Plak!Suara tamparan itu menggema di ruang makan yang semula hangat dan penuh tawa. Piring bergemerincing ketika sendok Alea jatuh dari tangannya. Juno sontak berdiri dari kursinya, tubuhnya menegang, napasnya tercekat oleh kemarahan yang meledak seketika."NYONYA JOHNSON!” bentaknya lantang, matanya menyala seperti bara api.Alea memegangi pipinya yang memerah. Matanya membelalak karena terkejut dan nyeri. Aldrich yang masih kecil mulai menangis karena kaget melihat kekerasan itu terjadi di depan matanya. Meski dia belum mengerti, tapi dia bisa merasakan apa yang terjadi. Bik Mun segera membawa Aldrich pergi dari sana, mencoba menenangkan bayi itu. Sementara Juno langsung menarik Gracia menjauh dari Alea, tubuhnya berdiri sebagai tameng, melindungi istrinya.“Kamu pikir siapa dirimu sampai berani melakukan ini di rumahku?!” suara Juno bergetar, menahan amarah yang sudah di ujung tanduk.Gracia mendengus sinis, matanya tetap tertuju pada Alea. “Dia pembawa sial. Gadis jalang yang sej
Martin tidak menyerah semudah itu. Ia berdiri dan meraih tas Ghea, menahannya sebelum wanita itu sempat melangkah ke pintu. Sedangkan Ghea, ia merasa bodoh karena mau-mau saja ikut Martin ke apartemennya. “Ghea, biar aku antar. Aku cuma ingin pastikan kamu sampai dengan aman. Bukan maksud lain.”Ghea memandangnya tajam, matanya yang indah menyimpan luka dan kelelahan. “Aku tahu kamu bermaksud baik. Tapi... jangan paksa aku, Kak Martin." Martin menghela napas panjang. “Aku ngerti. Tapi... kamu nggak harus jalan sendiri malam-malam begini. Apalagi setelah apa yang terjadi tadi.”Ghea tetap menggeleng. Kali ini nadanya lebih lembut, meski tetap tegas. “Aku udah cukup kuat. Dan aku juga udah belajar... untuk nggak tergantung sama siapa pun.”Martin menunduk, seolah menyembunyikan kekecewaannya. Suaranya lirih, hampir tak terdengar. “Aku masih merasa bersalah... soal bayi kita waktu itu. Soal hubungan kita." Ghea terdiam sejenak. Udara seakan membeku dalam diam di antara mereka.Akhirny
Arkan melangkah maju dengan ekspresi wajah yang berubah drastis. Mata yang tadi tampak kecewa, kini dipenuhi oleh emosi yang membara. Ghea merasa tubuhnya menegang, langkahnya yang semula tegas mendadak terhenti. Belum sempat ia menghindar, Arkan tiba-tiba menarik lengan Ghea dengan kasar, dan dalam satu gerakan yang cepat dan tak terduga, bibirnya menempel paksa ke bibir Ghea.Ghea membelalak. Ia tidak menyangka sama sekali Arkan akan berani melakukan hal seperti ini.“Mas Arkan! Apa-apaan kamu!” Ghea mendorong tubuh lelaki itu sekuat tenaga hingga Arkan terhuyung ke belakang.Wajah Ghea memerah, bukan karena malu, tapi karena emosi dan jijik atas perlakuan kasar barusan.“Kamu gila ya?!” seru Ghea, suaranya nyaring dan terdengar oleh beberapa orang yang berada di sekitar halaman restoran. “Kamu pikir aku ini siapa, hah?! Kenapa kamu seenaknya maksa aku ciuman?!”Arkan menatap Ghea dengan nafas memburu. “Aku sayang kamu, Ghea. Tapi kamu malah mainin perasaan aku. Aku—”“Cukup, Mas Ar
Juno menatap tajam ke arah wanita tua yang ada dihadapan istrinya saat ini. Wanita yang datang-datang dan menghina istrinya. Siapa wanita kurang ajar ini? Jika bukan karena dia adalah orang tua, Juno pasti sudah menghajarnya."Siapa anda hah? Berani sekali anda menghina istri saya?" Juno meninggikan suaranya pada Gracia.Namun, Gracia sama sekali tidak terlihat takut dengan Juno. Tatapannya tetap tertuju pada Alea."Sudahlah. Saya tidak mau bicara lama-lama. Saya cuma mau tahu, di mana James? Apa dia ada di sini?" tanya Gracia pada Alea dengan wajah angkuhnya itu."Hey! Kamu berhutang permintaan maaf pada istri saya!"Alea memegang tangan Juno dan meminta suaminya untuk diam. Juno bisa merasakan kalau tangan Alea gemetar dan terasa dingin. Juno bertanya-tanya ada apa? Siapa wanita asing ini?"Kenapa anda mencari James di sini, nyonya Johnson?" tanya Alea sinis.Juno tercekat saat mendengar nama Johnson disebut. Johnson? Itu nama dari keluarga ibu kandung Alea."Kenapa? Bukannya kamu y
Di tempat lain, James dan Maira sedang berada di sebuah kamar hotel termahal yang dilengkapi dengan fasilitas bulan madu, alias untuk pengantin baru. Kemarin, James tidak bisa mereguk manisnya madu malam pertama bersama istrinya, karena Maira sedang datang bulan.Namun, malam ini ia melihat istrinya keluar dari kamar mandi dalam keadaan rambut yang basah dan ini artinya adalah lampu hijau."Honey, sini." James mengulurkan tangannya, tersenyum dan menatap Maira dengan penuh gairah. Istrinya memakai bathrobe berwarna putih dengan tetesan air membasahi bathrobenya."Aku mau mengeringkan rambut dulu, Mas." Maira menundukkan kepalanya. Ia tampak gugup, bahkan kedua tangannya meremat bagian bawah bathrobe yang dikenakannya."Aku akan bantu." James beranjak dari tempat tidur dan berjalan menghampiri Maira. Istrinya itu tampak gugup dan gelisah."A-aku bisa sendiri, Mas."Tidak menerima penolakan. James menuntun istrinya untuk duduk di atas kursi.James mengambil handuk kecil dari atas meja,
Alea menatap James dan Maira bergantian. Ekspresi wajahnya penuh rasa penasaran. Ia memiringkan kepala sedikit, mencoba menebak kabar baik apa yang dimaksud omnya itu."Kabar baik apa, Om?" tanyanya pelan.Maira tersenyum, lalu menggenggam tangan James sejenak sebelum menjawab, “Kami sudah menentukan tanggal pernikahan kami, Lea.”Alea terdiam sejenak. Butuh beberapa detik untuk mencerna ucapan itu. Lalu, senyum lembut mulai menghiasi wajahnya.“Wah... selamat ya, Kak Maira, Om James,” katanya dengan tulus. Matanya berbinar-binar mendengar kabar bahagia itu.“Aku ikut senang mendengarnya. Jadi kapan tanggalnya?”“Dua bulan lagi. Kami akan menikah di hotel dekat pantai, tempat yang sama waktu kamu dan Juno liburan dulu itu, lho,” kata James, mata mereka saling menyambung dalam antusiasme.“Serius? Yang dekat tebing itu? Wah, pasti indah banget,” kata Alea dengan mata berbinar. “Semoga acaranya lancar ya.”“Terima kasih, Alea. Doakan kami bisa melalui semuanya tanpa hambatan,” sahut Mair