tiba-tiba muncul dan melamar di perusahaannya?
Sebenarnya, dia berniat menolak mentah-mentah, sekaligus untuk memprovokasi Mario.
Namun, Vincent menyebutnya sebagai adik, membuat Bima benar-benar merasa bingung.
Rosa berkata, "Saya ya saya, dan pekerjaan saya itu urusan saya. Nggak ada konflik kepentingan di sini. Saya bersedia menandatangani perjanjian kerahasiaan untuk semua data perusahaan. Anda pasti sudah membaca resume saya. Kalau Anda nggak yakin, Anda bisa cek semua proyek yang saya jalani. Saya ikut semua dalam proses memilih investasi tersebut."
Rosa melamar sebagai konsultan proyek, yang memang menjadi keahliannya.
Tugasnya adalah memilih proyek yang paling sesuai untuk dikolaborasikan, agar perusahaan bisa menghindari berbagai resiko bisnis.
Vincent berkata dengan acuh tak acuh, "Waktu umur tujuh belas tahun, dia sudah bisa menghasilkan hampir satu koma enam triliun dalam satu proyek, dengan laba bersih enam puluh dua persen."
Keuntungan itu Rosa hasilkan untuk ayahnya.
Saat itu, kabar menyebar ke seluruh industri bahwa putri Keluarga Tanujaya adalah seorang jenius investasi!
Bima tercengang!
Jantungnya berdebar kencang, dia tiba-tiba teringat kata-kata di resumenya. Dia bertanya, "Bu Rosa, apa kamu pernah bekerja di Kota Montiwa sebelumnya?"
"Saya memang dari Montiwa."
Rosa berkata perlahan, "Montiwa, Keluarga Tanujaya."
Bima merasa jantungnya berhenti berdetak.
Keluarga Tanujaya dari Montiwa...
Pengusaha mana yang belum pernah mendengar tentang mereka?
Orang berkuasa mana yang belum pernah mencoba menjilat mereka?
...
Setengah jam kemudian.
Vincent keluar lebih dulu.
Tepat ketika mereka sampai di pintu ruang tamu, Rosa menyusulnya. "Kak, gimana kalau aku traktir kamu makan?"
Entah karena dia telah membantu mengantarkan barang-barang titipan kakaknya atau karena dia sudah memberi bantuan tadi.
Bima langsung menandatangani kontrak dengannya dan berjanji untuk merahasiakan identitasnya. Yang terpenting, gajinya lima kali lipat lebih tinggi daripada standar.
Dia tidak tahu apakah Bima tertarik pada reputasi Keluarga Tanujaya atau karena Vincent ada di sana.
Singkatnya, dia sudah dapat keuntungan, jadi harus menghargainya.
Vincent tiba-tiba tersenyum, membuatnya terlihat lebih ramah.
Dia berkata dengan agak menggoda, "Memangnya kamu ada waktu?"
Rosa mengerutkan bibirnya sedikit, dan berkata, "Ada kok. Aku nggak harus buru-buru pulang."
Anak-anak tidak ada di rumah, jadi tidak ada yang menunggunya.
Vincent mengalihkan pandangannya, dan berkata, "Ayo."
...
Sebuah restoran di pusat Kota Zaruna.
Rosa berkata, "Tempatnya sederhana sih, nggak semewah di Montiwa. Harap dimaklumi. Aku akan traktir lagi nanti, kalau ada kesempatan."
Vincent berkata perlahan, "Kapan itu?"
Rosa tahu bahwa Vincent sedang bertanya kapan dia bisa kembali ke Montiwa.
Karena sudah mengenal Vincent sejak kecil, Rosa tahu dia bukan orang yang suka ikut campur. Mungkin Vincent sedang bertanya mewakili kakaknya.
"Segera."
Vincent mengangguk dan berkata, "Kalau gitu, aku catat ya."
Rosa tersenyum cerah, dan menjawab, "Oke!"
Di matanya, Vincent itu sudah seperti David, dia tidak perlu menyembunyikan perasaan apa pun.
Terutama karena Vincent lebih ceria dan tidak kaku dibandingkan teman-teman David yang lain. Hanya saja, karena usianya yang lebih tua, dia tetap memiliki wibawa dan sikap tenang.
Setelah duduk, Vincent langsung memesan makanan.
Sambil menunggu, Vincent bertanya, "Apa kamu keberatan kalau aku merokok?"
Rosa menggeleng dan menjawab, "Nggak masalah."
Mario juga merokok, jadi dia sudah terbiasa.
Namun Vincent belum menyalakan rokoknya. Dia hanya menatap Rosa, lalu berkata, "Kamu kurusan."
Dua kata sederhana ini membuat dada Rosa terasa sakit.
Kepahitan itu membuatnya tak berdaya.
Rosa terkekeh, "Nggak apa-apa. Aku kan sudah dua puluh delapan tahun, jadi metabolisme tubuhku sudah mulai melambat."
Vincent mendongak. "Apa kamu mau bilang kalau aku ini sudah tua?"
Rosa terkejut.
Untuk sesaat, dia melamun, lalu tiba-tiba teringat bahwa Vincent hanya setahun lebih tua darinya.
"Nggak, bukan gitu. Maksudku, tubuhku lemah saja. Kakak malah kelihatan lebih muda dari aku." Rosa menjelaskan dengan cepat.
Vincent hanya tersenyum.
Pesanan segera tiba, dan mereka berdua makan dengan tenang, sesekali mengobrol tentang keadaan David baru-baru ini, sesuatu yang sangat ingin didengar Rosa.
Setelah makan, Rosa hendak membayar tagihan, tetapi Vincent sudah membayarnya terlebih dahulu.
Di luar restoran, sopir sudah menunggu karena hujan.
Dia menyerahkan payung, Vincent lalu membukanya dan refleks menutupi kepala Rosa agar tidak kena hujan.
Tatapannya begitu dalam dan misterius. "Nanti, kalau sudah mulai bekerja, balik ke Montiwa ya, kalau ada waktu."
"Aku pulang pun bakal sendirian, nggak ada yang jemput." Sorot matanya menyiratkan sedikit rasa kesepian dan kekhawatiran.
Vincent berkata, "Aku yang jemput."
Rosa terkejut, lalu tertawa. Dia berkata, "Nggak usah, Kak. Kamu pasti lebih sibuk daripada kakakku."
Vincent tidak berkata apa-apa, memegang payung dan mengantarnya ke mobil.
Sebelum pintu mobil tertutup, Vincent berkata perlahan, "Rosa, aku akan menjemputmu kalau kamu mau pulang, kapan pun."
Dia lalu membungkuk. "Hati-hati di jalan."
Kemudian, pria itu langsung berbalik dan berjalan menuju mobilnya.
Rosa menatap punggungnya dan merasa bahwa setiap gerakan Vincent, sejak dahulu selalu memberinya rasa aman.
Pantas saja kakaknya paling suka bermain dengannya.
Dan kata-kata Vincent tiba-tiba membuat Rosa merindukan kehidupan di Montiwa.
Sudah waktunya bagi dia untuk kembali dan melihatnya lagi.
...
Di rumah sakit swasta.
Departemen laboratorium.
"Pak Mario?"
Setelah keluar kantor, Bima datang untuk mengambil laporan medis kakeknya. Dia tidak menyangka akan bertemu Mario di sana.
Melihatnya, ekspresi Mario tetap tenang, tetapi nadanya tidak ramah, "Pak Bima."
Angel berkata, "Mario, aku mau lihat nenekku dulu. Aku khawatir anak-anak akan ribut."
Mario mengangguk.
Hari ini, dia meminta nenek Angel dibawa ke Kota Zaruna untuk pemeriksaan medis menyeluruh.
Namun setibanya di rumah sakit, neneknya sangat ingin melihat anak-anak, jadi dia membawa mereka ke sana.
Tatapan Bima bergantian menatap mereka berdua, dia terkekeh, lalu berkata, "Pak Mario, kau kan sudah menikah, tapi masih berani-beraninya pergi bareng mantan pacar."
Tatapan Mario dingin. Dia berkata, "Sejak kapan Pak Bima peduli sama urusanku?"
Bima tidak marah.
Dia hendak pergi, tetapi mundur lagi, seolah teringat sesuatu. Lalu dia berkata, "Pak, apa kau tahu siapa istrimu sebenarnya?"
Mario menyipitkan matanya. "Tentu saja tahu. Pak Bima, sebaiknya urus urusanmu sendiri."
Mario mengira Bima sedang mengejeknya dengan menggunakan Angel, sengaja mengingatkan bahwa istrinya adalah Rosa.
Bima terkekeh, dan berkata, "Kau yakin?"